SAP Ungkap Peningkatan Investasi di Indonesia
Masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi para pebisnis. (Unsplash/Austin Distel)
PERUSAHAAN-perusahaan di Indonesia menyatakan bahwa, kinerja bisnis mereka secara keseluruhan memiliki kaitan erat dengan penerapan keberlanjutan sebagai prioritas strategis yang menghasilkan peningkatan investasi.
Dalam studi terbarunya, perusahaan perangkat lunak SAP menemukan bahwa rata-rata 90 persen bisnis di Indonesia melihat adanya hubungan yang kuat antara keberlanjutan dan profitabilitas organisasi mereka.
Baca Juga:
Kebutuhan Investasi Indonesia pada 2024 Sebesar Rp 7.138 Triliun
Sementara itu, 91 persen mencatat adanya hubungan antara keberlanjutan dan daya asing. Angka ini lebih tinggi daripada hasil di seluruh Asia Pasifik dan Jepang (71 persen daya saing, 68 persen profitabilitas).
Di Indonesia, 66 persen perusahaan berniat meningkatkan investasi mereka di bidang keberlanjutan dalam tiga tahun, yang mengindikasikan adanya hubungan kuat antara keberlanjutan dan prioritas bisnis.
"Keberlanjutan tidak dapat lagi dianggap terpisah dari kinerja keuangan bisnis yang lebih luas karena semakin jelas bahwa organisasi yang lebih berkelanjutan adalah organisasi yang lebih sukses," kata Regional Chief Financial Officer, SAP Asia Pacific and Japan Gina McNamara, dalam siaran pers yang diterima, Senin (5/12).
Survei yang dilakukan pada 250 orang di Indonesia menemukan bahwa, 93 persen bisnis di Indonesia menganggap strategi keberlanjutan memberikan kontribusi positif pada hasil. Seperti pertumbuhan pendapatan atau laba pada tingkat sedang atau kuat. Bahkan, 92 persen responden Indonesia melihat adanya peningkatan moderat atau kuat dalam efisiensi proses bisnis dari kegiatan keberlanjutan.
Baca Juga:
McNamara mengungkapkan, dua persen bisnis di Indonesia menyatakan keberlanjutan merupakan hal yang penting bagi hasil bisnis mereka. Sebanyak 36 persen lainnya menyatakan bahwa hal tersebut akan menjadi penting dalam lima tahun mendatang.
Meski begitu, masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Kurangnya strategi dampak lingkungan merupakan penghalang utama dalam mengambil tindakan hijau.
Masalah penting lainnya termasuk ketidakpastian yang disebabkan pandemi COVID-19 (40 persen), keraguan terhadap kemampuan mengukur dampak terhadap lingkungan (34 persen), dan kurangnya kejelasan pada tindakan potensial akan selaras dengan strategi organisasi (32 persen).
Bisnis di Indonesia membuat tuntutan keberlanjutan di seluruh ekosistem mereka. Lebih dari tiga perempat (84 persen) responden mengatakan bahwa, mereka membutuhkan data keberlanjutan dari pemasok dan 82 persen meminta data dampak lingkungan dari mitra seperti logistik dan pemenuhan pada tingkat yang moderat hingga kuat. (and)
Baca Juga:
Bitcoin jadi Pilihan Investasi Terbaik di 2024?
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
Tahap Pertama, Mobil Buatan Jepang Disasar Pakai BBM Bioetanol 10 Persen
Airlangga Sebut Indonesia Tujuan Investasi, Buktinya AS sudah Tertarik
Ford Kembali Bangun Pabrik di Indonesia, Belum Akan Masuk ke Mobil Listrik
Bali Bakal Kendalikan Investor Asing, Rental Kendaraan dan Villa Bakal Ditertibkan
Soroti Rencana Investasi Danantara, Legislator PKB Ingatkan Nasib Peternak Broiler yang Gulung Tikar
Danantara Rencana Investasi Rp 20 T untuk Peternakan Ayam, DPR Minta Pengkajian Mendalam
Toyota Bakal Gelontorkan Rp 1,6 Trilun di Proyek Hilirisasi Timah dan Tembaga
Jakarta Catatkan Investasi Rp 204 Triliun hingga September 2025
Presiden Prabowo Perintahkan Segera Eksekusi Proyek Hilirisasi Senilai Rp 600 Triliun
Beri ‘Karpet Merah’ untuk Investasi Asing di Indonesia, Prabowo Tegaskan Harus Buat Nyaman Investor