PPN Naik, Daya Beli Masyarakat Disebut Politisi PKS Bakal Melemah


Ilustrasi supermarket. (Foto: Hero Group)
MerahPutih.com - Rencana nainyatarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dinilai kontraproduktif dengan rencana pemulihan ekonomi nasional, yang saat ini menjadi fokus pemerintah Joko Widodo.
Alasanya, sumber PPN terbesar berasal PPN dalam negeri, berupa konsumsi masyarakat, dan PPN impor, yang merupakan konsumsi bahan modal dan bahan baku bagi industri.
Baca Juga:
Penerimaan Pajak Masih Seret
"Artinya, kenaikan tarif PPN tidak hanya melemahkan daya beli masyarakat, tetapi juga akan meningkatkan tekanan bagi industri," ujar Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam di Jakarta, Jumat (28/5).
Ia mengakui, pendapatan dari PPN masih jauh di bawah potensi yang ada. Hal tersebut, terindikasi dari rasio PPN terhadap PDB hanya mencapai 3,6 persen, sedangkan standar negara-negara secara umum yang mencapai 6-9 persen.
"Tetapi dibandingkan meningkatkan tarif yang akan berdampak kepada masyarakat secara umum, seharusnya pemerintah fokus memperluas basis perpajakan PPN," ucapnya.
Anggota Komisi XI DPR RI mendorong pemerintah untuk menyusun target pendapatan, terutama penerimaan perpajakan yang realistis, serta pada dasarnya perlu diantisipasi sejak awal.
"Terlebih masih lambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia akibat dampak pandemi, deindustrialisasi dini dan ketidakpastian perekonomian global," ujarnya.
Ecky mengingatkan terkait kinerja Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), khususnya untuk insentif perpajakan pada tahun 2020 yang masih jauh dari optimal.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Presiden Joko Widodo telah mengirimkan surat kepada DPR RI untuk membahas rencana kenaikan tarif PPN.

"Presiden sudah berkirim surat dengan DPR untuk membahas ini. Pemerintah tentu memperhatikan situasi perekonomian nasional,” kata Menko Airlangga saat halalbihalal media secara daring di Jakarta, Rabu (19/5).
Terdapat sejumlah pembahasan terkait Rancangan Undang-Undang perubahan kelima tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Diantaranya, PPN termasuk PPh orang per orang dan pribadi, pengurangan tarif PPh badan dan terkait PPN barang/jasa, PPnBM, UU Cukai, serta terkait carbon tax, hingga pengampunan pajak.
Airlangga menyampaikan pajak penjualan ataupun jasa turut menjadi pembahasan di DPR. Tujuannya, agar pemerintah lebih fleksibel dalam mengatur sektor manufaktur maupun sektor perdagangan dan jasa.
"Akan diberlakukan pada waktu yang tepat dan skenarionya dibuat lebih luas, tetapi tidak kaku seperti yang selama ini diberlakukan,” ujarnya. (Pon)
Baca Juga:
PKS Tegaskan Reformasi Perpajakan Harus Menjunjung Prinsip Keadilan
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Defisit Anggaran Bakal Capai Rp 698 Triliun di 2026, Menkeu Pede Tarik Utang Berkurang

Rapat Paripurna DPR Sahkan Dewan Komisioner LPS Masa Jabatan 2025-2030

Rapat Paripurna DPR Setujui Calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc HAM

Rapat Paripurna DPR Sahkan UU APBN Tahun 2026

DPR dan Pemerintah Bakal Kejar Pajak Rp 2.693,71 Triliun di 2026

APBN 2026 Disahkan, Program MBG Jadi Salah Satu Fokus Utama dengan Rp 335 Triliun

DPR RI Setujui Perubahan Besar Prolegnas 2025-2029, RUU Perampasan Aset hingga Pemilu Resmi Masuk Prioritas

Ketua Banggar DPR: Gaya Koboi Menkeu Purbaya Bisa Ringankan Beban APBN 2026

Menkeu Purbaya Buru 200 Penunggak Pajak Besar: Mereka Nggak Akan Bisa Lari

Kabar Baik Buat Kementerian dan Lembaga Negara, Kemenkeu Buka Blokir Belanja K/L Rp 168 T
