10 November

Siapa Usmar Ismail, Pahlawan Nasional Berlatar Perfilman?

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Rabu, 10 November 2021
Siapa Usmar Ismail, Pahlawan Nasional Berlatar Perfilman?

Film 'Darah dan Doa' garapan Usmar Ismail. (Wikipedia)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

SUTRADARA sekaligus tokoh perfilman Misbach Yusa Biran terang-terangan menyatakan sejarah perfilman di Indonesia sebelum Usmar Ismail membuat Darah dan Doa pada 1950 hanya sebatas sejarah pembuatan film di Indonesia. "Sejarah perfilman di Indonesia terjadi setelah film pertama Usmar Ismail (Darah dan Doa) dibuat," tulis Yusa Biran pada Perkenalan Selintas Mengenai Perkembangan Film di Indonesia.

Darah dan Doa memang bukan film pertama Usmar Ismail. Maka, Yusa Biran menandai dengan tegas khusus film Darah dan Doa sehingga baru bisa disebut sejarah perfilman dimulai tepat ketika film tersebut dibuat.

Baca juga:

Usaha Usmar Ismail Menangkap Kekikukan Kehidupan Bekas Pejuang Setelah Kemerdekaan

Film awal Usmar Ismail tercatat ada dua; Tjitra (1949) dan Harta Karun (1949). Keduanya dibuat setelah ia keluar penjara Cipinang. Usmar Ismail ditangkap dengan tuduhan kegiatan subversif ketika sedang bertugas meliput perundingan di kapal Renville karena memiliki identitas sebagai anggota TNI.

Ketika Ibukota berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta, Usmar Ismail menjadi bagian dari rombongan para pejuang berikut pengungsi pendukung republik hijrah di 'Kota Pelajar'. Di Yogyakarta, Usmar lantas bergabung menjadi anggota TNI dan menyandang pangkat Mayor bidang intel.

Usmar Ismail
Sosok Bapak Perfilman Indonesia, Usmar Ismail. (sumber-wikipedia)

Meski jadi tentara, aktivitas Usmar justru lebih banyak di dunia kesenian dengan kawan-kawannya, seperti D Djajakusuma, S Sumanto, Gayus Siagian, dan lainnya nan sempat bekerja di Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso) pada masa Pendudukan Jepang. Usmar dengan kawan-kawannya malah asyik mempelajari film meski secara peralatan dan film sangat amat terbatas.

Namun, kegiatan tersebut terhenti begitu Usmar masuk bui, dan baru bisa kembali mendalami dunia perfilman setelah bekerja pada South Pacific Film Corp (SPFC) selepas bebas. Di SPFC, Usmar membuat dua film nan menurut Yusa Biran ceritanya menyimpang dari model cerita sebelum perang.

Baca juga:

Cerita di Balik Kelahiran Festival Film Indonesia

Dua film Usmar jadi berbeda, lanjut Yusa Biran, tentu tidak terlepas dari latar belakangnya sebagai seorang sastrawan dalam arus roman dan novel Balai Pustaka. Putra pasangan Ismail Gelar Datuk Manggung dan Siti Fatimah, kelahiran Sumatera Barat, 20 Maret 1921, tersebut semula dikenal luas sebagai sastrawan dan dramawan. Keahlian sastranya mulai beroleh penajaman ketika Usmar melanjutkan pendidikan AMS di Yogyakarta Jurusan Klasik Timur.

Ia kemudian bekerja di kantor Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso). Di sana, Usmar rajin menulis cerpen dan mulai menekuni sandiwara secara serius bersama Sanusi Pane. Ia bahkan aktif di kelompok sandiwara Maya. Di sela kesibukannya berpentas, Usmar mulai mengenal film antara lain setelah perkenalannya dengan aktor Anjar Asmara. Selain itu, secara tidak sengaja, Usmar menemukan lemari berisi banyak buku tentang film sehingga seperti surga baginya. Film lantas menjadi arena baru buat Usmar Ismail.

