Pengamat Ingatkan Prabowo Soal Penghapusan Outsourcing Jangan Cuma Janji

Presiden Prabowo Subianto. (Foto: Setpres)
MerahPutih.com - Pengamat Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai janji Presiden Prabowo Subianto menghapus outsourcing (sistem alih daya) tidak boleh berhenti sebagai retorika seremonial.
Achmad mengatakan, harus ada langkah konkret, yakni merevisi total Undang-undang Ketenagakerjaan dan turunannya. Seperti merumuskan kebijakan transisi bagi perusahaan dan pekerja.
“Termasuk keberanian untuk menegaskan bahwa sistem kerja yang tidak manusiawi tidak bisa terus dilegalkan atas nama efisiensi,” kata Achmad kepada wartawan di Jakarta dikutip Kamis (8/5).
Baca juga:
Rencana Penghapusan Outsourcing Bukti Keberpihakan Presiden Prabowo ke Buruh
Dalam hal ini, dia juga mendorong pemerintah untuk membuka dialog sosial yang melibatkan semua pemangku kepentingan yakni serikat buruh, pengusaha, akademisi, dan DPR.
“Oleh karena itu, sudah saatnya sistem outsourcing, dalam formatnya yang menindas dan diskriminatif seperti saat ini, dibatalkan,” jelas Achmad.
Dia menyebut, outsourcing selama ini berkembang menjadi instrumen legal eksploitasi buruh. Achmad menctohkan, pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi No. 6/PUU-XVI/2018 dan Nomor 91/PUU-XVIII/2020, outsourcing tetap diperbolehkan dengan pembatasan pada pekerjaan yang bukan inti.
“Namun, dalam praktiknya ketentuan ini sangat longgar,” kata Achmad.
Dia mengungkap, banyak perusahaan yang memanfaatkan celah hukum ini untuk mengalihdayakan pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya bersifat strategis dan permanen.
“Sistem ini telah menciptakan ketimpangan struktural yang tajam antara pekerja outsourcing dan karyawan tetap,” jelas Achmad.
Dia mencontohkan, pekerja yang bekerja di lokasi, jam, dan jenis pekerjaan yang sama, bisa mendapatkan perlakuan yang berbeda hanya karena status kepegawaiannya outsourcing, tanpa kepastian kerja, tanpa jaminan sosial yang layak, dan tanpa prospek karir yang jelas.
“Buruh outsourcing tidak hanya mengalami ketidakpastian kerja, tetapi juga kerap menjadi korban pemutusan hubungan kerja sepihak dengan pesangon yang tak sesuai,” ungkapnya.
Baca juga:
Tuntutan Buruh saat May Day, Hapus Pekerja Outsourcing dan Minta Upah Layak
Menurutnya, menghapus outsourcing merupakan bentuk koreksi terhadap praktik relasi industrial yang tidak adil. Dia mengatakan, negara-negara maju pun menerapkan sistem fleksibel.
Kendati begitu, hak-hak fundamental pekerja, termasuk hak atas jaminan sosial, upah layak, dan kepastian kerja tetap dijamin oleh negara tersebut.
“Jika pemerintah gagal mengambil langkah korektif terhadap sistem outsourcing yang timpang ini, maka ketimpangan dan ketidakpuasan sosial akan terus mengakar,” tuturnya.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Momen Akrab Presiden Prabowo Terima Kunjungan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa

Pengamat Nilai Kepuasan Publik Moderat Selama Setahun Prabowo–Gibran, Program Populer Rentan Berbalik Jadi Beban Politik

Prabowo Wajibkan Menteri Kerja Pakai Maung, Mobil Bagus Boleh Dipakai Pas Libur

Setahun Prabowo-Gibran: Program Makan Gratis Prabowo Disorot Tajam, Dianggap Sebagai 'Nasi yang Belum Matang Sempurna'

Mobil Mewah Para Menteri Cuma Boleh Keluar Kandang Saat Akhir Pekan, Kalau Hari Kerja Wajib Pakai Maung

Pengamat Beri Nilai 6 untuk Setahun Kinerja Prabowo-Gibran, Sebut Tata Kelola Pemerintahan Semrawut

Banggar DPR Soroti 4 Isu Krusial Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran

KPK Kirim Sinyal Bahaya, Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran Diperkuat dengan Integrasi Pencegahan dan Penindakan

Prabowo Buka-bukaan Kementerian Haji Dibentuk karena Penolakan Arab Saudi

Perintah Prabowo ke Gus Irfan: Pangkas Waktu Tunggu Haji dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
