UU HPP Diterapkan, Defisit APBN Diproyeksi Bisa Berkurang


Layanan Pajak. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Penerimaan negara bakal bertambah dengan penerapan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pada tahun 2022 diproyeksikan, aturan ini bisa membantu tambahan anggaran pada tahun depan atau menyumbang 0,5 sampai 0,7 persen dari GDP
"Kalau UU HPP ini diterapkan mulai tahun depan, kita menghitung ada potensi additional revenue kurang lebih Rp 90 triliun hingga Rp 121 triliun untuk 2022," ujar Chief Economist Mandiri Sekuritas Leo Putera Rinaldy di Jakarta, Selasa (30/11).
Baca Juga:
Sudah Ada UU HPP, Sri Mulyani Kejar Perluasan Basis Pajak
Dalam APBN 2022, penerimaan negara ditargetkan mencapai Rp 1.846,1 triliun dan jumlah tersebut belum memperhitungkan dampak berlakunya UU HPP.
"Ini bisa menjadi additional buffer buat pemerintah, misalnya untuk menurunkan budget deficit. Dan kalau kita hitung, dengan penerapan UU HPP, akselerasi untuk GDP bisa di atas 9 persen," ujar Leo.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan melakukan berbagai upaya agar target penerimaan negara khususnya perpajakan pada 2022 tercapai, sejalan dengan agenda reformasi perpajakan yang sedang berlangsung.
"Kemenkeu akan memperluas basis pajak dalam reformasi pajak ini, insentif fiskal terukur dan selektif, serta memperbaiki national logistic ecosystem untuk meningkatkan sistem logistik nasional dan meningkatkan penerimaan dari sumber daya alam kita terutama ketika harga komoditas sedang membaik," ujar Sri Mulyani.
Pada 2022, penerimaan negara ditargetkan sebesar Rp 1.846,1 triliun, terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 1.510 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 335,6 triliun dan hibah Rp 0,56 triliun.
Sedangkan dari sisi belanja negara, pemerintah menganggarkan belanja negara Rp 2.714,2 triliun pada 2022, yang terdiri dari Rp 1.944,5 triliun belanja pemerintah pusat dan Rp 769,6 triliun belanja transfer keuangan daerah dan dana desa (TKDD).

Belanja pemerintah pusat, diarahkan untuk peningkatan sumber daya manusia, belanja kesehatan, bantuan sosial dan pendidikan, serta infrastruktur untuk mendukung reformasi struktural dan meningkatkan efektivitas belanja negara.
Rincian belanja APBN 2022 yakni belanja pendidikan mencapai Rp 542,8 triliun, kesehatan sebesar Rp 255,4 triliun, perlindungan sosial mencapai Rp 431,5 triliun, infrastruktur mencapai Rp 365,8 triliun, ketahanan pangan senilai Rp 92,2 triliun, pariwisata sejumlah Rp 10,2 triliun dan bidang teknologi informasi dan komunikasi mencapai Rp 25,4 triliun. Sementara untuk TKDD (Transfer Keuangan Daerah dan Dana Desa) Rp 769,6 triliun.
Dengan asumsi penerimaan dan belanja negara di 2022 tersebut, pemerintah menargetkan defsit APBN 2022 sebesar 4,85 persen dari Produk Domestik Bruto atau Rp 868 triliun. Defisit itu menurun dari outlook 2021 yang sebesar 5,2-5,4 persen PDB. (Asp)
Baca Juga:
Begini Aturan Anyar Sanksi Administratif Perpajakan Setelah UU HPP Disahkan
Bagikan
Asropih
Berita Terkait
Celios Desak Reset Ekonomi Indonesia, Copot Menkeu Sampai Pemberian Subsidi Tunai ke Rakyat

Penjarahan Rumah Pribadi Menkeu Sri Mulyani Jadi Sorotan, Pengamanan Idealnya Setara Wakil Presiden

Menkeu Sri Mulyani Pastikan Tidak Ada Kenaikan Pajak Baru di 2026

Langkah Konkret Yang Bisa Diambil Pemerintah Saat Rakyat Demo, Salah Satunya Turunkan Pajak Jadi 8 Persen

Legislator Minta Anggaran Kesehatan RAPBN 2026 Wajib Berorientasi pada Kebutuhan Rakyat

Pengusaha Sambut Diskon Pajak Hotel dan Restoran di Jakarta, Putaran Ekonomi Bisa Naik

Prabowo: Efisiensi Anggaran Jangan Diartikan Potong Transfer Daerah

Fraksi PSI DKI Apresiasi Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Beri Diskon Pajak Restoran dan Perhotelan, Berharap Tingkatkan Penyerapan Tenaga Kerja

[HOAKS atau FAKTA]: Penghasilan Pekerja Seks Komersial Kena Pajak dari Pemerintah
![[HOAKS atau FAKTA]: Penghasilan Pekerja Seks Komersial Kena Pajak dari Pemerintah](https://img.merahputih.com/media/b4/51/d5/b451d58a3a8276de745449d5505e8d95_182x135.jpg)
DPR-Pemerintah Sepakati Asumsi RAPBN 2026, Suku Bunga dan Rupiah Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi?
