Polemik Kasus Asabri, Andi Hamzah: Yang Dituntut Harus Sesuai Surat Dakwaan

Andika PratamaAndika Pratama - Minggu, 12 Desember 2021
Polemik Kasus Asabri, Andi Hamzah: Yang Dituntut Harus Sesuai Surat Dakwaan

Guru Besar Hukum Pidana Professor Andi Hamzah. Foto: Istimewa

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Tuntutan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menuntut terdakwa perkara dugaan korupsi Asabri, Heru Hidayat dengan pidana hukuman mati, menuai polemik.

Pasalnya, dalam surat dakwaan, jaksa tidak mendakwa Heru Hidayat dengan Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Baca Juga

Akademisi Nilai Tuntutan Hukuman Mati Terdakwa Kasus Asabri Heru Hidayat Keliru

Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor ini memuat ancaman pidana mati bagi terdakwa perkara kasus korupsi dalam kondisi tertentu, seperti bencana nasional, krisis moneter atau pengulangan tindak pidana.

Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Andi Hamzah menegaskan jaksa atau hakim tidak boleh menuntut atau memutuskan perkara di luar dari surat dakwaan. Jika itu dilakukan, kata dia, jaksa atau hakim bersangkutan membuat tuntutan atau putusan melebihi dakwaan.

"Nggak bisa, itu namanya Ultra petitum. Sama saja perdata, dia menggugat ganti kerugian Rp 10 miliar, tidak bisa nanti dia maunya (nuntut) Rp 20 miliar. Itu namanya ultra petitum. Yang dituntut berdasarkan surat dakwaan, apa yang didakwakan," kata Andi saat dihubungi wartawan, Minggu (11/12).

Karena itu, kata Andi, hakim pastinya akan memutuskan perkara sesuai dengan surat dakwaan kalau memang terdakwa terbukti melakukan tindakan pidana.

"Iya, harus. Hakim harus memutuskan berdasarkan surat dakwaan, putusan hakim didasarkan surat dakwaan kalau terbukti," ujarnya.

Menurut dia, jaksa atau hakim tidak boleh menuntut atau memutuskan di luar surat dakwaan. Jika itu dilakukan, maka tuntutan atau putusan tersebut dinyatakan keliru. Karena itu, hakim bisa memperbaiki jika itu dilakukan jaksa dan jika hal tersebut diputuskan hakim, maka bisa dilakukan banding karena putusan ultra petitum.

"Tidak bisa diputuskan begitu oleh hakim, kalau hakim putuskan begitu, ya banding. Itu putusan keliru, ultra petitum namanya, tidak boleh lebih dari surat dakwaan," tegas dia.

Sebelumnya, Pakar Hukum Tindak Pidana Korupsi yang sekaligus menjadi Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga Nur Basuki Minarno juga menyampaikan pendapat yang tidak berbeda jauh dari pendapat Andi Hamzah. Menurut Nur, tuntutan jaksa untuk pidana mati terhadap Heru Hidayat dalam kasus Asabri tidak tepat karena Pasal 2 ayat (2) UU Korupsi (UU Tipikor) tidak masuk di dalam surat dakwaan.

Baca Juga

Tuntutan Hukuman Mati Kasus Asabri Bisa Bikin Khawatir Investor Pasar Modal

Nur mengatakan JPU hanya mencantumkan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor dalam surat dakwaannya. Dalam pasal tersebut, kata dia, tidak ada ancaman pidana hukuman mati terhadap terdakwa. Ancaman pidana hukuman mati justru terdapat pada Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor yang tidak disertakan dalam surat dakwaan JPU terhadap Heru Hidayat.

“Apakah Pasal 2 ayat (2) itu harus dicantum di dalam surat dakwaan? Menurut pendapat saya, Pasal 2 ayat (2) harus dicatumkan dalam surat dakwaan, baru bisa jaksa itu menuntut pidana mati. Karena di dalam Pasal 2 ayat (2), nanti JPU itu harus membuktikan bahwa korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu. Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, keadaan tertentu itu adalah keadaan di mana terjadi bencana alam, di mana terjadi krisis ekonomi atau melakukan pengulangan tindak pidana,” jelas Nur kepada wartawan, Selasa (7/12).

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Pakar Pidana dari Universitas Trisakti Dian Adriawan yang menilai jaksa keliru dengan menuntut pidana hukuman mati kepada Heru Hidayat. Pasalnya, surat dakwaan yang dibuat jaksa terhadap Heru Hidayat sama sekali tidak memuat Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Menurut Dian, seharusnya tuntutan jaksa harus merujuk pada surat dakwaan.

“Kalau tidak ada dalam surat dakwaan, berarti kekeliruan yang dilakukan jaksa ketika dia mencantumkan itu (pidana hukum mati) di dalam tuntutan pidana,” ujar Dian kepada wartawan, Kamis (9/12).

Dian mengatakan poin-poin dalam surat dakwaan dakwaan merupakan hal yang penting karena menjadi koridor bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan perkara. Selain itu, kata dia, surat dakwaan menjadi batasan bagi jaksa dalam pengajuan tuntutan pidana bagi seorang terdakwa.

“Kalau tidak ada dalam surat dakwaan, kemudian dalam tuntutan-tuntutan pidana ada Pasal 2 ayat (2), itu sesuatu kekeliruan JPU. Karena begini, apa yang ada dalam surat dakwaan, diantisipasi juga oleh terdakwa di dalam pembuktian. Nah, bagaiman dia (terdakwa) mengantisipasi Pasal 2 ayat (2) kalau tidak ada dalam surat dakwaan,” jelas Dian.

