Tak Banyak Menyerap Polutan, Tanaman Hias Lebih Bermanfaat untuk Kesehatan Mental


Tanaman diharapkan dapat membersihkan polusi udara dalam ruangan. (Foto: Pexels/Huy Phan)
SEBAGIAN besar orang tak menyadari berapa banyak polutan memenuhi ruangan rumahnya. Padahal di sinilah mereka menghabiskan banyak waktu setiap hari.
Selain itu, banyak produk yang kita gunakan untuk membersihkan dan menyegarkan ruangan di rumah, sekolah, dan tempat kerja malah menambahkan racun tak kasat mata ke udara.
"Bau segar bukanlah sekedar bau," kata Anne Hicks, spesialis paru anak di University of Alberta, Kanada, seperti dikutip bbc.com.
"Jika kamu bisa menciumnya, ada bahan kimia di udara yang masuk ke hidungmu. Jadi, semua itu adalah polusi udara, baik aromanya enak atau berbau tidak enak," tambahnya.
Polusi udara dalam ruangan jumlahnya sangat besar. Batasannya relatif tidak diketahui. "Bahkan rumah tetangga sebelah pun memiliki jenis polusi udaranya sendiri yang khas, berbeda dari rumah saya," terang Hicks.
Polusi udara dalam ruangan sangat kompleks dan sering kali di luar kendali individu. Lalu lintas jalan raya menghasilkan nitrogen dioksida, sedangkan polusi di rumah dapat menyebabkan jamur.
Baca juga:

Pembersih udara dengan filter udara partikulat efisiensi tinggi (HEPA) dapat membantu. Namun ini akan menambah biaya bulanan untuk pembelian dan penggunaan listriknya. Mungkin ini pilihan tepat bagi sebagian kecil rumah tangga yang mampu, tapi juga boleh jadi di luar jangkauan sebagian besar rumah tangga.
Maka orang pun beralih ke tanaman. Mereka menganggap tanaman di dalam rumah sebagai pembersih udara yang pasif dan murah.
Pada dasarnya, daun tumbuhan menyerap karbon dioksida dan polutan lainnya. Namun ternyata bukan tanaman yang mampu menyerap polutan, melainkan komunitas mikro-organisme dan media tanam (seperti tanah atau kompos). Dalam banyak penelitian, mereka justru lebih banyak menyerap polutan daripada tanaman itu sendiri.
Sebuah studi NASA pada 1989 menemukan bahwa tanaman dalam ruangan dapat menghilangkan formaldehida dan senyawa organik volatil (VOC) dari udara. Namun, penelitian itu tidak realistis untuk kondisi dunia nyata.
Intinya, diperlukan sebuah 'hutan' dalam ruangan untuk mengurangi VOC secara berarti di rumah.
"Kamu membutuhkan banyak sekali tanaman di ruang yang sangat terang untuk membuat dampak terukur pada penghilangan VOC dan banyak gas lainnya," kata ilmuwan hortikultura utama Tijana Blanusa dari Royal Horticultural Society sekaligus peneliti di University of Reading, Inggris.
Baca juga:

Demikian pula untuk menyerap karbon dioksida, "Kamu membutuhkan tanaman dalam jumlah yang sangat besar untuk benar-benar memiliki efek terukur pada skala ruangan," lanjutnya.
Kavita Kumari, Associate Director dari Cundall Building Consultancy, menyarankan kliennya untuk mematuhi target yang ditetapkan oleh WELL Building Standard, sertifikasi untuk bangunan yang mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan.
Salah satu target dalam standar itu adalah memiliki satu persen permukaan dalam ruangan yang ditutupi tanaman.
Target ini lebih menyasar pada kesehatan pikiran daripada kebersihan udara. Manfaat tanaman dalam ruangan lebih kuat untuk kesehatan mental daripada kualitas udara.
Meski begitu, pakar kualitas udara tetap menyukai tanaman dalam ruangan. Namun, sebaiknya tidak terlalu banyak menaruh harapan pada 'teman hijau' dalam pot untuk dapat membersihkan udara dalam rumah kita. (aru)
Baca juga:
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
Warga Jakarta Berburu Tanaman Hias dalam Pameran Flona 2025 di Lapangan Banteng

Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia

Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim

Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii

LEGO Datangkan Petualangan di Set One Piece, Yuk Menjelajah Bersama Kru Topi Jerami

Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar

Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini

Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!

Strawberry Moon di Yogyakarta dan Malang! Ini Fakta Menarik di Baliknya yang Terjadi 18,6 Tahun Sekali

Bahaya Screen Time Terlalu Lama Bagi Anak, Dari Cemas hingga Agresif
