RUU TPKS Diyakini Bisa Tangani Kekerasan Dalam Praktik Kawin Kontrak
Ilustrasi kekerasan pada perempuan. (ANTARA/HO)
MerahPutih.com - Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) diyakini dapat mencegah peristiwa-peristiwa kekerasan terhadap perempuan. DPR sedang berupaya agar RUU TPKS yang sedang dibahas bisa segera disahkan.
Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan, DPR RI terus berkomitmen memberikan perlindungan kepada perempuan melalui berbagai regulasi yang berpihak kepada perempuan. Menurut dia, salah satu upaya yang dilakukan DPR RI adalah melalui RUU TPKS yang saat ini masih dalam pembahasan.
Baca Juga:
RUU PKS Jadi TPKS, Ketua Panja: Jangan Saling Tuding Tidak Pancasilais
"Perlindungan terhadap perempuan menjadi salah satu cakupan dalam RUU ini mengingat perempuan menjadi mayoritas korban kekerasan seksual," ujarnya.
Puan juga meminta pemerintah harus bisa mencegah menjamurnya praktik kawin kontrak yang banyak menimbulkan korban dari pihak perempuan.
Dia menilai, ketegasan dari pemangku kebijakan sangat diharapkan karena masyarakat sudah banyak yang resah dengan maraknya kasus kawin kontrak, khususnya di daerah pedesaan.
"Untuk pencegahan harus dilakukan dari hulu lewat bentuk pengawasan dan pembinaan kepada masyarakat. Sampaikan risiko yang akan dihadapi jika warga hendak melakukan nikah siri kawin kontrak," katanya.
Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyesalkan terjadinya kasus kekerasan dalam rumah tangga di Cianjur, Jawa Barat yang menyebabkan tewasnya seorang perempuan berinisial S (21).
"Kami turut prihatin atas kejadian yang terjadi di Kampung Manjul, Desa Sukamaju, Kecamatan Cianjur yang menimpa S (21) korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suaminya yang merupakan WNA berinisial AL (29) yang dengan keji menyiram air keras dan menyiksa korban hingga meninggal dunia," tutur Menteri Bintang.
Bintang meminta upaya perlindungan hukum harus dilakukan terhadap korban kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga, khususnya perempuan dan anak sebagai kelompok rentan menjadi korban kekerasan.
Ia menyatakan, aturan dalam Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga harus ditegakkan sebagai pembaharuan hukum yang berpihak pada kelompok rentan atau subordinasi, khususnya perempuan mengingat banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga.
"Selama ini kita terus berjuang untuk tidak melanjutkan budaya kekerasan di semua lingkup masyarakat hingga lingkup terkecil, yaitu keluarga. Dalam kelompok masyarakat, perempuan dan anak adalah kelompok rentan sehingga kita semua wajib melindungi dan menghindarkan mereka menjadi korban kekerasan, termasuk kawin kontrak yang juga marak terjadi di daerah," tegasnya. (Pon)
Baca Juga:
Kawin Kontrak Marak di Puncak, DPRD: Perbaiki Sistem Pendidikan
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Ketua DPR Puan Maharani Sampaikan Refleksi Akhir Tahun 2025
Fenomena Gunung Es Kekerasan Anak di DKI Bikin Merinding, DPRD Tekankan Tiga Jurus yang Wajib Sekolah Jalankan
Ketua DPR Puan Maharani Terima Kunjungan Ketua MPPR China Wang Huning di Jakarta
Pemprov DKI Luncurkan Kanal Aduan Lengkap untuk Cegah Kekerasan Perempuan dan Anak
Puan Soroti Kematian Ibu Hamil Usai Ditolak 4 RS di Jayapura, Minta Evaluasi Total Layanan Kesehatan 3T
Kawal Kasus Kematian Alvaro, Puan: Situasi Darurat, Harus Ditanggapi Serius
1 Dari 3 Perempuan Di Dunia Hadapi Kekerasan Seksual, Ini Yang Paling Rentan
Puan Ceritakan Proses Panjang Pembahasan RUU KUHAP, Sudah Berumur 44 Tahun
Transjakarta Beri Sanksi SP2 ke Karyawan Diduga Pelaku Kekerasan Seksual, Siap Bawa Kasus ke Ranah Hukum
Kasus Kekerasan Seksual di Transjakarta, Pramono: Jika Benar, Tindak Setegas-tegasnya!