Sains

Peti Mati Ini 'Hidup' untuk Lingkungan

Ikhsan Aryo DigdoIkhsan Aryo Digdo - Sabtu, 26 September 2020
Peti Mati Ini 'Hidup' untuk Lingkungan

Loop, peti mati hidup pertama di dunia. (Foto: Loop)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

PETI mati ramah lingkungan. Begitulah konsep peti mati ini. Peti mati 'hidup' yang dibuat oleh startup Belanda bernama 'Loop' ini terbuat dari jamur. Peti mati ini mampu mengubah tubuh manusia yang membusuk menjadi nutrisi bagi tanaman.

Melansir Independent, ketika berita tentang penemuan ini tersebar, dengan cepat menjadi viral. Selama beberapa hari, pembuat peti mati hidup ini, Bob Hendrikx, muncul di stasiun televisi dan menjadi berita utama di seluruh dunia.

Baca juga:

Adidas dan Allbirds Buat Sneakers Ramah Lingkungan

"Ini adalah peti mati hidup pertama di dunia, memungkinkan manusia untuk tidak mencemari tanah tetapi malah memperkaya," ucap Hendrikx tulis Yahoo.

Laman Reuters yang melakukan wawancara langsung dengan Hendrikx, mengatakan peti mati hidup ini terbuat dari miselium, struktur akar bawah tanah jamur. Lalu peti mati ini diisi dengan lumut untuk merangsang pembusukan.

Miselium digunakan di Chernobyl untuk membersihkan tanah di sana dari bencana nuklir. Hendrikx mengatakan kepada Reuters bahwa hal yang sama terjadi di tempat pemakaman kita, karena tanah di sana sangat tercemar dan miselium sangat menyukai logam, minyak, dan mikroplastik.

Peti mati hidup ini tidak akan merusak tanah seperti peti mati lainnya. (Foto: Loop)

"Miselium adalah pendaur ulang alam terbesar. Ia terus mencari makanan dan mengubahnya menjadi nutrisi tanaman," kata Hendrikx.

Baca juga:

Mulai Beralih Pada Sabun Organik yang Ramah Lingkungan

Hendriks menjelaskan proses penemuannya ini kepada Reuters. Peti mati tersebut ditanam seperti tanaman dalam waktu seminggu di laboratorium perusahaan di Universitas Teknik Delft dengan mencampurkan miselium dengan serpihan kayu dalam cetakan peti mati.

Setelah miselium tumbuh melalui serpihan kayu, peti mati dikeringkan dan memiliki kekuatan yang cukup untuk membawa beban hingga 200 kilogram. Setelah terkubur, peti mati yang interaksi dengan air tanah akan melarutkan peti mati dalam waktu 30 hingga 45 hari.

"Penguraian tubuh diperkirakan hanya memakan waktu dua hingga tiga tahun, bukan 10 hingga 20 tahun yang dibutuhkan dengan peti mati tradisional," jelas Hendriks.

Bahkan, saat peti matinya sudah berada dalam tanah, kamu bisa menyiraminya dan memasukan biji-bijian. "kamu bisa menentukan kamu ingin menjadi pohon apa," tutup Hendrikx. (lev)

Baca juga:

Casing Smartphone Unik Ramah Lingkungan

#Peti Mati #Sains #Ramah Lingkungan
Bagikan
Ditulis Oleh

Ikhsan Aryo Digdo

Learner.

Berita Terkait

Indonesia
Sepakat Kerja Sama di Bidang Ekonomi dan Sains, Presiden Brasil Harap Bisa Untungkan 2 Negara
Brasil dan Indonesia sepakat bekerja sama di bidang ekonomi dan sains. Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, berharap kerja sama ini bisa menguntungkan dua negara.
Soffi Amira - Kamis, 23 Oktober 2025
Sepakat Kerja Sama di Bidang Ekonomi dan Sains, Presiden Brasil Harap Bisa Untungkan 2 Negara
Indonesia
2 Pemuda Lumajang Berhasil Olah Limbah MBG Jadi Produk Ramah Lingkungan, Buka Lapangan Kerja Baru
Dua pemuda asal Lumajang mengolah limbah MBG menjadi produk ramah lingkungan. Inovasi ini juga menciptakan lapangan kerja baru.
Soffi Amira - Sabtu, 11 Oktober 2025
2 Pemuda Lumajang Berhasil Olah Limbah MBG Jadi Produk Ramah Lingkungan, Buka Lapangan Kerja Baru
Dunia
Ilmuwan Peneliti Material Baru Terima Hadiah Nobel Kimia, Temuannya Dapat Bantu Selamatkan Planet
Penemuan mereka berpotensi mengatasi beberapa masalah terbesar di planet ini, termasuk menangkap karbon dioksida untuk membantu mengatasi perubahan iklim dan mengurangi polusi plastik melalui pendekatan kimia.
Dwi Astarini - Jumat, 10 Oktober 2025
 Ilmuwan Peneliti Material Baru Terima Hadiah Nobel Kimia, Temuannya Dapat Bantu Selamatkan Planet
Dunia
Tiga Ilmuwan Raih Hadiah Nobel Fisika, Berjasa dalam Komputasi Kuantum
Membuka jalan bagi lahirnya generasi baru komputer superkuat.
Dwi Astarini - Rabu, 08 Oktober 2025
Tiga Ilmuwan Raih Hadiah Nobel Fisika, Berjasa dalam Komputasi Kuantum
Lifestyle
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia
Temuan ini akan membantu ilmuwan mencari pengobatan baru bagi manusia.
Dwi Astarini - Jumat, 15 Agustus 2025
Kayak Manusia, Kucing Juga Bisa Kena Demensia
Lifestyle
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Artropoda disebut menjadi sumber makanan penting bagi burung dan hewan yang lebih besar.??
Dwi Astarini - Kamis, 07 Agustus 2025
Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim
Dunia
Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii
Pompeii setelah tahun 79 muncul kembali, bukan sebagai kota, melainkan sebagai kumpulan bangunan yang rapuh dan suram, semacam kamp.
Dwi Astarini - Kamis, 07 Agustus 2025
Arkeolog Temukan Bukti Penyintas Letusan Gunung Vesuvius Kembali Tinggal di Reruntuhan Pompeii
Lifestyle
Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar
Dikenal dengan nama NWA 16788, meteorit ini memiliki berat 24,5 kilogram.
Dwi Astarini - Kamis, 17 Juli 2025
Batu Mars Terbesar di Dunia Dilelang, Terjual Seharga Rp 86,25 Miliar
Lifestyle
Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini
Gejala alergi tak lagi bisa dianggap sepele.
Dwi Astarini - Senin, 23 Juni 2025
Jokowi Terkena Alergi Parah, para Ahli Sebut Perubahan Iklim Memperburuk Kondisi Ini
Fun
Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!
Sebuah studi dari Concordia University mengungkap bahwa membagikan foto atau video hewan lucu di media sosial ternyata bisa memperkuat koneksi dan hubungan digital. Simak penjelasannya!
Hendaru Tri Hanggoro - Jumat, 13 Juni 2025
Kenapa Kita Suka Share dan Lihat Konten Hewan Lucu di Media Sosial? Ini Jawaban Ilmiahnya!
Bagikan