Penghapusan Premium Diusulkan Sesuai Kondisi Daerah
SPBU. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Wacana penghapusan bahan bakar jenis premium dan pertalite mengemuka ke publik. Pemerintah sampai saat ini belum memutuskan kebijikan pada BBM bersubsidi tersebut.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Sultan B Najamudin mengusulkan, penghapusan bisa berbasis kondisi udara di suatu daerah untuk mewujudkan kualitas udara yang bersih.
Baca Juga:
Masyarakat Diminta Tidak Panik, Pertamina Produksi 1 Juta Barel BBM Per Hari
"Mewujudkan kualitas udara yang bersih dan sehat tentu sangat kita harapkan, namun Pemerintah tidak bisa memberlakukan kebijakan penghapusan dua jenis BBM idola kelas menengah-bawah ini secara merata,” kata Sultan di Jakarta, Senin (27/12).
Ia berpandangan, terdapat banyak faktor yang menyebabkan kualitas udara suatu daerah menjadi rendah, khususnya di kawasan perkotaan, seperti kepadatan kendaraan bermotor juga kepadatan kawasan industri atau pabrik.
Menurut Sultan, pemerintah sebaiknya mengambil langkah penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan pertalite berdasarkan kepada Indeks Kualitas Udara atau Air Quality Index (AQI). Masing-masing daerah memiliki Indeks Kualitas Udara yang berbeda-beda karena tergantung kepada jumlah kepadatan kendaraan dan industri.
"Buatkan saja aturan lintas kementerian, baik KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia) dan Kementerian Keuangan yang menetapkan batas-batas atau standar AQI di semua daerah untuk diberlakukan tentang ada atau tidaknya BBM jenis premium dan pertalite,” ucap Mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu.
Sultan menegaskan, dengan kondisi itu, pemerintah daerah akan berlomba-lomba memastikan AQI daerahnya berada di bawah batas atas yang ditetapkan. Hal ini akan berkonsekuensi pada keberadaan jenis BBM yang murah.
"Kebijakan ini akan terasa lebih adil dan proporsional. Apalagi, situasi ekonomi masyarakat belum benar-benar pulih di tengah pandemi. Jangan sampai masyarakat daerah dan desa harus menanggung beban ekonomi yang diakibatkan oleh penduduk di kawasan kota penghasil emisi atau polusi udara,” katanya.
Sultan mengingatkan, pentingnya mempertimbangkan ekonomi nasional yang ditopang oleh pola konsumsi masyarakat. Salah satu faktor yang menjadi penentu tinggi atau rendahnya daya beli masyarakat adalah BBM.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mewacanakan bersiap menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan pertalite mulai 2022. Melalui penghapusan premium dan pertalite, pemerintah berharap dapat mendorong konsumsi BBM yang lebih ramah lingkungan. (Pon)
Baca Juga:
Libur Nataru, Kebutuhan BBM di Jateng dan DIY Diprediksi Naik 10 Persen
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Etanol 10 Persen di BBM Diwajibkan Mulai 2027
Bahlil Dikecam Karena 'Memaksa' SPBU Swasta Beli BBM Pertamina, Pengamat Nilai Ada Kekacauan Logika Tata Kelola Energi
Warga Berebut BBM dari Truk Tangki Terguling, 30 Orang Tewas 40 Luka-Luka
Nasib E10 Tergantung Tebu dan Pabrik Gula, Begini Peringatan Profesor ITB
Pakar Otomotif ITB Jelaskan Higroskopis Beda Jauh dari Korosif, Jamin E10 Ramah Mesin
BBM E10 Rusak Mesin? Guru Besar UB Bongkar Mitos yang Bikin Rugi
[HOAKS atau FAKTA] : Menkeu Purbaya Menyebut Harga Pertalite Harusnya di Rp5.400 per Liter dan LPG 3 Kg di Rp14.700 per Tabung
BBM 'Hijau' Bikin Was-Was, Kementerian ESDM 'Paksa' Industri Otomotif Uji Ketahanan E10
Bye-Bye Knocking! BBM E10 Bikin Mobil Modern Senyum, Mesin Tua Auto Menangis
Guru Besar ITB Sebut Campuran 10 Persen Etanol Langkah Visoner Optimalkan Bahan Naku Lokal Indonesia