Rebut Suara Anak Muda, Ini Strategi yang Harus Dilakukan Para Politisi


Gubernur Bali I Made Mangku Pastika saat berbincang dengan wisataran mancanegara. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
MerahPutih.Com - Anak-anak muda memiliki potensi basis massa yang lumayan besar dalam Pilkada 2018. Suara anak muda di sejumlah wilayah cukup menentukan pertarungan politik antar-pasangan calon. Dalam realitasnya, pada milenium saat ini, anak muda terkesan apatis terhadap politik.
Kenyataan tersebut bisa dilihat di berbagai komentar orang orang muda di sejumlah media sosial utamanya di grup diskusi yang memiliki pengikut atau "follower" dengan jumlah ribuan. Kebanyakan anak muda terkesan acuh tak acuh dan "meboye" dalam istilah Bali. Kata "meboye" lebih pada sikap apatis dan mengarah pada guyonan tanpa substansi.
Jika ditelisik lebih jauh, keapatisan tersebut terjadi bukan tanpa dasar melainkan terkait dengan situasi politik, sosial dan ekonomi di Tanah Air.
Hampir di setiap hari, anak muda disuguhi berbagai kasus korupsi dan juga hal-hal yang mengarah pada tindakan atau sikap kurang bijak. Kadang saling hujat dan menjelekkan pihak lain tanpa dasar. Bahkan kadang kala mengarah pada perilaku berbau SARA. Semua itu "tertampilkan dengan sangat indah dan rapi" di televisi maupun di linimasa berbagai media sosial.
Lantas, bagaimana nasib perpolitikan di Tanah Air pada masa depan jika anak-anak muda yang punya kemampuan dan pewaris pembangunan menjadi terus apatis? Apakah masih berlaku ungkapan generasi muda agen perubahan?.
Jika ada permasalahan maka harus ada jalan. Salah satu jalan adalah pendidikan politik yang baik dan santun untuk politikus.
Mengenai konteks tersebut, para politikus perlu membaca (jnana) dan kemudian menginsyafi dan menerapkan (wijnana) apa yang dikenal dengan konsep pendidikan karakter yang merupakan produk pemerintah.
Ada 18 nilai-nilai karakter versi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam Kurikulum 2013 yang sangat aplikatif seperti religius, jujur, disiplin, toleransi, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab.
Adapun nilai-nilai pendidikan karakter itu sangatlah relevan dengan apa yang harus mereka (politikus) tunjukkan sebagai seorang yang memiliki tanggung jawab moral dimana tindak-tanduknya diikuti dan ditiru oleh khayalak ramai.
Jika ke-18 nilai-nilai tersebut diaplikasikan oleh para politikus, maka mereka akan menjadi sosok yang begitu disegani, dieluk-elukkan, dipuji, dan tentu paling penting akan menjadi panutan anak muda, karena telah menyuguhkan sikap mendidik dan mencerdaskan serta mencerahkan.
Belakangan ini banyak muncul kata-kata para tokoh seperti ini "saya adalah manusia biasa. Tidak luput dari kesalahan.. Saya tidaklah seperti para tokoh dalam epos-epos tersebut yang merupakan reinkarnasi Tuhan dan Dewata." Hal tersebut sangat benar. Tetapi mereka lupa bahwa (politikus) merupakan para tokoh (orang besar). Langkah orang besar akan ditiru oleh orang kecil. Jika berbuat kebenaran maka hal itu akan ditiru semua pihak, begitu sebalikya, sedikit saja salah maka akan timbul cibiran dan cacian serta menimbulkan ketindakpercayaan.
Maka, sangatlah diperlukan suguhan perpolitikan yang mendidik dan bernilai karakter agar para anak muda sebagai manusia pewaris pembangunan (humans development) di masa mendatang agar mereka tidak terus acuh dan apatis, namun mampu menjadi agen perubahan (agent of change).
Gubernur Bali Made Mangku Pastika sebagaimana dilansir Antara, Sabtu (17/2) menyampaikan tiga pesan kepada dua pasangan calon kepala daerah yang berkompetisi dalam Pilkada Bali agar dapat mengikuti perhelatan politik itu dengan elegan dan bermartabat dengan menghindari tiga hal yakni politik uang, kekerasan dan kampanye hitam.
"Jangan hanya karena pilkada, beda pilihan, bisa menyebabkan perpecahan dan putusnya 'menyama braya' (persaudaraan). Para politisi harus memberikan contoh atau teladan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa hajatan politik di sini sejuk dan happy-happy saja," katanya.
Ibaratnya, jangan menyalahkan penonton yang mencemooh dan melempari seorang yang hanya mengaku penari (gadungan) karena menarikan sesuatu yang tidak sopan dan senonoh di atas panggung, tetapi salahkanlah penari bersangkutan karena seenaknya saja berlenggak-lenggok menampikan tarian aneh, karena memang sebenarnya dia tidak memiliki kualifikasi sebagai seorang penari profesional.(*)
Bagikan
Berita Terkait
Hai Anak Muda, Hipertensi Mengicarmu! Begini Cara Mengatasinya

Menilik Anak Muda Manfaatkan Perpustakaan Taman Literasi Blok-M Jakarta yang Beroperasi hingga Malam Hari

Tolak Kehadirannya di Bali, Gubernur Koster Khawatir Ormas GRIB Bakal Bikin Ulah dan Masalah

Berkaca-kaca, Haddad Alwi Kenang Momen Synchronize Fest 2024 Picu Tren Anak Muda Bersalawat

Tegak Lurus Perintah Megawati, Gubernur Bali Wayan Koster Tak Ikut Retret di Akmil

Apa Sih Nolep? Simak Definisi dan Ciri-cirinya

Festival Opini Indonesia 2024, Perkuat Aspirasi Kaum Muda dan dan Kelompok Rentan

Antusias 11 Anak Muda Milenial Ikuti Praktek Pertanian Sayur Mayur JHL Merah Putih Kasih Foundation

Habiskan Masa Liburan, Muda-mudi Hangout di Taman Literasi Martha Tiahahu Blok-M Jakarta

Bali Jadi Tuan Rumah Asian World Model United Nation, Simulasi Sidang PBB untuk Anak Muda
