Akhir Pekan Nilai Tukar Rupiah Ditutup Melemah Jadi Rp14.144 Per Dolar AS


Seorang petugas menghitung uang rupiah di Kantor Pusat BNI Jakarta, Senin (12/10). (Foto Antara/Wahyu Putro A)
MerahPutih.Com - Nilai tukar rupiah terus tertekan dan melemah sebesar 99 poin pada transaksi jelang akhir pekan. Dalam transaksi antarbank di Jakarta pada Jumat (18/5) sore, nilai tukar rupiah menjadi Rp14.444 per dolar AS.
Pelemahan ini cukup signifikan jika dibandingkan pada transaksi Jumat pagi yakni Rp14.045 per dolar AS. Artinya, menjelang akhir pekan rupiah melemah sebesar 99 poin terhadap dolar AS. Tekanan terhadap rupiah, menurut pengamat pasa uang dari Bank Woori Saudara Indonesia, Rully Nova cenderung masih dipengaruhi oleh sentimen eksternal mengenai prospek kenaikan suku bunga The Fed pada Juni mendatang.
"Sebagian investor masih menahan diri untuk menempatkan dananya meski Bank Indonesia telah meningkatkan suku bunga," kata Rully Nova di Jakarta, Jumat.

Ia menambahkan imbal hasil obligasi Amerika Serikat yang cenderung meningkat turut menjadi faktor yang menahan dana asing masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Pasar keuangan di Amerika Serikat dinilai lebih menarik saat ini," katanya.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa kenaikan imbal hasil obligasi di Amerika Serikat tenor 10 tahun masih menjadi salah satu faktor penopang bagi penguatan dolar AS.
"Kenaikan yield obligasi juga dianggap sebagai indikasi The Fed akan menaikkan suku bunganya," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat (18/5) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah ke posisi Rp14.107 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.074 per dolar AS.

Terkait pelemahan nilai tukar rupiah yang diduga dipicu keterlambatan Bank Indonesia menaikan suku bunga dibantah Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo.
Agus Martowardojo menyebutkan Bank Sentral terlambat menaikkan suku bunga acuan (behind the curve) sehingga nilai tukar rupiah pada Jumat ini tetap bergerak melemah.
Dalam perbincangan dengan media di Jakarta, Agus mengatakan rupiah yang masih depresiatif pada Jumat ini karena tekanan eskternal yang semakin besar karena ekspetasi kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve, Bank Sentral AS pada Juni 2018 yang akhirnya mendorong kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun.
Kemudian juga tekanan ekonomi internal karena membengkaknya defisit perdagangan hingga 1,6 miliar dolar AS periode April 2018.
"Jadi kalau ada tekanan di rupiah, kami lihat ini sesuatu yang dalam hal karena faktor eksternal dan juga faktor internal," ujar Agus.
Agus menegaskan langkah yang diambil BI selalu selangkah lebih maju ke depan atau "ahead the curve" untuk mengantisipasi tekanan terhadap inflasi dan stabilitas perekonomian domestik.

Kenaikan suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" pada Rapat Dewan Gubernur 16-17 Mei 2018 kemarin, kata Agus, karena tekanan eksternal yang semakin deras dan bisa menggangu pencapaian sasaran inflasi jika tidak direspon dengan kenaikan suku bunga acuan.
"Di Mei 2018, kita lihat eksternal ada kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS, US Treasury, tensi perdagangan antara AS dan China, keluarnya AS dari kesepakatan nuklir. Dan kalau kita lihat, sebenarnya inflasi sesuai arahan kita hingga Mei di 2,5-4,5 persen (yoy), tapi kita mau jaga inflasi kita stabiltas agar terus terjaga," ujar dia.
Namun, kata Agus, Bank Sentral siap menerapkan langkah kebijakan moneter yang lebih kuat termasuk penyesuaian kembali suku bunga acuan untuk memastikan stabilitas perekonomian terjaga.
"Kalau seandainya kita keluarkan bauran kebijakan seperti sekarang ini, kalau kondisi mengharuskan untuk kami kembali melakukan penyesuaian, maka kami tidak ragu," kata Agus.
Setelah BI menaikkan suku bunga acuan pada Kamis (17/5) kemarin sebesar 0,25 persen menjadi 4,5 persen, nilai tukar rupiah belum menunjukkan penguatan.Kurs Acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate yang diumumkan BI juga menunjukkan rupiah melemah menjadi Rp14.107 per dolar AS pada Jumat ini dibanding Kamis (17/5) yang sebesar Rp14.074 per dolar AS.(*)
Baca berita menarik lainnya dalam artikel: Bank Indonesia Tetapkan Kenaikan Suku Bunga Acuan Demi Stabilitas Ekonomi Domestik
Bagikan
Berita Terkait
Enam Bank Himbara Dapat Kucuran Dana Rp 200 Triliun, Menkeu Minta Jangan Dibelikan SRBI atau SBN

Ekonom Sebut Indonesia Belum Berada di Situasi Krisis Ekonomi, Ingatkan Risiko Burden Sharing Bisa Sebabkan Hyperinflasi seperti Era Soekarno

Langkah BI Stabilkan Rupiah di Tengah Ketegangan Aksi Demo

BI Pangkas Suku Bunga Jadi 5 Persen, Rupiah Sulit Untuk Turun ke Rp 16.000 per Dollar AS

Bank Indonesia Ungkap Fakta Mengejutkan di Balik Utang Luar Negeri yang Tumbuh Melambat

Apa Itu Payment ID Yang Disorot Karena Ditakuti Memata-Matai Transaksi Keuangan Warga

Solo Raya Alami Lonjakan Transaksi QRIS, Volume Capai 51,91 Juta

Bank Indonesia Bongkar Rahasia Mengapa Ekonomi Jakarta Melaju Kencang di Kuartal III 2025

Pedagang Tolak Transaksi Uang Logam Rp 100 dan Rp 200 Bisa Dipidana, BI Sebut Hukumannya 1 Tahun Bui

KPK Telusuri Dugaan Aliran Dana CSR BI dan OJK ke Partai Politik
