Sorry Sindrome, Ketika Seseorang Terus Minta Maaf


Jangan terlalu sering meminta maaf. (Foto: Unsplash/Brett Jordan)
APAKAH kamu punya teman yang terus-terusan meminta maaf padahal ia tidak salah? Perilaku ini disebut juga dengan sorry syndrome. Namun, jika berlangsung terus-menerus, kualitas hidup dan kehidupan sosial orang dengan sorry syndrome bisa terganggu.
Minta maaf saat melakukan kesalahan merupakan hal yang normal. Meski dapat terjadi pada siapa saja, beberapa penelitian mengungkapkan bahwa sorry syndrome lebih sering terjadi pada perempuan daripada pria.
Dilansir Alodokter, beberapa penelitian menyatakna bahwa trauma masa lalu, seperti korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bisa menjadi salah satu penyebabnya. Seseorang yang menjadi korban KDRT cenderung selalu minta maaf dan berusaha patuh dengan pasangan, orang tua, atau saudaranya agar terhindar dari kekerasan lebih lanjut.
Baca juga:

Pada anak, pola asuh orang tua yang terlalu kritis atau otoriter juga bisa membuat anak merasa terus bersalah dan akhirnya terus-menerus minta maaf. Hal ini dapat memicu kurangnya rasa percaya diri anak dan rasa bersalah “palsu”.
Sorry syndrome juga sering dikaitkan dengan beberapa kondisi kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan sosial, gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif komplusif (OCD), gangguan kepribadian ambang (BPD), serta gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Ada beberapa tanda seseorang mengalami sorry syndrome, seperti minta maaf pada hal-hal yang tidak bisa dikendalikan, minta maaf atas kesalahan orang lain, dan minta maaf kepada benda mati.
Baca juga:

Meski tergolong sebagai perilaku yang sopan, tetapi jika dilakukan secara berlebihan bisa membuat permintaa maaf terlihat tidak tulus. Bahkan, orang yang selalu minta maaf akan tampak lemah sehingga membuat orang lain merendahkan dirinya. Penanganan sorry syndrome perlu disesuaikan dengan penyebabnya.
Jika sindrom tersebut disebabkan oleh kesehatan mental tertenu, orang dengan sorry syndrome perlu mendapatkan perawatan, seperti psikoterapi atau obat-obatan tertentu, dari dokter. Kamu juga bisa belajar untuk mulai mengendalikan diri agar tidak terlalu sering minta maaf, terutama saat tidak melakukan kesalahan. Belajar untuk menempatkan dengan benar kapan harus menggunakan ungkapan maaf dengan tepat.
Kamu juga bisa menggantikan kata maaf menjadi terima kasih. Misalnya, daripada mengucapkan "maaf saya terlambat" sebaiknya ubah kalimat tersebut menjadi "terima kasih sudah menunggu". (and)
Baca Juga:
Yuk, Belajar Minta Maaf dari 5 Film Indonesia ini
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
