Persaingan Keras, Pengamat Sarankan Bank Digital Pakai Jurus ini Agar Tetap Merdeka


Tantangan ke depan perusahaan bank digital adalah menangkap perubahan selera pasar. (Foto: Contentro)
BANK digital mewarnai industri perbankan Tanah Air dalam tujuh tahun terakhir. Tercatat, 13 bank digital berdiri dalam kurun itu.
Bank-bank digital itu didirikan oleh perusahaan bank, perusahaan layanan jasa keuangan, dan perusahaan teknologi finansial.
Prof. Agus W. Soehadi, ahli pemasaran sekaligus Wakil Rektor I Universitas Prasetiya Mulya, menyebut kemunculan banyak bank digital bermula dari pandemi beberapa waktu lalu.
"Terjadi shifting perilaku nasabah, dari yang semula mengandalkan layanan bank di kantor cabang, kini mereka sudah terbiasa menggunakan layanan perbankan digital," ujarnya dalam diskusi Industrial Talk yang digelar Master Program Prasetiya Mulya di Jakarta, pekan lalu (9/8), seperti tersua dalam keterangan resmi kepada Merahputih.com.
Setelah pandemi berakhir, kebiasaan menggunakan bank digital bertahan. Masyarakat menyukai layanan ini. Mereka menganggap bank digital lebih efisien, tak perlu mengantre, jam operasional panjang, tersedia di mana saja dan kapan saja selama telepon seluler nasabah terhubung internet.
Membaca kebiasaan baru ini, pemain baru pun bermunculan sehingga bakal menambah sengit persaingan. Terlebih, populasi generasi muda melek teknologi sangat besar. Mereka berpotensi menjadi nasabah bank kemudian hari.
Menyikapi ketatnya persaingan antar antar-bank digital maupun layanan digital bank konvensional, perusahaan pun putar otak mencari strategi agar bisa bertahan dan tak kehilangan nasabahnya.
"Tantangan ke depan perusahaan bank digital adalah menangkap perubahan selera pasar. Ini titik kritisnya," ujar Agus.
Baca juga:

Menurutnya, keputusan atas suatu produk atau layanan tidak lagi bergantung pada pemangku kebijakan di perusahaan, melainkan pada selera konsumen.
Agus memprediksi layanan bank digital akan mirip satu sama lain pada akhirnya. Dengan kondisi demikian, bank harus memikirkan strategi untuk membuat nasabah bertahan.
“Cara lama seperti membakar uang untuk memberikan promosi atau benefit tertentu kepada nasabah sudah tidak terlalu efektif, dan tidak terlalu baik bagi keberlanjutan bisnis.”
Karena itu, kemampuan perusahaan menangkap selera pasar saja tidak cukup. Kejelian itu perlu diterjemahkan dalam bentuk inovasi layanan dan produk.
Saat ini, kata Agus, bank-bank digital masih berkompetisi dengan menghadirkan ekosistem layanan dan produk yang lengkap demi memenuhi kebutuhan setiap segmen konsumen.
Ke depannya, menurut Agus, inovasi perbankan digital perlu diarahkan kepada layanan dan produk yang lebih terpersonalisasi. Sehingga nasabah pun akan merasa bank sangat memahami kebutuhan mereka. “Hal ini yang membuat nasabah akan loyal.”
Bank digital lebih mungkin melakukannya ketimbang bank konvensional. Sebab bank digital bisa bergerak lebih luwes dan lincah dalam berinovasi dengan dukungan teknologi informasi. Apalagi saat ini ada teknologi kecerdasan buatan yang bisa dimanfaatkan untuk menganalisa perilaku konsumen.
Agus mencontohkan beberapa layanan dan produk terpersonalisasi yang bisa dikembangkan bank. Misalnya investasi yang disesuaikan dengan kondisi keuangan nasabah.
Bisa juga semacam pengingat atau notifikasi atas transaksi rutin setiap nasabah, atau sistem perencanaan keuangan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan personal setiap nasabah.
“Dengan begitu nasabah akan mendapatkan pengalaman yang lebih lengkap dan sesuai dengan profil mereka masing-masing.”
Bhimo Wikan Hantoro, Direktur Digital dan Operasional PT Bank Raya Indonesia Indonesia Tbk, sependapat dengan Agus. Menurut Bhimo, bank digital perlu memikirkan strategi akuisisi konsumen yang tepat.
Baca juga:

“Di perusahaan kami, hal terpenting adalah biaya untuk akuisisi konsumen ini harus jauh lebih rendah dibanding dengan customer lifetime value (CLV) kami.”
CLV adalah indikator untuk menentukan nilai dari pelanggan sebuah perusahaan. Artinya, tiap investasi yang dikeluarkan untuk mengakuisisi konsumen harus menghasilkan penggunaan produk secara organik tanpa didorong oleh gimmick marketing yang berlebihan.
Bhimo mencontohkan sejumlah inovasi di bank digital Bank Raya seperti aspek costumer journey alias pengalaman nasabah saat menggunakan aplikasinya.
Bhimo juga meyakini bank digital harus menghadirkan layanan dan produk yang sangat terpersonalisasi bagi para nasabahnya.
“Bank harus membuat nasabah merasa nyaman setiap kali berinteraksi dengan kami, baik melalui aplikasi atau saluran lain. Cara membuat nyaman mereka adalah dengan menyediakan layanan yang memahami kebutuhan setiap nasabah.”
Sementara itu, Head of Customer Engagement di PT Bank Jago Tbk, Lena Chow, menekankan kehadiran bank digital meningkatkan literasi masyarakat tentang layanan keuangan.
Dia juga menyebut bank digital punya tantangan. Salah satunya adalah bagaimana bank digital memperluas penetrasi kepada masyarakat.
“Kunci utama untuk memperluas penetrasi ini adalah dengan memperbanyak pengguna ponsel pintar terlebih dahulu.” (dru)
Baca juga:
Bank Swasta Dorong Transaksi Trade Finance dengan Blockchain
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
Kick Avenue Gandeng Jenama Lokal Mejeng di HypeQuarters

Tips Mengatur Keuangan dengan Metode 50/30/20

Toko Roti Sidodadi hingga Sam Bimbo Raih Anugerah Budaya Kota Bandung 2023

JAKARTA DANCE MEET UP 2023 Mengolah Kreativitas Baru Anak Muda di Seni Tari

Chummy Tummy Ajak Anak Berkreasi di 'Coloring Chumpetition'

Seluk-Beluk Indonesia Arena, Stadion Indoor Multifungsi

Generasi Muda, Saatnya Ambil Peran dalam Kampanye #pikirindulu

Targetkan Generasi Muda, Aplikasi Investasi Emas Digital

Festival Film Internasional Busan akan Rayakan Kebangkitan Industri Film Indonesia

Terowongan Bawah Laut di IKN Mulai Dibangun Tahun Depan
