Rupiah Terus Melemah, BI Tegaskan Tidak Akan Seburuk Krisis Tahun 1998


Gubernur BI Agus Martowardojo (kanan) didampingi Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara (kiri) bersiap memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur di kantor pusat BI, Jakarta (ANTARA FOTO/
MerahPutih.Com - Nilai tukar Rupiah yang terus melemah dalam beberapa hari belakangan menyebabkan pelaku usaha dan masyarakat umum mencemaskan situasi krisis ekonomi 1998 bakal terulang lagi.
Sebagaimana diketahui, sampai Senin (21/5) sore nilai tukar Rupiah mencapai Rp14.178 per dolar Amerika Serikat. Menjawab kecemasan masyarakat, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menilai kondisi sistem keuangan saat ini lebih baik daripada periode krisis pada tahun 1998.
"Kondisi kita sekarang baik dan tidak perlu dikhawatirkan," kata Agus saat ditemui di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (21/5) malam.
Agus memastikan fondasi sistem keuangan lebih kuat daripada 20 tahun silam. Salah satunya ditandai oleh tercukupinya cadangan devisa hingga mencapai 124,86 miliar dolar AS pada bulan April 2018.

Selain itu, kondisi perbankan saat ini juga dalam keadaan terjaga, yang terlihat dari rasio kecukupan modal (CAR) pada kisaran 22 persen dan kredit bermasalah (NPL) dibawah tiga persen.
Penguatan sistem perbankan ini, kata Agus sebagaimana dilansir Antara, didukung oleh adanya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mempunyai tugas untuk menjamin dana tabungan milik nasabah.
"Jadi, secara umum, indikator ekonomi Indonesia menunjukkan masih baik kalau dibandingkan dengan kondisi 10 atau 20 tahun lalu," ujarnya.
Terkait dengan depresiasi rupiah yang sempat mendekati level Rp14.200-an, pada hari Senin (21/5), Agus mengatakan bahwa hal itu disebabkan oleh sentimen positif dari membaiknya perekonomian di AS.
Ia memastikan dampak dari fenomena penguatan dolar AS tersebut terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara berkembang lainnya.
"Sentimen positif untuk dolar AS menyebabkan 'currency' melemah. Akan tetapi, secara umum ini dialami juga oleh negara-negara lainnya," kata Agus.

Di pihak lain, pelemahan rupiah juga dipengaruhi kondisi ekonomi global. Menurut Deput Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo memastikan kondisi global masih memengaruhi depresiasi mata uang rupiah terhadap dolar AS hingga mendekati level Rp14.200-an.
"Kondisi global menarik pelemahan di mata uang regional, termasuk Indonesia," kata Dody saat ditemui di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin.
Dody mengatakan kondisi perekonomian di AS yang membaik telah menyebabkan adanya penguatan dolar AS terhadap mata uang di negara-negara berkembang.
Namun, ia memastikan bank sentral melakukan intervensi di pasar mata uang dan pasar Surat Utang Negara untuk menjaga stabilitas dan likuiditas.
"BI tetap berada di pasar dan menjaga stabilitas rupiah, meskipun tentunya kita tidak melawan arah pasar,'" ujar Dody.
Dody juga menegaskan tidak ada faktor domestik yang menyebabkan perlemahan rupiah, karena penyebab utama volatilitas mata uang adalah tekanan dari eksternal.

"Tidak ada faktor domestik, yang menyebabkan rupiah melemah, tapi positifnya juga belum ada, netral. Di semua negara 'emerging' juga menunjukkan arah netral untuk domestik," ujarnya.
Dody mengatakan hal terpenting yang bisa dilakukan saat ini menjaga sentimen dan keyakinan para pelaku pasar agar rupiah tidak bergejolak terlalu dalam.
"Kini kembali ke masalah sentimen, keyakinan dan harus diperkuat. Komunikasi menjadi kuncinya," katanya.
Sebelumnya, nilai tukar Rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin sore, melemah 45 poin menjadi Rp14.178 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.133 per dolar AS.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan penguatan dolar AS terjadi seiring dengan meredanya kekhawatiran pasar terhadap perang dagang antara AS dengan China.
Meredanya ketegangan perdagangan mendukung aset berdenominasi dolar AS dan dapat menjadi pertanda baik bagi ekonomi AS," katanya.
Ia menambahkan bahwa imbal hasil obligasi Amerika Serikat yang di atas level 3 persen untuk tenor 10 tahun juga masih menjadi salah satu faktor yang telah memicu permintaan dolar AS meningkat.(*)
Baca berita menarik lainnya dalam artikel: Akhir Pekan Nilai Tukar Rupiah Ditutup Melemah Jadi Rp14.144 Per Dolar AS
Bagikan
Berita Terkait
Enam Bank Himbara Dapat Kucuran Dana Rp 200 Triliun, Menkeu Minta Jangan Dibelikan SRBI atau SBN

Ekonom Sebut Indonesia Belum Berada di Situasi Krisis Ekonomi, Ingatkan Risiko Burden Sharing Bisa Sebabkan Hyperinflasi seperti Era Soekarno

BI Pangkas Suku Bunga Jadi 5 Persen, Rupiah Sulit Untuk Turun ke Rp 16.000 per Dollar AS

Bank Indonesia Ungkap Fakta Mengejutkan di Balik Utang Luar Negeri yang Tumbuh Melambat

Apa Itu Payment ID Yang Disorot Karena Ditakuti Memata-Matai Transaksi Keuangan Warga

Solo Raya Alami Lonjakan Transaksi QRIS, Volume Capai 51,91 Juta

Bank Indonesia Bongkar Rahasia Mengapa Ekonomi Jakarta Melaju Kencang di Kuartal III 2025

Pedagang Tolak Transaksi Uang Logam Rp 100 dan Rp 200 Bisa Dipidana, BI Sebut Hukumannya 1 Tahun Bui

KPK Telusuri Dugaan Aliran Dana CSR BI dan OJK ke Partai Politik

Staf Dinas, Guru, Ibu Rumah Tangga Jadi Saksi Kasus Dugaan Korupsi Dana CSR BI
