Sebangsa Bahagia


Jangan lupa bahagia! (MP/Fauzan)
JANGAN lupa bahagia, kerap menjadi jargon saling mengingatkan agar tetap waras dalam kehidupan yang penuh dengan pasang surut tak menentu. Ini melambari penghujung tahun 2023 dan menyambut tahun 2024. Kewarasan menjadi evaluasi dan resolusi. Makanya bahagia harus tetap harus membungkus kesehatan mental agar tetap waras.
Menjadi bahagia bukan berarti seseorang memiliki kekurangan dalam dirinya. Menurut Startup Executive Psychologist Matthew Jones, PsyD yang dijelaskan di quora.com, jika seseorang mengidentifikasikan diri dengan keadaan kurang dari yang dimiliki sekarang ini. Maka orang itu memperkuat dan menciptakan kekosongan yang ingin dipenuhi. Identitas ini menciptakan dilema ketidakbahagiaan.
Dilansir laman Very Well Mind, kebahagiaan adalah keadaan emosional yang ditandai dengan perasaan senang, puas, puas, dan puas. Kebahagiaan sering digambarkan melibatkan emosi positif dan kepuasan hidup.
Menjadi bahagia meliputi berbagai kantung pemenuhan kebutuhan yang ada di dalam diri seseorang. Menjadi bahagia tak melulu tentang benda, namun juga ide, konsep, gagasan, perilaku, dan tindakan. Semua hal itu kemudian mencampurbaur menjadi keadaan bahagia bagi seseorang. Pun ketika mengevaluasi perjalanan di tahun 2023, bisa jadi seseorang masih dapat mewujudkan kebahagiaannya. Meskipun itu hanya keadaan kecil, seolah tak berdampak luas.
Memang tidak ada orang yang mampu memprediksi untuk mendapatkan kebahagiaan di masa depan, tahun 2024. Meskipun ada potensi untuk mendapatkan kebahagiaan yang menunggu di depan. Yang jelas harapan tetap harus dipupuk untuk meraih kebahagiaan itu. Pengalaman sedikit banyak mengajarkan seseorang menatap kebahagiaan yang ada di depan. Yang terpenting adalah ada niat untuk membuat perbaikan di masa depan.
Perbaikan inilah yang men jadi harapan bagi bangsa Indonesia dalam menatap Pemilu 2024. Masa kampanye sudah bergulir sejak tanggal 29 November 2023. Semua peserta pemilu khususnya calon presiden (capres), berlomba-lomba menggaet calon pemilih yang terdiri dari berbagai faktor demografi.
Yang disorot adalah para pemilih muda alias Gen Z yang dapat memberikan sumbangan suara yang tidak sedikit. Gen Z yang dilahirkan setelah tahun 1996 itu, dianggap ‘memusingkan’ tim sukses.
Seperti yang diungkapkan oleh pakar politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati melalui Antaranews (30/11), menilai peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 memerlukan strategi khusus menggaet suara pemilih muda. Khususnya generasi milenial dan generasi Z karena mereka mudah berubah dalam menentukan pilihan.

Harus disadari bahwa generasi muda ini sangat menguasai informasi yang beredar di dunia maya. Mereka sangat pintar menganalisa berita-berita yang berseliweran di media sosial dan sejenisnya. Tentunya ini berhubungan kebahagiaan diri mereka. Jangan sampai memberikan suara pada capres dan anggota legislatif yang membuat dunia mereka jungkir balik.
Berdasarkan data KPU RI, jumlah pemilih generasi milenial mencapai 66.822.389 atau 33,60 persen. Sedangkan generasi Z sebanyak 46.800.161 pemilih atau 22,85 persen dari total DPT Pemilu 2024. Mengacu hasil survei Center for Strategic and International Studies (CSIS), sebanyak 51 persen dari pemilih muda tersebut memiliki karakter moody atau mudah berubah.
Jadi Mada menggarisbawahi bahwa seluruh pasangan kandidat perlu memberikan perhatian khusus terhadap dua generasi itu sebab jumlah mereka cukup besar dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024.
"Mereka bisa juga menentukan pilihan di luar dugaan kita, bahkan mungkin bisa jadi mereka akan tetap kesulitan menentukan pilihannya sampai pada hari pemungutan suara," kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM itu.
Bukan mustahil bahwa generasi milenial dan Z akan cenderung memilih capres yang dekat dengan mereka dari isu terkini. Bahkan, dasar pemilihan capres generasi ini dipandang tidak lagi menekankan partai politik mana yang mengusungnya.
Sayangnya generasi itu tidak mau memperdalam isu-isu politik yang beredar. Mereka hanya mengonsumsi berita-berita atau informasi-informasi politik dalam level ringan. Seolah mereka tidak mempedulikan isu politik, ketimbang isu-isu yang langsung terhubung dengan dirinya.
Namun yang terpenting adalah tetap menjaga bahagia di dalam diri. Jangan biarkan faktor-faktor eksternal meredam kebahagiaan. Jangan sampai isu-isu pada periode pemilu tahun lalu meluluhlantakan kebahagiaan. Jadi sebaiknya bijak mengelola media sosial yang sangat melambari keseharian. Stop emosi menanggapi konten-konten yang ada di dunia maya.
Menurut Dosen Psikologi Universitas Gadjah Mada Novi Poespita Candra yang dimuat dalam Antaranews (29/11), sebaiknya penggunaan media sosial perlu dikurangi dan menghabiskan waktu dengan keluarga. Kemudian tetapkan waktu tertentu untuk mengakses media sosial. Lalu berlibur, piknik atau bentuk rekreasi lainnya yang akan mempertahankan kebahagiaan di dalam diri.
Selain itu, Novi menyebutkan media sosial bersifat adiktif, karena media sosial dapat memicu peningkatan hormon dopamin yang dapat membuat seseorang bahagia. Novi mengatakan, karena sifatnya yang adiktif tersebut, orang beralih ke media sosial untuk bersembunyi dari permasalahan di kehidupan nyata. Namun yang harus diingat adalah jangan mengikuti standar orang lain. Setiap orang memiliki ukuran-ukuran yang berbeda dalam mewujudkan kebahagiaan. (*)
Bagikan
Berita Terkait
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres

Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya

Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui

Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental

Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan

Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja

Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja

Ahli Ungkap Gejala Awal dari Gangguan Bipolar I pada Anak-Anak dan Remaja

Surat Suara Bekas Pemilu 2024 Laku Dijual Rp 210 Juta dalam Lelang Daring
