Suara Sungai Cikapundung di 'Sound of X'


Sungai Cikapundung kerap diabaikan dan dijadikan tempat pembuangan sampah. (Foto: dok Goethe Institut)
BEBUNYIAN dari Watervang Leuwilimoes, Tepian Sungai, Perumahan Merdekalio, Titik Sungai Cikapundung, Bendungan Sukaati, serta Kelurahan Mengger Bantaran Sungai menjadi bintang dalam karya video soundscape berjudul Susur Cikapundung. Karya yang ditampilkan pada pameran Sound of X di Goethe Institut Bandung pada 17 Maret hingga 15 April 2023 itu merupakan bikinan Mira Rizki, Bayu P Pratama, Fahma Rosmansyah, dan Gazza Ryandika. Keempatnya tergabung dalam grup lokal GURU.
Soundscape adalah bunyi yang diambil dari lingkungan. Pada karya Susur Cikapundung, keempatnya mengambil bunyi dari
lokasi tersebut dengan alasan tertentu. Sesuai dari tema Sound of X, pameran ini bertujuan menampilkan latar bebunyian dari sebuah kota yang kerap diabaikan. Menggunakan suara, kebisingan, dan alunan akustik, seniman dan musisi dari berbagai kota di Asia, Oseania, dan Eropa mengeksplorasi lingkungan yang telantar untuk memulihkan hubungan dengan kota dan ruang yang kita diami melalui cara yang unik.
BACA JUGA:
Kendra Ahisma, Ilustrator Indonesia yang Buat Poster Festival Lollapalooza 2023
Sungai Cikapundung menjadi salah satu lokasi pokok dari karya ini lantaran keberadaannya cukup ironis dan kontradiktif. Terbentang sejauh 28 kilometer, Sungai Cikapundung berada di tengah-tengah perkotaan. Meski demikian, keberadaannya kerap diabaikan dan hanya menjadi tempat pembuangan sampah padahal aliran sungai penting untuk kehidupan perkotaan. “Ketika kami berkarya di sungai ini, ternyata masih banyak yang sungainya ada sampah atau warga yang membuang sampah ke sungai. Jadi korelasinya (Sungai Cikapundung) seperti dekat, tetapi secara konteks ingin merawat sungainya itu tidak dekat,” kata Bayu.

Rekaman suara lingkungan yang diambil untuk proyek ini kebanyakan dari suara plastik dan kaca, benda-benda domestik di tumpukan sampah di Sungai Cikapundung. Perekaman dilakukan menggunakan mikrofon piezo yang berfungsi menangkap suara dari getaran material yang mengalir di berbagai titik dengan tumpukan sampah.
BACA JUGA:
Selain itu, perekaman ini juga menggunakan handheld recorder agar dapat menangkap suara-suara yang ada di udara dari aktivitas warga yang tinggal di daerah bantaran sungai. Suara-suara tersebut kemudian dipadukan dengan berbagai instrumen, seperti trompet sunda, suling, gitar elektrik, bass, serta drum.
“Sungai Cikapundung merupakan sungai besar yang mengalir dari utara sampai ke selatan Bandung. Jadi dia membelah Kota Bandung. Kami berpikir bahwa sungai ini bisa merekam aktivitas Kota Bandung dari utara sampai selatan, dan segala aktivitas dapat disusuri melalui sungai ini. GURU ingin menunjukkan kondisi sungai yang sebenarnya melalui medium baru,” tutup Mira.
Video soundscape sepanjang 6 menit yang dirilis diharapkan dapat memberikan kesadaran bagi warga Bandung, terutama yang tinggal di sekitar bentara sungai untuk melestarikan Sungai Cikapundung.(kmp)
BACA JUGA:
DNA dari Rambut Beethoven Ungkap Penyakit yang Diidap si Maestro
Bagikan
Berita Terkait
Gamelan Ethnic Music Festival 2025 Siap Digelar, Seniman dari 7 Daerah Bakal Ikut Meramaikan

Museum MACAN Gelar Pameran “GORENGAN Bureau”, Karya Adi Sundoro yang Penuh Edukasi

Melihat Jejak Kolonialisme dan Krisis Lingkungan Karya Kei Imazu di Museum MACAN

Garin Nugroho akan Tampilkan Konser Sinema Bertajuk 'Samsara'
Seberapa Penting Membaca Sinopsis dalam Melihat Buku dan Karya?

Masuki Usia Ke-13, Borobudur Writers and Cultural Festival akan Digelar di Luar Pulau Jawa

Menikmati Akhir Pekan di Pameran Seni Art Jakarta 2024

Eugene Museum in Bali Dibuka 2026

Musikal 'Malin Kundang', Pengingat untuk Selalu Hormati Orangtua
Mengenal Kasing Lung, Sosok Seniman di Balik Boneka Labubu
