Pengamat: Industri Film Sebaiknya Tak Lagi Andalkan Bioskop


Ada sisi lain yang harus dipertimbangkan. (Foto: Unsplash/Jeremy Yap)
SELAMA ini, salah satu pemasukan terbesar dunia perfilman adalah dari penjualan tiket bioskop. Namun karena adanya pandemi ini memaksa industri perfilman beralih merilis filmnya di layanan streaming, seperti Disney atau Netflix. Lalu, apakah ke depannya film-film ini akan rilis di layanan streaming?
Mengutip ANTARA, pengamat film yang juga Anggota Komite Film Dewan Kesenian Jakarta, Hikmat Darmawan, mengatakan bahwa industri film Indonesia perlu mengubah model bisnis agar tidak lagi bergantung pada bioskop. Dengan demikian, mereka juga harus mencoba konsep film berbiaya produksi rendah untuk kembali menggairahkan layar lebar di tengah pandemi.
“Mau tidak mau bukan sekadar bertahan atau berharap tapi harus mengubah paradigma maupun model bisnisnya. Paradigmanya adalah tidak bisa lagi mengandalkan bioskop, kemudian dilemanya lantas apa yang okupansi setara dengan arus pendapatan dari pembelian karcis,” kata Hikmat.
Baca juga:

Menurut Hikmat, saat ini sumber penghasilan terbesar pelaku industri film masih berasal dari penjualan tiket bioskop. Namun karena pandemi, banyak bioskop beroperasi dengan sejumlah pembatasan yang juga berakibat pada penjualan tiket.
Sayangnya, monetisasi di layanan streaming tidak sebesar dengan penjualan tiket bioskop. Untuk itu, Hikmat menyarankan pembuat film harus menulis ulang model bisnisnya.
“Tidak lagi mengandalkan pada big budget box office movie, apalagi untuk kasus Indonesia. Kalau Hollywood masih punya infrastruktur untuk memproduksi film big budget box office movie walaupun ekspektasi penoton jauh. Mereka punya infrastruktur yang kokoh untuk memproduksi film seperti itu,” ujarnya.
Memproduksi film dengan biaya yang murah mungkin menjadi pilihan yang wajar. Tapi di sisi lain, hal ini juga berpengaruh pada estetika dan hasil dari film yang diproduksi.
Baca juga:

“Menurut saya singkatnya, model pembuatan film berbiaya kecil itu yang ceritanya non fantasi tapi lebih dekat dengan pengalaman sehari-hari, drama, itu mungkin akan lebih rasional dan lebih banyak dimuat,” kata Hikmat.
Hikman juga berpendapat bahwa produksi film animasi menjadi peluang baru yang bisa dimanfaatkan pembuat film dengan adanya pembatasan.
“Bisnis lain yang mungkin menarik entah bagaimana monetasinya adalah restorasi film lama. Keempat variabel yang harus diperhitungkan sekarang adalah tidak lagi mengandalkan pada pasar lokal saja terutama kalau hanya bioskop,” tutupnya. (and)
Baca juga:
Karena COVID-19, Ini Prediksi Pemenang dan Nominasi Piala Oscar 2021
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
Film Street Fighter Tayang 2026: Lebih Brutal dari Versi Game?

Wuthering Heights 2026: Margot Robbie dan Jacob Elordi Hadirkan Cinta Tragis di Layar Lebar

Mark Kerr: Kisah Kelam Sang Juara UFC di Film The Smashing Machine

Disney Siapkan Film Animasi Baru 'Hexed', Siap Tayang November 2026

Suzy, Yoo Jung Hoo, hingga Kim Dan akan Bintangi Adaptasi Live-Action 'Men of the Harem'

Dari Komedi hingga Thriller, Film dan Serial Seru akan Hadir di Netflix selama September 2025

Wajib Ditonton! 4 Film yang Jadi Cerminan Aparat Penegak Hukum dan Politik di Indonesia

6 Film Ikonik Mengenai Kebobrokan Hingga Brutalitas Polisi yang Wajib Kamu Tonton

Netflix Rilis Teaser ‘Mantis’, Film Spin-off ‘Kill Boksoon’, Tampilkan Im Siwan dalam Mode Garang

Cerita di Balik Kolaborasi Eva Celia dan Bilal Indrajaya untuk Lagu 'Rangga Cinta'
