Tari Passere dari Sulawesi Selatan, Tarian Sakral sebagai Media Rasa Syukur kepada Tuhan


Tari Passere atau Sere. (Website/infobudaya.net)
Merahputih.com - Tari Passere atau Sere merupakan tarian yang dilakukan sebagai ekspresi kedekatan masyarakat dengan sang pencipta. Seperti namanya, Passere atau Sere dalam bahasa Bugis berarti tarian sakral.
Passere merupakan peninggalan kerajaan Bulo-Bulo dan Todong, yang saat ini wilayahnya menjadi Kabupaten Sinjai.
Pertunjukan tari Passere melibatkan penari perempuan dan laki-laki. Mereka mesti mengenakan baju bodo, sarung bercorak garis hitam-merah, serta perhiasan.
Penari juga dibekali dengan kipas bundar yang disebut simpa, keris, dan selendang.
Dalam pertunjukan, penari didampingi oleh dukun (sanro) atau Bissu. Sanro menggunakan baju labbu dan sarung.
Tari Passere termasuk ke dalam tarian pemujaan kepada Tuhan YME. Tari ini dibagi ke dalam beberapa jenis, yang dibedakan berdasarkan pelaksanaannya.
Tari Passere misalnya dilakukan ketika suatu daerah dilanda penyakit atau saat musim panen tiba.
Baca juga:
Menjajal Segarnya Ikan dengan Sajian Palumara Khas Sulawesi Selatan
Di daerah lain di Sulawesi, juga ada tarian Sere, tepatnya Sere Api. Tarian ini sebagai ritual tahunan masyarakat Desa Gattareng yang berfungsi sebagai alat atau sarana komunikasi kepada Dewi Padi “Sang Hyang Sri” dan sebagai rasa syukur atas hasil cocok tanam yang akan segera dipanen.
Penari dalam tarian ini harus keturunan dari Tomatoa Malebi’ta yang artinya sudah menjadi keturunan dari orang tua yang berada sangat di atas.
Prosesi pelaksanaan pertunjukan pesta panen yang dimulai dari Ma’bette’ (membuat Bette’/ emping padi), lalu Ma’baca-baca, dan dilanjutkan dengan pertunjukan Sere Api yang diiringi musik Padendang.
Jumlah penari sebanyak 8 hingga 12 orang, yang terdiri enam orang laki-laki dan enam orang perempuan.
Peran penari pria sebagai Passere Api alias orang yang memainkan api. Sedangkan penari wanita sebagai Ana’ Padenda’ alias pemain musik lesung.
Dukun, sebelum memulai pertunjukan Sere Api, mesti melalukan ritual Pa’baca–baca atau dikenal juga memberikan Baca yang berupa mantra dan do’a. Biasanya berupa Ma’bette (Pembuatan Makanan Khas untuk Pesta Panen), Massuro, Ma’Baca Doang Nabi (Doa Keselamatan Nabi). (Tka)
Bagikan
Tika Ayu
Berita Terkait
Tahok dan Bubur Samin Solo Jadi Warisan Budaya tak Benda

Polda Sulawesi Selatan Tetapkan 11 Tersangka Pembakaran Gedung DPRD, Petugas Kebersihan Diduga Ikut Terlibat

Gedung DPRD Dibakar hingga 4 Warga Tewas di Makassar, Prabowo: Ini Tindakan Makar

Tradisi Yaa Qowiyyu Klaten, Ribuan Warga Berebut Gunungan Apem

KPK Juga Gelar OTT di Jakarta dan Sulsel Selain di Sultra Terkait Dugaan Suap Dana Alokasi Khusus

Tradisi Murok Jerami Desa Namang Resmi Diakui Jadi Kekayaan Intelektual Khas Indonesia

Lebaran Sapi, Tradisi Unik Warga Lereng Merapi Boyolali Rayakan Hewan Ternak

Filosofi Tradisi Kutupatan Jejak Peninggalan Sunan Kalijaga

Primadona Baru, Penumpang KA Makassar-Parepare Melonjak 3 Kali Lipat Lebih Pas Libur Lebaran

4 Tips Prank April Mop Sukses Mengundang Gelak Tawa
