Bedah Ancaman Koalisi Gemuk Jokowi Jilid 2, Kolesterol sampai Komplikasi

Wisnu CiptoWisnu Cipto - Senin, 08 Juli 2019
Bedah Ancaman Koalisi Gemuk Jokowi Jilid 2, Kolesterol sampai Komplikasi

Jokowi dan Prabowo saat debat keempat capres di Jakarta (Foto: antaranews)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Koalisi Indonesia Adil Makmur pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019 telah membubarkan diri setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi menetapkan rivalnya Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.

Koalisi ini sebelumnya didukung oleh Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat. Belakangan santer terdengar bahwa keempat partai tersebut bakal merapat ke kubu pendukung pemerintah.

BACA JUGA: Tawaran Koalisi Kubu Jokowi Strategi Kubur Masa Depan Gerindra di 2024

Koalisi pasca Pilpres memang memiliki tingkat kerumitan tersendiri. Meski seorang capres bisa mendapat suara signifikan dalam pilpres, dukungan politik di parlemen nanti tak bisa diabaikan agar pemerintahan berjalan efektif. Logika matematika politik tak bisa dipungkiri memengaruhi pola koalisi pascapilpres.

Kabar Buruk Bagi Demokrasi

ancaman koalisi
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan bersama Presiden Jokowi saat buka puasa bersama lembaga tinggi negara di Istana (Foto: antaranews)

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menilai isu rekonsiliasi memaksa Jokowi untuk melakukan pendekatan kepada partai di luar koalisi pendukungnya. Menurut dia, bergabungnya partai-partai oposisi ke kubu pemerintah akan menimbulkan komplikasi demokratik.

"Kalau semua partai di luar (pemerintah) setelah pemilu kemudian masuk dalam gelanggang kekuasaan buat apa ada Pemilu? Pemilu itu kan gunanya untuk menguji narasi program yang ditawarkan masing-masing kubu," kata Burhan saat ditemui MerahPutih.com, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (7/7).

Partai-partai pemenang pilpres, kata Burhan, idealnya berada "di dalam" untuk mengelola pemerintahan, sementara "yang di luar" merepresentasikan pihak yang kalah sehingga harus menjadi blok oposisi di parlemen.

"Menjadi oposisi dalam konstruksi demokratis itu sama bijaknya secara demokratik," imbuh pria kelahiran Rembang ini.

Ancaman Koalisi Jokowi Jilid 2
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi (MP/Ponco Sulaksono)

Namun, kata Burhan, perilaku partai politik di Indonesia tidaklah selinier yang dibayangkan. Nafsu politisi untuk selalu berada di dalam gerbong kekuasaan akan membuat peta koalisi rentan berubah. Ia lantas mencontohkan Golkar, sejak Pilpres 2004 hingga 2014 capres yang diusung partai beringin selalu kalah, namun Golkar tetap masuk dalam koalisi pendukung pemerintah.

"Kalau kemudian Gerindra, Demokrat dan PAN masuk dalam gelanggang kekuasaan, oposisi jadi sepi peminat, itu jadi kabar buruk buat demokrasi. Karena fungsi oposisi sebagai penyampai alternatif yang kredibel itu tidak terjadi. Dan Akhirnya kekuasaan menjadi sangat hegemonik," jelas Burhan.


Tiga Paket Pilihan Koalisi Jokowi

jokowi rayakan
Presiden dan Wakil Presiden Terpilih 2019-2024 Jokowi-Ma'ruf (tengah) bersama jajaran Tim Kampanye Nasional, memberikan keterangan pers di Gedung KPU RI, Jakarta, Minggu (30/6/2019). (Rangga Pandu Asmara Jingga)

Peraih gelar doktor dari Departement of Political and Social Change, Australian National University (ANU) ini menjelaskan, secara teoritis, Jokowi sebagai pemenang pilpres bisa memilih tiga paket besaran koalisi: koalisi mini (minority coalition), koalisi ramping (minimal winning coalition), dan koalisi maksi (oversized coalition).

Koalisi mini terlalu berisiko karena posturnya terlalu kecil untuk mendukung pemerintahan di parlemen. Hal itu tampak pada periode awal pemerintahan Jokowi jilid satu. Ketika dilantik pada Oktober 2014, Jokowi memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk membentuk formasi kabinet berdasarkan kabinet minimalis. Secara politik, Jokowi hanya bertumpu pada empat partai PDI-P, NasDem, PKB dan Hanura dengan jumpah total kursi 37 persen di DPR.

BACA JUGA: Koalisi Jokowi-Ma'ruf Tidak Perlu Ada Penambahan Partai

Jokowi, kata Burhan, saat itu menjadi "presiden minoritas" dalam tiga lapis sekaligus: figur baru yang langsung melejit ke pentas nasional, tidak memiliki kendali atas partainya sendiri dan hanya mengandalkan koalisi ramping di parlemen. Alhasil, pemerintahan menjadi tidak efektif karna partai koalisi di parlemen tak mampu mengamankan program-program pemerintah.

Sebaliknya, koalisi obesitas juga terbukti tidak efektif seperti pengalaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jilid kedua yang diusung 75 persen kekuatan politik di parlemen, tetapi ibarat seseorang yang "kegemukan" gerak komunikasi Setgab kala itu terlalu lamban dan sakit-sakitan.

