Selain Kekurangan, 59 Persen Dokter Spesialis Berada di Pulau Jawa


Dokter memeriksa gigi dan mulut pasien di salah satu pusat pelayanan kesehatan pemerintah di Banda Aceh, Provinsi Aceh, Kamis (2/2/2023). ANTARA/ Irwansyah Putra.
MerahPutih.com - Persoalan SDM Kesehatan Indonesia masih jadi masalah. Paling tida, Indonesia saat ini masih kekurangan sekitar 30 ribu dokter spesialis, sedangkan persebaran kalangan mereka yang ada saat ini belum merata.
"Kita membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk memenuhi jumlah dokter spesialis tersebut dengan asumsi jumlah penyelenggara program studi dokter spesialis sebanyak 21 dari 92 fakultas kedokteran dengan menghasilkan lulusan spesialis sekitar 2.700 tiap tahun," kata Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Arianti Anaya.
Baca Juga:
Alasan Orang Enggan ke Dokter Gigi
Ia mengatakan, selain jumlahnya masih kurang, saat ini persebaran dokter spesialis belum merata karena 59 persen masih berada di Pulau Jawa, sedangkan di wilayah Indonesia bagian timur jumlahnya masih terbatas.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Prof Herkutanto menilai sulitnya seleksi serta proses program pendidikan dokter spesialis juga menjadi hambatan bagi penambahan dokter spesialis di Indonesia.
Menurut dia, negara perlu memberikan perhatian khusus terkait pentingnya dokter spesialis saat ini bagi masyarakat.
"Sama halnya dengan produksi tenaga militer, perlu ada penanganan berbeda dibandingkan pendidikan lain karena ini terkait langsung dengan keselamatan masyarakat dan bangsa," ujarnya.
Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) Setyo Widi Nugroho menuturkan, untuk bisa mendorong produksi tenaga medis bukan perkara mudah karena terdapat proses panjang untuk menghasilkan tenaga medis yang berkualitas.
Peningkatan produksi dokter spesialis jangan sampai mengesampingkan aspek kredibilitas.
"Kami terinspirasi dari 'Health Education of England (HEE)' bahwa untuk melakukan suatu produksi, kita harus meyakinkan bahwa jumlah tenaga kerja harus tepat jumlahnya, tepat keterampilannya, dan memberikan pelayanan yang baik, serta mampu beradaptasi dengan teknologi," katanya.
Representasi Pokjanas Academic Health System (AHS) Ratna Sitompul mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law perlu dipertimbangkan kembali dampaknya terkait penyelesaian persoalan tersebut.
Dalam "policy brief" yang dirancang, terdapat AHS yang berperan penting mendorong produksi tenaga kesehatan.
"Kami berharap fakultas kedokteran yang terjalin dalam AHS dapat membantu fakultas kedokteran lain yang belum memiliki spesialisasi tertentu karena berbagai keterbatasan. Dengan begitu, kami harap produksi tenaga kerja, khususnya dokter spesialis ini dapat meningkat," ungkapnya. (Asp)
Baca Juga:
Dokter Rayendra Berbagi Tips Rawat Kesehatan Kulit Selama Ramadan
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
PB IDI Protes Mutasi dan Pemberhentian Dokter Vertikal oleh Kemenkes, Dinilai Tidak Punya Alasan

Calon Dokter Spesialis Rekam Mahasiswi Mandi, UI: ini Persoalan Serius

Keluarga Pasien Alami Kekerasan Seksual, Unpad Keluarkan Dokter PPDS

Lulus Dokter Spesialis Jantung di UI Minimal Butuh 4 Tahun, Ini yang Dipelajari

UI Buka Prodi Subspesialis Dokter Urologi Pertama di Indonesia

Dekan FK Undip dr Yan Sudah Boleh Lagi Praktik Klinis di RSUP Semarang

PPDS Anestesi Undip Dibuka Lagi Pasca Tersandung Kasus Bunuh Diri dr Aulia

Legislator Minta Ada Evaluasi Sistem di Lingkungan Akademik Calon Buntut Dokter Spesialis Bunuh Diri

Calon Dokter Spesialis Bunuh Diri, Menkes Minta PPDS Anasesi Undip Dievalusi

Legislator Sindir Pemecatan Dekan FK Unair Khianati Visi Kampus Merdeka