Usmar Ismail
Usmar Ismail pojok kanan bersama tim. (perpusnas.go.idSinematek Indonesia)

Meski telah melahirkan dua film awal, Usmar menolak dua karya tersebut sebagai hasil kreasinya. "Saya tak dapat mengatakan kedua film itu adalah film saya, karena pada waktu penulisan dan pembuatannya, saya banyak sekali harus menerima petunjuk-petunjuk nan tak selalu saya setujui dari pihak produser," kata Usmar dikutip Majalah Intisari, 17 Agustus 1963.

Tak puas terlalu banyak campur tangan porduser, Usmar bertekad membuat film sendiri dengan melibatkan lebih banyak Bumiputera. Ia lantas keluar dari TNI, lalu bersama para temannya, dan dengan uang pesangon di tangannya digunakan bagi pendirian Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) pada 13 Maret 1950.

Baca juga:

Mengenal Empat Tokoh Disematkan di Penghargaan Baru Festival Film Indonesia 2021

Perfini secara serius berusaha memberikan tontonan terbaik. "Menghasilkan film-film Indonesia nan nasional coraknya, tinggi mutu dan teknik, nilai artistiknya, dan dapat disejajarkan dengan film-film dari mana pun di dunia," tulis Usmar pada Memperingati Sewindu Perfini dikutip dari Sofian Purnama pada tesis berjudul "Usmar Ismail dan Tiga Film Tentang Revolusi Indonesia (1950-1954)".

Tak tanggung-tanggung, Perfini mulai memproduksi film Darah dan Doa (1950), mengisahkan hijrahnya pasukan Siliwangi dari Jawa Barat ke Yogyakarta pada masa Agresi Militer Belanda 1948. Kalangan pengamat film dan senima memuji kualitas film Usmar Ismail, namun ada pula kecaman datang dari pihak militer non pasukan Siliwangi terkait penggambaran adegan pertempuran.

Sukses di film pertama, ia membuat Enam Djam di Jogja (1951) berkisah tentang Serangan Umum 1 Maret 1949. Disambung kemudian, film Dosa Tak Berampun (1951), diambil dari sebuah lakon sandiwara di masa Jepang berjudul Ajahku Pulang. Usai menamatkan film ketiga, Usmar beroleh kesempatan belajar tentang dilm secara formal di University of California, Los Angeles, Amerika Serikat.

Usmar Ismail
Caption

Sepulang dari 'Negeri Paman Sam', ia langsung membuat film Kafedo (1953) namun beroleh tanggapan miring dari banyak kritikus. Ia lantas mengobati rasa kecewa dengan menggarap Krisis (1953), dan membuat ulang dengan judul Lagi-Lagi Krisis (1955). Namun, setelah masa kepulangannya dari Amerika, justru film Lewat Djam Malam (1954) dipuji banyak pihak lantaran sanggup menangkap suasana jaman.

Selama hidupnya, antara 1950-1970, Usmar Ismail telah melahirkan 33 film layar lebar: drama (13 film), komedi atau satire (9 film), aksi (7 film), musical/entertaiment (4 film).

Pada film terakhir bertajuk Ananda belum sepenuhnya selesai dalam proses produksi, Usmar Ismail menghembuskan napas terakhir pada 2 Januari 1971. Ia wafat karena mengalami pendarahan otak. Sepeninggal Usmar, Perfini perlahan-lahan mengalami kemunduran hingga akhirnya berhenti beroperasi pada 1997.

Hari ini, 10 November 2021, Usmar Ismail ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional. Ia menjadi satu-satunya orang di perfilman Indonesia beroleh gelar Pahlawan Nasional. (Far)

Baca Juga:

Karcis Bioskop, Benda Bersejarah Pemicu Nostalgia

#Pahlawan #Hari Pahlawan #Pahlawan Nasional #FFI 2021 #Festival Film Indonesia #November Jagoan Film Negeri Aing
Bagikan
Ditulis Oleh

Febrian Adi

part-time music enthusiast. full-time human.

