Kesehatan Mental

Kebiasaan New Normal Akankah Bertahan?

annehsannehs - Selasa, 22 Desember 2020
Kebiasaan New Normal Akankah Bertahan?

Diperkirakan, perilaku kita akan kembali normal setelah pandemi berakhir. (Foto unsplash/@mehrinegarin)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

BANYAK kebiasaan yang lahir sejak corona virus melanda. Saat ini, pasti kamu tidak lagi heran jika melihat orang-orang yang menggunakan masker, shower cap, face shield, dan sarung tangan ketika sedang berbelanja. Bahkan, bisa jadi kamu adalah salah satu dari mereka yang sangat preventif ketika hendak bepergian keluar rumah.

Coba bayangkan satu tahun yang lalu. Mungkin, kamu akan menertawakan orang-orang tersebut dan menganggap mereka sebagai freak. Nah, fenomena itu merupakan bagian dari gaya hidup kenormalan baru yang saat ini sedang kita terapkan.

BACA JUGA:

Sesuaikan dengan Sifat dan Kepribadian, ini 4 Ide Hadiah Natal

New normal pun bukan baru kali saja terjadi. Ketika Ramadan yang dirayakan lebih dari 87,2% masyarakat Indonesia, banyak yang mengubah pola makan, jam tidur, bersekolah hanya setengah hari, serta kesadaran untuk menjaga jarak karena aroma mulut yang kurang sedap.

Kebiasaan kita saat ini dipicu oleh rasa takut. Apa akan bertahan lama? (Foto Unsplash/@martinsanchez)
Kebiasaan kita saat ini dipicu oleh rasa takut. Apa akan bertahan lama? (Foto Unsplash/@martinsanchez)

Para nonmuslim akan ikut melakukan kesadaran untuk tidak sembarangan makan dan minum di depan umum untuk menghormati mereka yang sedang berpuasa. Puasa membuat para umat muslim melatih kebiasaan dan pemaknaan baru, salah satunya ialah rasa lapar yang dimaknai sebagai pelajaran untuk merendahkan hati.

Kala Ramadan berakhir, umat muslim berharap agar kebiasaan baik akan terbawa di bulan-bulan berikutnya mulai dari menahan godaan makan, tidak terjebak dengan kehidupan malam yang identik dengan minuman beralkohol, tak terpancing untuk bergosip, dan rajin baca kitab suci.

COVID-19 membuat kita harus menerapkan new normal. (Foto unsplash/@kilianfoto
COVID-19 membuat kita harus menerapkan new normal. (Foto unsplash/@kilianfoto)

Sayangnya, kebiasaan-kebiasaan tersebut kerap mengendur sampai kemudian diingatkan kembali pada Ramadan tahun berikutnya. Lantas, apakah new normal yang mempromosikan kebersihan dan kesehatan ini akan benar-benar mengubah perilaku kita di masa depan? Sampai kapan akan bertahan?

Menurut penelitian dari BAYK Strategic Sustainability, perubahan itu butuh pemicu. Pemicu new normal saat ini ialah rasa takut, sakit, dan kecemasan. Karena takut terkena COVID-19, lebih dari 60% orang bekerja dan beribadah dari rumah. Mereka mengakui bahwa WFH lebih bisa membuat mereka irit ongkos transportasi dan biaya makan di luar rumah.

Setelah vaksin hadir dan pandemi berakhir, amat mungkin rasa takut dan cemas akan hilang karena sudah tidak ada lagi kabar mengenai kematian, rumah sakit yang penuh, serta tidak diperlukan lagi protokol kesehatan yang sangat berlebihan ketika ingin bepergian. Karena pemicunya hilang, the old normal amat mungkin kembali berlaku.

BACA JUGA:

3 Film Natal yang Relate Banget Untuk Kaum Milenial dan Z

Sebagian lain ada yang merasa mendapat pencerahan atas pandemi ini. Mulai dari urusan higienitas, stay at home, belajar, dan masak di rumah, serta pola konsumsi.

Dari penelitian BAYK, yang akan ngegas setelah pandemi usai ialah para UMKM, terutama di sektor kreatif yang memiliki produk dengan social currency alias mata uang sosial. Hal itu bisa mengangkat pencitraan seseorang.

Buat kamu nih, apakah kira-kira kamu tetap memperhatikan kesehatan dan kebersihan ketika pandemi berakhir?(SHN)

Baca Juga:

3 Film Natal 2020 yang Sayang Dilewatkan

#Gaya Hidup #Kesehatan #Kesehatan Mental #New Normal
Bagikan
Ditulis Oleh

annehs

Berita Terkait

Lifestyle
Belanja Cepat, Kebiasaan Baru Kaum Urban
Sejalan dengan urbanisasi, gaya hidup serbacepat, serta perkembangan infrastruktur logistik di Indonesia.
Dwi Astarini - Jumat, 19 September 2025
  Belanja Cepat, Kebiasaan Baru Kaum Urban
Indonesia
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak
Pemerintah DKI melalui dinas kesehatan akan melakukan penanganan kasus campak agar tidak terus menyebar.
Dwi Astarini - Jumat, 12 September 2025
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak
Lifestyle
Kombinasi Efisiensi dan Kenyamanan Jadi Solusi Cuci Pakaian di Era Modern
Mesin Cuci Japandi dirancang untuk menghadirkan pengalaman mencuci yang lebih efisien.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 12 September 2025
Kombinasi Efisiensi dan Kenyamanan Jadi Solusi Cuci Pakaian di Era Modern
Fashion
Wondherland 2025: Fashion & Fragrance Festival dengan Pengalaman Belanja Paling Personal
Wondherland berkolaborasi dengan Scent of Indonesia (SOI), untuk membawa konsep 'anti blind buy experience' di edisi 2025.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 09 September 2025
Wondherland 2025: Fashion & Fragrance Festival dengan Pengalaman Belanja Paling Personal
Indonesia
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Langkah cepat yang diambil jajaran Dinkes DKI untuk mencegah penyakit campak salah satunya ialah melalui respons penanggulangan bernama ORI (Outbreak Response Immunization).
Dwi Astarini - Selasa, 09 September 2025
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Indonesia
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lonjakan kasus malaria yang kembali terjadi setelah daerah tersebut sempat dinyatakan eliminasi pada 2024 itu harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Dunia
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Menkes AS juga menghapus program pencegahan penyakit yang krusial.
Dwi Astarini - Rabu, 03 September 2025
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Lifestyle
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Mereka yang membatasi makan kurang dari delapan jam sehari memiliki risiko 135 persen lebih tinggi meninggal akibat penyakit kardiovaskular.
Dwi Astarini - Selasa, 02 September 2025
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Indonesia
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran
Irma mendorong BPJS Kesehatan untuk bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik
Angga Yudha Pratama - Kamis, 28 Agustus 2025
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran
Bagikan