"Kalau misalnya Demokrat masuk, PAN masuk, Gerindra masuk, disisakan PKS justru yang terjadi koalisi itu obesitas. Ibarat orang yang terlalu gemuk, tak lincah dalam bergerak dan akibatnya banyak lemak jahat yang membuat disipilin koalisi lemah. Dan ketika disipilin koalisi melemah yg terjadi adalah presiden gagal memanage koalisinya," papar Burhan.

kabinet SBY
Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2 di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (ANT)

"Terlalu banyak kolestrol politik yang mengakibatkan Pak SBY saat itu gagal melakukan proses disiplin koalisi yang solid. Dan akibatnya Golkar dan PKS dengan manuver isu centurynya turut menggrogoti legitimasi dan aproval rating Pak SBY. Bukan tidak mungkin Gerindra ditarik, Demokrat ditarik, PAN ditarik, fisiknya ada di koalisi tapi hatinya ada di oposisi," imbuh dia.

#Politik #Jokowi #Koalisi Pilpres
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
Eddy Soeparno Tegaskan Presiden Prabowo tidak Dikendalikan Jokowi
Setiap presiden yang telah dilantik memiliki kewenangan penuh sebagaimana diatur dalam konstitusi untuk menjalankan pemerintahan.
Dwi Astarini - Jumat, 07 November 2025
Eddy Soeparno Tegaskan Presiden Prabowo tidak Dikendalikan Jokowi
Indonesia
Polisi Tunggu Kedatangan Roy Suryo, Segera Diperiksa sebagai Tersangka Kasus Ijazah Jokowi
Polisi kini menunggu kedatangan Roy Suryo. Ia akan diperiksa sebagai tersangka kasus ijazah palsu Jokowi.
Soffi Amira - Jumat, 07 November 2025
Polisi Tunggu Kedatangan Roy Suryo, Segera Diperiksa sebagai Tersangka Kasus Ijazah Jokowi
Indonesia
Sudah Kantongi Barang Bukti, Polisi Sebut Tersangka Edit hingga Manipulasi Ijazah Jokowi
Polisi sebut para tersangka mengedit hingga memanipulasi ijazah Jokowi. Polisi bahkan sudah mengantongi barang bukti.
Soffi Amira - Jumat, 07 November 2025
Sudah Kantongi Barang Bukti, Polisi Sebut Tersangka Edit hingga Manipulasi Ijazah Jokowi
Indonesia
Roy Suryo Jadi Tersangka Kasus Ijazah Palsu Jokowi, Polda Metro Jaya: Terbukti Sebarkan Hoax
Roy Suryo jadi tersangka kasus ijazah palsu Jokowi. Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini.
Soffi Amira - Jumat, 07 November 2025
Roy Suryo Jadi Tersangka Kasus Ijazah Palsu Jokowi, Polda Metro Jaya: Terbukti Sebarkan Hoax
Indonesia
Polisi Tetapkan 8 Tersangka Kasus Ijazah Palsu Jokowi, Salah Satunya Berinisial RS
Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ijazah palsu Jokowi.
Soffi Amira - Jumat, 07 November 2025
Polisi Tetapkan 8 Tersangka Kasus Ijazah Palsu Jokowi, Salah Satunya Berinisial RS
Indonesia
Nasib Laporan Jokowi Terkait Ijazah Palsu ke Polda Metro Ditentukan Hari Ini
Polda Metro Jaya dijadwalkan menggelar konferensi pers untuk mengumumkan hasil penyidikan perkara tuduhan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), hari ini.
Wisnu Cipto - Jumat, 07 November 2025
 Nasib Laporan Jokowi Terkait Ijazah Palsu ke Polda Metro Ditentukan Hari Ini
Indonesia
Penentuan Penerus Takhta Kerajaan Surakarta, Jokowi Tolak Ikut Campur
Menghargai keluarga besar keraton dan adat istiadat yang ada.
Dwi Astarini - Kamis, 06 November 2025
Penentuan Penerus Takhta Kerajaan Surakarta, Jokowi Tolak Ikut Campur
Indonesia
Ini Kata Jokowi Soal Rencana Pemberian Gelar Pahlawan Nasional ke Soeharto
Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara mengenai pemerintah pusat akan memberikan gelar pahlawan pada Presiden ke-2 Soeharto dan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 06 November 2025
Ini Kata Jokowi Soal Rencana Pemberian Gelar Pahlawan Nasional ke Soeharto
Indonesia
Prabowo Bantah Takut dengan Jokowi, Minta Rakyat Hormati Mantan Presiden
Presiden RI, Prabowo Subianto, membantah takut dengan Jokowi. Ia mengatakan, bahwa masyarakat harus menghormati mantan pemimpin bangsa.
Soffi Amira - Kamis, 06 November 2025
Prabowo Bantah Takut dengan Jokowi, Minta Rakyat Hormati Mantan Presiden
Indonesia
Projo Bakal Hilangkan Logo Muka Jokowi, Budi Arie Berikan Sinyal Tinggalkan Jokowi
Dalam pernyataan, terbarunya, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika era Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu membantah anggapan bahwa Projo adalah singkatan dari Pro-Jokowi'.
Alwan Ridha Ramdani - Rabu, 05 November 2025
Projo Bakal Hilangkan Logo Muka Jokowi, Budi Arie Berikan Sinyal Tinggalkan Jokowi
Bagikan