Berita Terkait

Indonesia
Gelar untuk Soeharto, Legislator PDIP: Pahlawan Sejati tak Bawa Duka bagi Rakyatnya
Pahlawan seharusnya tak memiliki ‘cacat’ atau sejarah kelam.
Dwi Astarini - Jumat, 07 November 2025
Gelar untuk Soeharto, Legislator PDIP: Pahlawan Sejati tak Bawa Duka bagi Rakyatnya
Indonesia
Bahlil Lahadalia Minta Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Ungkit Peran Transmigrasi dalam 'Menjodohkan' Suku Jawa dan Papua
Ketum Golkar Bahlil Lahadalia mengusulkan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional, menyoroti jasa program transmigrasi yang membentuk kebinekaan dan persatuan di Papua Selatan
Angga Yudha Pratama - Jumat, 07 November 2025
Bahlil Lahadalia Minta Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Ungkit Peran Transmigrasi dalam 'Menjodohkan' Suku Jawa dan Papua
Indonesia
Sultan Bima XIV Dikabarkan Bakal Dinobatkan Jadi Pahlawan Nasional
Penganugerahan gelar pahlawan nasional dilakukan bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan di Istana Negara, Jakarta, pada 10 November 2025 mendatang.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 07 November 2025
Sultan Bima XIV Dikabarkan Bakal Dinobatkan Jadi Pahlawan Nasional
Indonesia
Tokoh Muhammadiyah-NU Kritik Rencana Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Suara Penolakan Menguat
Menyoroti status hukum Soeharto yang tidak pernah tuntas hingga akhir kekuasaannya.
Dwi Astarini - Jumat, 07 November 2025
Tokoh Muhammadiyah-NU Kritik Rencana Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Suara Penolakan Menguat
Indonesia
Ini Kata Jokowi Soal Rencana Pemberian Gelar Pahlawan Nasional ke Soeharto
Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara mengenai pemerintah pusat akan memberikan gelar pahlawan pada Presiden ke-2 Soeharto dan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 06 November 2025
Ini Kata Jokowi Soal Rencana Pemberian Gelar Pahlawan Nasional ke Soeharto
Indonesia
Muhammadiyah Dukung Soeharto Jadi Palawan Nasional, Sukses Swasembada Beras di Dekade 1980
“Kami mendukung Bapak Soeharto sebagai pahlawan nasional karena beliau sangat berjasa kepada Republik Indonesia, sejak masa revolusi kemerdekaan hingga masa pembangunan,” kata Dadang.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 06 November 2025
Muhammadiyah Dukung Soeharto Jadi Palawan Nasional, Sukses Swasembada Beras di Dekade 1980
Indonesia
Lupakan Dulu Sisi Kontroversialnya! PP Muhammadiyah Minta Masyarakat Fokus pada Jasa-Jasa Soeharto Demi Kepentingan Bangsa dan Negara
Kemensos juga mengusulkan 40 nama lain, termasuk Gus Dur dan Marsinah.
Angga Yudha Pratama - Kamis, 06 November 2025
Lupakan Dulu Sisi Kontroversialnya! PP Muhammadiyah Minta Masyarakat Fokus pada Jasa-Jasa Soeharto Demi Kepentingan Bangsa dan Negara
Indonesia
Koalisi Sipil: Usulan Gelar Pahlawan Soeharto Bentuk Pemutihan Dosa Orba
Usulan Gelar Pahlawan Soeharto bukan hal baru, namun mendapatkan momentum pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Wisnu Cipto - Kamis, 06 November 2025
Koalisi Sipil: Usulan Gelar Pahlawan Soeharto Bentuk Pemutihan Dosa Orba
Indonesia
Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Pemerintah Klaim tak Terbukti Lakukan Pelanggaran HAM dan Genosida
Menteri Kebudayaan mengatakan Soeharto telah memenuhi syarat sebagai penerima gelar pahlawan nasional.
Dwi Astarini - Kamis, 06 November 2025
Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Pemerintah Klaim tak Terbukti Lakukan Pelanggaran HAM dan Genosida
Indonesia
Penyintas Tragedi Tanjung Priok Nilai Gelar Pahlawan untuk Soeharto Bentuk Ketidakadilan
Penolakan tersebut datang bukan karena sekadar luka di masa lalu.
Dwi Astarini - Rabu, 05 November 2025
Penyintas Tragedi Tanjung Priok Nilai Gelar Pahlawan untuk Soeharto Bentuk Ketidakadilan
Bagikan