Opini

Karut-marut Kebijakan Nikel yang Konsisten untuk Inkonsistensi

Wisnu CiptoWisnu Cipto - Kamis, 21 November 2019
Karut-marut Kebijakan Nikel yang Konsisten untuk Inkonsistensi

Ilustrasi. (esdm.go.id)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menghadiri pemberian penghargaan Indonesia Mining Association (IMA), Rabu 20 November 2019 menyatakan dirinya optimis permasalahan defisit neraca perdagangan akan selesai dalam 3 tahun, jika hilirisasi mineral khususnya nikel berjalan. Sebuah pernyataan yang menantang dicermati sejalan dengan fenomena carut marut kebijakan nikel belakangan ini.

Sebagaimana diketahui, Pemerintah melalui Kementerian ESDM pada tanggal 30 April 2018 mengeluarkan Permen ESDM Nomor 25/2018 yang diantaranya mengatur ekspor nikel ore kadar 1.7% kebawah. Kebijakan ini ditempuh untuk mendorong para penambang membangun smelter yang biayanya sangat mahal dengan batas waktu sampai dengan 11 Januari 2022.

Baca Juga:

Luhut Cabut Larangan Ekspor Bijih Nikel


Penambang meyakini kebijakan ini sebagai jalan tengah yang komprehensif agar kehendak UU Nomor 4/2009 tentang Minerba dapat dilaksanakan.

Akan tetapi, dengan pertimbangan cadangan nikel yang hanya tinggal 7-8 tahun (Dirjen Energi dan Sumber Daya Mineral tanggal 2 September 2019), pada tanggal 30 Agustus Pemerintah melalui Kementrian ESDM menerbitkan Permen ESDM Nomor 11/2019 sebagai perubahan Permen ESDM Nomor 25/2018 yang bertujuan mempersingkat waktu ekspor menjadi tanggal 31 Desember 2019.

Percepatan ini kontan membuat gaduh pernikelan nasional. Namun, yang membuat lebih gaduh dan memicu ketidak pastian dikalangan penambang nikel yang notabene pengusaha yang sedang membangun smelter adalah keputusan dan pernyataan Kepala BKPM yang mengeluarkan larangan ekspor nikel ore 1.7% mulai tanggal 29 Oktober 2019 secara lisan serta tanpa disertai pertimbangan dan alasan yang dapat dipahami.

tambang
Foto udara aktivitas pertambangan PT. Semen Bosowa Maros, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Kamis (5/3). (Foto: ANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang)


Pernyataan ini sendiri adalah keputusan diskusi antara Kepala BKPM, Bahlil dengan pengusaha nikel pada tanggal 28 Oktober 2019. Benarkah mereka mewakili penambang nikel?.

Kalau melihat hiruk pikuk Sekjen Asosisiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy diberbagai media, tersirat bahwa mereka tidak mewakili penambang nikel.

Keputusan tersebut diperkirakan terkait dengan pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi, LB Panjaitan yang mengatakan telah terjadi peningkatan signifikan pengapalan nikel ore yang semula pada kisaran 20 kapal/bulan menjadi 100 – 130 kapal/bulan, negara dirugikan sangat besar.

Sayang, tidak dijelaskan mulai kapan peningkatan tersebut terjadi dan apa hubungannya dengan Permen ESDM nomor 11/2109. Yang pasti bertentangan dan menabraknya.

Tidak tanggung-tanggung dalam pernyataan lisan tersebut, juga diperintahkan jajaran terkait untuk tidak menerbitkan izin dan pelayanan ekspor kepada kapal yang sudah tiba maupun sedang dalam proses pemuatan. Tindakan yang sangat merugikan penambang.

Baca Juga:

Belasan Smelter Nikel Sudah Beroperasi

Bukankah langkah dan tindakan ini terkatagori abuse of power?. Apapun argumentasinya, dipastikan penambang sulit memahami, karena terkait dengan perhitungan finansial, kepercayaan, dan penyelelesaian smelter yang sedang dalam proses.

Akan tetapi, para Penambang juga berusaha untuk dapat memahami apalagi demi kepentingan mobil listrik yang gencar dipromosikan LB Panjaitan. Tentu, sepanjang pemerintah menerbitkan Tata Niaga Nikel yang transparent, accountable dan applicable.

Pasca keluarnya larangan ekspor per 29 Oktober 2019, tidak hanya kalangan penambang yang tergabung dalam APNI, ketidak pastian sesungguhnya juga muncul di antara stake holder ekspor nikel ore dalam pemerintahan.

