Ternyata, 48 Persen Penghasilan Nelayan Berasal dari Perempuan


Kapal milik nelayan di Juana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. (FOTO Antara/Yusuf Nugroho)
Penghasilan ekonomi keluarga nelayan di Indonesia, 48 persen berasal dari perempuan. Untuk itu, pemerintah perlu memberikan pengakuan dan perlindungan kepada perempuan nelayan di Indonesia.
Pelaksana Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Armand Manila menyatakan, jika Undang Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam tidak mewakili kepentingan perempuan di 10.666 desa pesisir di Indonesia.
Untuk itu, menurut Armand Manila, negara melalui pemerintah juga harus segera memberikan pengakuan politik kepada perempuan nelayan.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) Masnuah mengaku, pihaknya masih mendorong negara untuk memberikan pengakuan politik kepada mereka. Ia juga mengakui, pengakuan politik dari negara itu sangat penting untuk melindungi perempuan nelayan.
"Kenapa pengakuan politik itu penting? Contoh kasus, dari 1.000.000 asuransi nelayan yang difasilitasi negara, nyatanya hanya ada dua orang perempuan dari Gresik, Jawa Timur yang mendapatkan asuransi nelayan. Itu pun setelah melalui proses perdebatan panjang dengan dinas kelautan dan perikanan," ungkap Masnuah, seperti dilansir Antara, Kamis (/3).
Selain itu, ujar dia, pihaknya juga belum bisa melihat anggaran KKP yang dinilai masih belum berpihak dan diperuntukkan untuk perempuan nelayan.
Sebelumnya, sektor kemaritiman Nasional dan berbagai lembaga yang terkait dengan sektor tersebut perlu memiliki alokasi anggaran responsif gender yang mesti menjadi prioritas dan sinergi dari antarkementerian.
"Kami mendesak kepada pemerintah pusat untuk memprioritaskan kinerja perencanaan dan penganggaran responsif gender di kementerian atau lembaga negara yang bekerja di bidang kemaritiman," ujar Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanities Abdul Halim.
Menurut dia, terbitnya UU No. 7/2016 merupakan langkah maju dalam upaya pembelaan hak-hak konstitusional perempuan nelayan di sektor perikanan dan pergaraman skala kecil.
Abdul Halim mengingatkan bahwa Pasal 45 UU No. 7/2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam menyebutkan, "Kegiatan pemberdayaan harus memperhatikan keterlibatan dan peran perempuan dalam rumah tangga nelayan, rumah tangga pembudidaya ikan, dan rumah tangga petambak garam".
"Agar keberadaan UU tersebut memberi manfaat luas kepada perempuan nelayan di rumah tangga nelayan, rumah tangga pembudidaya ikan, dan rumah tangga petambak garam, maka kinerja bidang kemaritiman harus disertai dengan alokasi anggaran yang diorientasikan untuk mengatasi adanya perbedaan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan bagi perempuan nelayan," pungksanya.
Bagikan
Widi Hatmoko
Berita Terkait
Ditjen AHU Pastikan tak akan Ikut Campur Konflik Dualisme HNSI

Eks Menteri KKP Khawatir Kebijakan Pemutihan Utang Malah Bikin Petani-Nelayan Malas

15 Nelayan Indonesia Masih Ditahan di Darwin Australia

15 Nelayan Indonesia Ditangkap Otoritas Australia

Angin Kencang Bikin 6 Nelayan Bengkalis Lewati Batas Negara Malaysia

Melihat Kemegahan Pelabuhan Muara Baru di Pesisir Jakarta

Australia Pulangkan 35 Nelayan Indonesia Yang langgar Batas

Nelayan Rembang Respons Positif Program Penghapusan Kredit Macet Ganjar-Mahfud
Indonesia Segera Pulangkan Nelayan Sri Lanka

Nelayan Dumai Tidak Bisa Melaut karena Kekurangan BBM Bersubsidi
