Pengakuan Kivlan Zen Jadi Loncatan Penegak Hukum Usut Pelaku Pelanggaran HAM

Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen. (MP/Gomes Roberto)
Merahputih.com - Informasi mengenai kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap masyarakat sipil pada tahun 1998 kembali muncul ke ruang publik lewat Pengakuan Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen dalam gugatannya kepada Menteri Koordinator Hukum dan HAM Wiranto melalui Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institut, Ikhsan Yosarie menilai, pengakuan Kivlan telah memperkuat temuan Komnas HAM yang menyebutkan adanya pelanggaran HAM oleh aktor-aktor negara pada 1998.
"Jika informasi Kivlan Zen benar, maka temuan Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM (KPP HAM) bentukan Komnas HAM harus kembali memperjuangkan berkas penyelidikan yang terus menerus di tolak oleh Kejaksaan Agung," kata Ikhsan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (14/8).
Baca Juga: Digugat Kivlan Zen soal PAM Swakarsa, Begini Reaksi Wiranto
Ikhsan menjelaskan, Komnas HAM dan Kejaksaan Agung harus mampu menarik pertanggungjawaban negara atas pelanggaran HAM ini.
"Sekaligus menuntut pertanggungjawaban individu atas kejahatan kemanusiaan yang terjadi sepanjang 1998 termasuk peristiwa Trisakti-Semanggi dengan membentuk pengadilan HAM," jelas Ikhsan.
Pengakuan Kivlan Zen mengungkap bahwa negara menggunakan rakyat sipil dengan membiayai mereka untuk mengamankan Sidang Istimewa MPR untuk memukul mundur sesama rakyat sipil yang menolaknya.

"Politik devide et impera digunakan oleh negara untuk menghindari tuntutan hukum. Kedua, negara mengakomodir dan mensponsori kekerasan terhadap rakyat sipil, dengan cara membentuk dan membiayai milisi sipil. Dan menyajikan indikasi bahwa rangkaian kekerasan dan kejahatan kemanusiaan pada masa transisi 1998 adalah desain aktor-aktor negara," jelas Ikhsan
Keengganan kepemimpinan Jokowi periode I untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu menemukan jawabannya pada pengakuan Kivlan Zen, dimana aktor-aktor yang diduga terlibat sebagian besar berada dalam lingkaran kekuasaan Jokowi.
Baca Juga: Kivlan Zein Sebut Wiranto sebagai Dalang Kerusuhan 98 dan Jatuhnya Presiden Soeharto
Sementara, Ismail Hasani, Direktur Eksekutif SETARA Institute menyebut, meskipun Jokowi telah berjanji menyelesaiakan kasus-kasus tersebut, sebagaimana tertuang dalam Nawacita dan RPJMN, ternyata hingga jelang akhir masa jabatannya, tuntutan keadilan dari para korban sama sekali diabaikan Jokowi.
"Sebagai presiden pilihan rakyat secara demokratis, Jokowi harus memiliki pembeda dengan rezim antidemokrasi dan otoritarian di masa lalu," tutup Ismail. (Knu)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
DPR Minta Pemerintah Jangan Tutupi Sejarah! Desak Pengakuan Tragedi Kekerasan Seksual 1998

Akademisi Desak Transparansi dengan Melibatkan TGPF dan Penyintas Mei 1998 dalam Penulisan Sejarah Nasional

Pernyataan Fadli Zon Bak Petir di Siang Bolong! Sejarah Kelam Mei 98 Dicabik-Cabik, Perempuan Bangsa Murka

Sepak Terjang Wiranto, Pernah Diisukan Berseberangan kini Jadi Penasihat Khusus Prabowo

Swasta Bersedia Bantu Impor Sapi Perah Program Makan Bergizi Gratis

Wiranto Beberkan Alasan Dukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024

OSO Doakan Wiranto Diterima di PAN

Hanura Sebut Wiranto Dipecat Setelah Dapat Jabatan Wantimpres Jokowi

Wiranto Dukung Prabowo, Pengamat: Masa Lalu Keduanya Sudah Tutup Buku

Langkah Politik Wiranto Sebar Kader Bekas Hanura ke Partai Politik