Terkait Tata Niaga Nikel, harga Ni kadar 1.7% , harga yang dikehendaki APNI adalah Harga Patokan Mineral (HPM) yang ditetapkan pemerintah berdasarkan harga internasional. Tuntutan APNI ini bukan tidak berdasar, tetapi dihitung dari beban penambang untuk seluruh beaya produksi ditambah biaya angkut, pajak-pajak dan royalty kepada pemerintah sebesar 5%.

Tambang
Kawasan Pertambangan (Foto: esdm.go.id)


Inkonsistensi justru datang dari pemilik smelter yang berkewajiban menyerap nikel berkadar Ni 1.7%. Mereka hanya mau membeli dengan harga US$ 15 dan tidak mempedulikan HPM. Dalam kondisi tertentu mereka bahkan tidak mau membelinya. Sebuah situasi yang sangat sulit dihadapi para penambang.

Hal penting lain terkait Tata Niaga Nikel yang dikeluhkan penambang adalah surveyor. Pemerintah telah menunjuk lima surveyor yaitu Sucofindo, Surveyor Indonesia, Carsurin, Geo Service dan Anindya.

Realitanya, kelima surveyor ini hanya digunakan oleh penambang, sebaliknya pemilik smelter hanya menggunakan surveyor yang mereka kontrak sendiri. Dalam Tata Niaga yang tidak mengikat para pihak seperti ini, yang dirugikan pasti para penambang. Akibatnya yang ditimbulkan adalah reject terhadap nikel ore yang siap dibeli.

Dalam situasi ini, hanya ada dua pilihan bagi penambang, menerima atau memberikan nikel ore cuma-cuma.
Menerima, karena kalau tidak penambang harus mengeluarkan beaya operasi dan beaya pengiriman baru. Sebaliknya apabila menolak pasti akan memberikan ore cuma-cuma kepada pemilik smelter.

Baca Juga:

Smelter Beri Manfaat Berkesinambungan Perusahaan Tambang


Apabila fenomena kisruh kebijakan nikel ini benar, inkonsistensi terhadap kebijakan Pemerintah terus terjadi. Suka tidak suka, Pemerintah harus berdiri di tengah, bijaksana dan adil. Rencana Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan melakukan investigasi merupakan langkah tepat dan bagus.

Namun, hasil dan keputusan KPPU pasca investigasi harus dipatuhi semua pihak dan dijadikan bahan oleh Pemerintah untuk menyusun Tata Niaga Nikel yang transparent, accountable dan applicable. Kalau tidak isu kartel akan menguat.

Disamping penerbitan Tata Niaga Nikel, Pemerintah harus dapat menjadikan Tata Niaga Nikel sebagai instrument pemaksa yang memungkinkan hilirisasi nikel terwujud. Untuk itu Pemerintah harus mampu melakukan pengawasan dan pengendalian secara serius dengan integritas tinggi.

Semua pihak hendaknya memahami bahwa optimisme Presiden Jokowi untuk hilirisasi merupakan optimisme terhadap obsesi dan cita-cita bersama.

Adalah sangat luhur apabila Indonesia terbebas dari ekspor mineral termasuk nikel dan hukum rimba pernikelan Indonesia dapat dihilangkan.

Komitmen para pendahulu bangsa sebagaimana Pasal 33 UUD 1945 hanya dapat diwujudkan apabila semua stake holder menjauhi sikap inkonsistensi karena kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan, sebaliknya konsisten untuk mewujudkan adil yang berkemakmuran dan makmur yang berkeadilan di tengah defisit neraca perdagangan dan hutang negara yang semakin membengkak. (*)

Baca Juga:

Presiden Berharap Sulteng dapat Produksi Barang dari Nikel

Letjen Bambang Darmono
Letjen (Purn) Bambang Darmono


Tulisan ini dibuat oleh Letjen (Purn) Bambang Darmono, Ketua Dewan Pembina Institute for Democracy, Security and Strategic Studies dan eks Kepala Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B)