Diketahui, Jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut terdakwa perkara dugaan korupsi Asabri, Heru Hidayat dengan pidana hukuman mati. Jaksa meyakini Heru terbukti bersama-sama sejumlah pihak lainnya telah melakukan korupsi dalam pengelolaan dana PT Asabri (Persero) yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 22,78 triliun. (Pon)

Baca Juga

Pandangan Pakar Hukum soal Pengulangan Tindak Pidana yang Disinggung dalam Kasus Asabri

#Asabri #Kasus Korupsi
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
Politisi NasDem Dipanggil KPK Setelah Rekan Separtainya Jadi Tersangka Korupsi Rp 28 Miliar, Siapa Lagi yang Kecipratan Dana PSBI OJK?
Satori diduga menerima uang sebesar Rp12,52 miliar
Angga Yudha Pratama - Senin, 27 Oktober 2025
Politisi NasDem Dipanggil KPK Setelah Rekan Separtainya Jadi Tersangka Korupsi Rp 28 Miliar, Siapa Lagi yang Kecipratan Dana PSBI OJK?
Indonesia
Sekjen DPR Mangkir dari Pemeriksaan Korupsi Rumah Jabatan, KPK Jadwalkan Ulang
KPK sudah menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan penghitungan total kerugian negara dalam perkata tersebut. ?
Dwi Astarini - Jumat, 24 Oktober 2025
Sekjen DPR Mangkir dari Pemeriksaan Korupsi Rumah Jabatan, KPK Jadwalkan Ulang
Indonesia
Kantornya Digeledah Kejaksaan, Bea Cukai Anggap Bagian Pengumpulan Data
Fokus utama penyelidikan Kejagung adalah dugaan permasalahan yang terkait dengan ekspor POME
Angga Yudha Pratama - Jumat, 24 Oktober 2025
Kantornya Digeledah Kejaksaan, Bea Cukai Anggap Bagian Pengumpulan Data
Indonesia
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja Dilaporkan ke KPK, Diduga Korupsi Proyek Command Center
Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, dilaporkan ke KPK atas dugaan kasus korupsi proyek Command Center.
Soffi Amira - Kamis, 23 Oktober 2025
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja Dilaporkan ke KPK, Diduga Korupsi Proyek Command Center
Dunia
Dipenjara 5 Tahun, Nicolas Sarkozy Jadi Eks Presiden Prancis Pertama Masuk Bui
Televisi BFM TV menampilkan laporan saat Sarkozy tiba di Penjara La Santé, Paris, pada Selasa (21/10) waktu setempat
Wisnu Cipto - Rabu, 22 Oktober 2025
Dipenjara 5 Tahun, Nicolas Sarkozy Jadi Eks Presiden Prancis Pertama Masuk Bui
Indonesia
Legislator NasDem Apresiasi Kejagung Kembalikan Rp 13 Triliun Uang Negara dari Kasus Ekspor CPO
Menjadi bukti nyata komitmen Kejagung dalam menjalankan mandat undang-undang untuk menegakkan keadilan dan memberantas korupsi.
Dwi Astarini - Selasa, 21 Oktober 2025
Legislator NasDem Apresiasi Kejagung Kembalikan Rp 13 Triliun Uang Negara dari Kasus Ekspor CPO
Indonesia
Hakim Pengadil Tom Lembong Bakak Disidang KY di Akhir Bulan, Tom Sampaikan Apresiasi
Tom Lembong menyampaikan apresiasinya kepada segenap jajaran Komisi Yudisial yang telah mengundang dirinya untuk memberikan keterangan sebagai tindak lanjut atas laporannya.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 21 Oktober 2025
Hakim Pengadil Tom Lembong Bakak Disidang KY di Akhir Bulan, Tom Sampaikan Apresiasi
Indonesia
KPK Kirim Sinyal Bahaya, Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran Diperkuat dengan Integrasi Pencegahan dan Penindakan
KPK mendorong agar Kemnaker dan para pemangku kepentingan di sektor ketenagakerjaan melakukan langkah-langkah perbaikan sistem layanan publik
Angga Yudha Pratama - Selasa, 21 Oktober 2025
KPK Kirim Sinyal Bahaya, Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran Diperkuat dengan Integrasi Pencegahan dan Penindakan
Indonesia
Uang Korupsi CPO Rp 13 Triliun Dikembalikan ke Negara, Prabowo: Ini Pertanda Baik di 1 Tahun Pemerintahan
Prabowo sebut langkah Kejagung menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi dan menjaga aset negara.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 20 Oktober 2025
Uang Korupsi CPO Rp 13 Triliun Dikembalikan ke Negara, Prabowo: Ini Pertanda Baik di 1 Tahun Pemerintahan
Indonesia
Uang Triliunan dari Kasus Korupsi CPO ‘Penuhi’ Ruangan Kejagung, Presiden Prabowo: Ini untuk Renovasi 8.000 Sekolah
Prabowo menyampaikan apresiasi kepada jajaran Kejagung atas kerja keras mereka dalam mengusut kasus besar ini.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 20 Oktober 2025
Uang Triliunan dari Kasus Korupsi CPO ‘Penuhi’ Ruangan Kejagung, Presiden Prabowo: Ini untuk Renovasi 8.000 Sekolah
Bagikan