Tiga Politisi Partai Demokrat Dipanggil KPK Terkait Korupsi e-KTP


Juru Bicara KPK Febri Diansyah. (MP/John Abimanyu)
MerahPutih.Com - Tiga politisi Partai Demokrat masing-masing Marzuki Alie, Nurhayati Ali Assegaf dan Taufik Effendi dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadi saksi dalam kasus korupsi e-KTP.
Ketiga poltisi Demokrat itu akan diperiksa bersama Djamal Aziz dari Hanura dan seorang wiraswastawan Alexander Wunaryo untuk tersangka Made Oka Masagung dan Irvanto Hendra Pambudi.
"Hari ini, penyidik dijadwalkan memeriksa lima orang saksi untuk tersangka Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (26/6).
Untuk diketahui, nama Nurhayati sempat disebut oleh Irvanto yang menjadi saksi dalam persidangan dengan terdakwa mantan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/5).

Sebagaimana dilansir Antara, Irvanto dalam persidangan itu merinci sejumlah uang yang ia serahkan kepada anggota DPR lainnya, yaitu mantan Ketua Komisi II Chairuman Harahap sebesar 500 ribu dolar AS dan satu juta dolar AS, selanjutnya Melchias Markus Mekeng satu juta dolar AS, mantan Ketua Fraksi Partai Golkar Agun Gunanjar 500 juta dolar AS dan satu juta dolar AS, mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Jafar Hafsah 500 ribu dolar AS dan 100 ribu dolar AS, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Assegaf 100 ribu dolar AS.
Irvanto yang merupakan keponakan Setya Novanto dan Made Oka, pengusaha sekaligus rekan Novanto telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi e-KTP pada 28 Februari 2018 lalu.
Irvanto diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan e-KTP dengan perusahaannya, yaitu PT Murakabi Sejahtera dan ikut beberapa kali pertemuan di Ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek e-KTP, dan juga diduga telah mengetahui ada permintaan "fee" sebesar lima persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran e-KTP.
Disebutkan Irvanto diduga menerima total 3,4 juta dolar AS para periode 19 Januari-19 Februari 2012 yang diperuntukkan kepada Novanto secara berlapis dan melewati sejumlah negara.

Sedangkan Made Oka adalah pemilih PT Delta Energy, perusahaan SVP dalam bidang "investment company" di Singapura yang diduga menjadi perusahaan penampung dana.
Made Oka melalui kedua perusahaannya diduga menerima total 3,8 juta dolar AS sebagai peruntukan kepada Novanto yang terdiri atas 1,8 juta dolar AS melalui perusahaan OEM Investment Pte Ltd dari Biomorf Mauritius dan melalui rekening PT Delta Energy sebesar 2 juta dolar AS.
Made Oka Masagung diduga menjadi perantara uang suap untuk anggota DPR sebesar lima persen dari proyek e-KTP.
Keduanya disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(*)
Baca berita menarik lainnya dalam artikel: Penjabat Gubernur Sulsel: Survei Liar Berpotensi Timbulkan Konflik
Bagikan
Berita Terkait
Geger Kematian Balita di Sukabumi, Demokrat: Bukti Gagalnya Negara Lindungi Rakyat Miskin

Golkar Siapkan Posisi Jika Setnov Mau Aktif Lagi di Kepengurusan Partai

Golkar Tegaskan Setnov Tidak Pernah Dipecat, Statusnya Masih Kader Beringin

Menteri Hukum Tegaskan Pembebasan Bersyarat Setya Novanto Murni Wewenang Pengadilan

ICW Kritik Pembebasan Bersyarat Setya Novanto, Sebut Kemunduran dalam Pemberantasan Korupsi

Setnov Wajib Lapor Sebulan Sekali ke Penjara Sampai 2029, Bisa Dihukum Kembali jika Langgar Aturan

Tegaskan Roy Suryo Sudah Mundur Sejak 2019, Demokrat Sebut Ada Upaya Adu Domba SBY dengan Jokowi

Kondisi SBY Makin Membaik, 2-3 Hari Lagi Sudah Boleh Pulang dari RSPAD

MA Kabulkan PK Setya Novanto, Vonis Disunat Jadi 12 Tahun 6 Bulan

Menkum: Pengadilan Singapura Tolak Penangguhan Penahanan Paulus Tannos, Proses Ekstradisi Masih Panjang