#Nikel
Bagikan
Ditulis Oleh

Wisnu Cipto

Berita Terkait

Indonesia
Tambang Nikel di Raja Ampat Kembali Beroperasi, Begini Permintaan Menteri Lingkungan Hidup
Pemerintah mengatur perusahaan tambang tersebut membangun banyak tahapan kolam pengendapan agar saat terjadi hujan yang membawa air larian bukaan tambang tidak langsung jatuh ke badan sungai.
Alwan Ridha Ramdani - Senin, 15 September 2025
Tambang Nikel di Raja Ampat Kembali Beroperasi, Begini Permintaan Menteri Lingkungan Hidup
Indonesia
Pabrik Terintegrasi Baterai Kendaraan Listrik di Karawang Serap Investasi Rp 100 Triliun, Diklaim Serap 8 Ribu Pekerja
Pabrik baterai di Karawang berada di atas lahan seluas 43 hektare dan dioperasikan oleh perusahaan patungan PT Contemporary Amperex Technology Indonesia Battery (CATIB)—hasil kolaborasi IBC dengan CBL, anak usaha raksasa baterai dunia Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL).
Alwan Ridha Ramdani - Minggu, 29 Juni 2025
Pabrik Terintegrasi Baterai Kendaraan Listrik di Karawang Serap Investasi Rp 100 Triliun, Diklaim Serap 8 Ribu Pekerja
Indonesia
Legislator Sebut Pencabutan Izin Tambang di Raja Ampat Bentuk Kehati-hatian Prabowo Terhadap Lingkungan
Ini adalah bukti bahwa Presiden mendengar suara rakyat, berpihak pada kelestarian alam
Angga Yudha Pratama - Rabu, 11 Juni 2025
Legislator Sebut Pencabutan Izin Tambang di Raja Ampat Bentuk Kehati-hatian Prabowo Terhadap Lingkungan
Indonesia
PT GAG Nikel Lolos Sanksi, Ketua Komisi VII Tegaskan IUP-nya Bukan Muncul Sekonyong-konyong
Izin PT GAG Nikel tidak dicabut karena memiliki dasar hukum dan legalitas yang kuat.
Wisnu Cipto - Selasa, 10 Juni 2025
PT GAG Nikel Lolos Sanksi, Ketua Komisi VII Tegaskan IUP-nya Bukan Muncul Sekonyong-konyong
Indonesia
Pemerintah Hentikan Izin Pertambangan di Raja Ampat, Jaga Komitmen Pelestarian Lingkungan
Keputusan ini juga menjadi bukti bahwa suara masyarakat lokal yang selama ini memperjuangkan kelestarian wilayahnya didengar dan dihargai.
Dwi Astarini - Selasa, 10 Juni 2025
Pemerintah Hentikan Izin Pertambangan di Raja Ampat, Jaga Komitmen Pelestarian Lingkungan
Indonesia
Pulau Gag Aman, PT GAG Nikel Tetap Beroperasi di Raja Ampat
Di sisi lain, pemerintah juga telah mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) empat perusahaan lain
Angga Yudha Pratama - Selasa, 10 Juni 2025
Pulau Gag Aman, PT GAG Nikel Tetap Beroperasi di Raja Ampat
Indonesia
4 Izin Usaha Pertambangan Nikel di Raja Ampat Dicabut, Kecuali PT Gag Nikel
Bahlil telah menghentikan sementara aktivitas tambang nikel PT Gag Nikel di Raja Ampat sejak Kamis (5/6), menyusul penolakan dari aktivis lingkungan dan masyarakat sipil karena dinilai mengancam ekosistem.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 10 Juni 2025
4 Izin Usaha Pertambangan Nikel di Raja Ampat Dicabut, Kecuali PT Gag Nikel
Indonesia
Cemari Raja Ampat, Bahlil Diminta Tindak Tegas Perusahaan Tambang Nikel
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, diminta untuk menindak tegas perusahaan tambang nikel yang mencemari lingkungan di Raja Ampat.
Soffi Amira - Senin, 09 Juni 2025
Cemari Raja Ampat, Bahlil Diminta Tindak Tegas Perusahaan Tambang Nikel
Indonesia
Praktik Tambang Nikel di Raja Ampat Bentuk Pelanggaran Undang-Undang Menurut Pengamat
Seperti UU Perusakan Hutan No 18 Tahun 2013 serta Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang?Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”)
Frengky Aruan - Senin, 09 Juni 2025
Praktik Tambang Nikel di Raja Ampat Bentuk Pelanggaran Undang-Undang Menurut Pengamat
Indonesia
Bantah Tambang Nikel di Raja Ampat Merusak Alam, Gubernur Klaim Warga Justru Minta Proyek Dilanjutkan
Menurutnya, tidak ada air berwarna cokelat seperti video viral itu.
Dwi Astarini - Senin, 09 Juni 2025
Bantah Tambang Nikel di Raja Ampat Merusak Alam, Gubernur Klaim Warga Justru Minta Proyek Dilanjutkan
Bagikan