Pentas Teater 'Ariyah dari Jembatan Ancol', Cara Pandang Baru terhadap Legenda Urban

Seluruh pemain teater 'Ariyah Jembatan Ancol'. (Foto: Dok. Titimangsa)
SUARA gonggongan anjing memecahkan keheningan Teater Jakarta di Taman Ismail Marzuki. Ruangan gelap seketika berubah gegap gempita.
Di tengah panggung, sorot lampu menghujani seorang lelaki paruh baya bernama Joind Bayuwinanda. Dia mengatakan, “Latar waktu berada di tahun 1817, di mana legenda Jembatan Ancol semua berawal.” Lampu mulai padam, berganti latar set perkampungan tempo batavia. Hening kembali.
Cerita berawal dari tokoh Ariyah, seorang perempuan yang menjadi jaminan utang ibunya kepada Juragan Tambas. Namun, ketika mereka tidak bisa membayar utang, Ariyah terpaksa menjadi istri muda si Juragan. Keputusan ini mendapat penolakan dari kekasih Ariyah, Karim. Tambas marah besar.
Tragedi bagi Ariyah dan Karim. Mereka dibunuh.
Baca juga:
Chelsea Islan dan Mikha Tambayong Cerita Kesulitan Tampil di Teater 'Ariyah dari Jembatan Ancol'
Mayat Ariyah dibuang dari Jembatan Ancol, sedangkan mayat Karim tidak diketahui keberadaannya. Ariyah yang tidak pernah merasa dirinya mati, akhirnya gentayangan mencari kekasihnya. Ia juga gentayangan karena tak sempat meminta maaf dan berpamitan pada ibunya setelah usulnya menjadi jaminan utang berakhir petaka.
Demikianlah garis besar teater Ariyah dari Jembatan Ancol. Meski mengambil kisah tutur masyarakat Si Manis Jembatan Ancol, Ariyah teater beroleh cara pandang baru terhadap cerita hantu.
Pada masa kini, Ariyah yang gentayangan bertemu bersama dengan Yulia, Yudha, dan Tante Mus yang berusaha menghadapi mafia tanah bernama Bos Mintarjo yang mengancam rumah mereka. Dalam prosesnya, hubungan masa lalu dan aroma kayu manis menjadi kunci dalam memecahkan misteri yang melibatkan cinta, dendam, dan keberanian.
Perjumpaan yang tak kunjung tiba, perpisahan dengan orang-orang tercinta, dan perasaan bersalah adalah hantu yang sesungguhnya.
Baca juga:
Ariyah Si Manis Jembatan Ancol Siap Teror Penonton Teater Jakarta
“Kita bisa melihat perspektif lain dari sejarah yang ada di Indonesia bahwa legenda urban itu sendiri bukan sesuatu untuk menakut-nakuti, namun itu adalah cerminan psikologis dan sosiologis masyarakat yang ada di sekitarnya,” ucap Produser pementasan Happy Salma sesaat sebelum teater dimulai, Rabu (27/7).
Dalam menampilkan cerita yang menghadirkan ragam emosi dan pengalaman hidup yang luar biasa dari para karakter, pementasan ini menghadirkan nama-nama besar di panggung teater dan dunia seni peran layar kaca.
Kolaborasi Chelsea Islan, Mikha Tambayong, Ario Bayu, Gusty Pratama, Lucky Moniaga, Derry Oktami, Sarah Tjia, Rahayu Saraswati, Ririn Ekawati, Joind Bayuwinanda, Josh Marcy, dan Siko Setyanto, membawakan karakter-karakter kuat penuh emosi telah menciptakan pengalaman panggung yang menarik dan memukau penonton.
“Legenda urban merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari budaya kita dan Titimangsa menghidupkan kembali kisah awal Si Manis Jembatan Ancol serta memadukannya dengan masa kini sehingga memberikan pengalaman yang berbeda kepada para penonton,” pungkas program director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian. (Far)
Baca juga:
Cerita Cindy Nirmala Syuting di Film Horor 'Mantra Surugana'
Bagikan
Berita Terkait
Mengenang Pramoedya Ananta Toer lewat 'Bunga Penutup Abad'
Mengintip Sesi Latihan Jelang Pementasan Teater Bertajuk Bunga Penutup Abad

Jelang Pertunjukan Teater Bertajuk Bunga Penutup Abad di Jakarta

Teater Koma Bawa Karakter Punokawan Melintasi Ruang dan Zaman dalam Pertunjukan 'Mencari Semar'

Jelang Pementasan Teater Mencari Semar Angkat Cerita Tradisi Punakawan yang Futuristik

Indonesia Kaya Tampil dengan Wajah Baru, Siap Jadi Platform Pioner Lestarikan Seni Pertunjukan Tanah Air yang Lebih Progresif dan Relevan

Panggung Musikal 'Keluarga Cemara' Siap Dipentaskan Kembali
Mengintip Rehearsal Pertunjukan Panggung Musikal Keluarga Cemara di Ciputra Artpreneur

Bersama Fadli Zon, Megawati Hadiri Pertunjukan Teater Seni Musik Imam Al-Bukhari-Sukarno di GKJ

Ketika Romantika Diuji Prahara Politik Nasional Tersaji dalam Teater Musikal 'Mar'
