Perjanjian Perdagangan Bebas Dinilai Merugikan Rakyat Indonesia


Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Presiden Indonesia (kiri) Joko Widodo memberikan pernyataan kepada wartawan setelah pertemuan mereka di Ruang Oval Gedung Putih di Washington, Senin (26/10).
MerahPutih Keuangan - Pasca kunjungan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat, terjadi perbincangan di berbagai kalangan terkait bergabung atau tidaknya Indonesia dalam Trans Pacific Partnership Agreement (TPP).
TPP sendiri berawal dari perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement) tingkat regional antara Selandia Baru, Cile, Singapura, dan Brunei, yang menyepakati perjanjian perdagangan bebas dalam kelompok yang diberi nama Trans-Pacific Strategic Economic Partnership (TPSEP) pada tahun 2005. Hal tersebut diungkapkan Anwar Ma’ruf, Presiden Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), melalui rilis yang dikirim kepada merahputih.com, Jumat (19/11).
"Presiden Barack Obama, pada tahun 2010, merombak TPSEP dengan menggabungkannya bersama Australia, Peru, Vietnam, Malaysia dan Amerika Serikat, sehingga menjadi Trans-Pacific Partnership (TPP, Kemitraan Trans-Pasifik). Di tahun 2011, Kanada, Meksiko dan Jepang masuk menjadi anggota TPP dan diterima sebagai “latecomers” dengan syarat tidak mengubah kesepakatan yang sudah dicapai dan tidak punya hak veto terhadap berbagai hal yang sudah dan akan disepakati sembilan anggota asli lainnya," ujarnya.
TPP pada akhirnya memang menjadi kerja sama yang cukup besar karena mewakili 40 persen kekuatan ekonomi dunia (28,1 triliun GDP gabungan) dengan mengikutsertakan lebih dari 792 juta penduduk yang tersebar di Amerika Serikat, Australia, Brunei Darussalam, Cile, Jepang, Malaysia, Peru, Singapura, Vietnam, Kanada dan Selandia Baru.
"TPP juga menjadi perjanjian perdagangan bebas yang komprehensif dengan tujuan untuk liberalisasi di berbagai sektor ekonomi, termasuk barang dan jasa, bahkan melampui komitmen yang saat ini berbasiskan kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization, WTO), namun perlu diingat, perjanjian perdagangan bebas ini amat merugikan rakyat Indonesia," ujarnya. (aka)
BACA JUGA:
Bagikan
Adinda Nurrizki
Berita Terkait
Investasi Bangunan Landai, Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2025 Turun 0,1%

Bank Permata: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Melambat Bergerak 4,5 Hingga 5,0 Persen

Komisi III DPR Terima Masukan Pemred Media Massa terkait Larangan Liputan Sidang

Bank Indonesia Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2025 Capai Target

Pakar Nilai Indonsia Punya Prasyarat untuk Capai Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen

Mendag Pastikan Oleh-Oleh dari Luar Negeri Bebas Pungutan Bea Cukai

Jokowi Pamer Ekonomi RI Tumbuh Di Atas 5 Persen Selama 7 Kuartal Beruntun

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tertinggi Ke-2 di Antara Negara-Negara G20

Industri Otomotif Indonesia Tumbuh 10,95 Persen pada 2022

Gubernur BI: Pertumbuhan Ekonomi India Berdampak Positif terhadap Indonesia
