Pendapatan Devisa Dari Uni Eropa Kemunkinan Anjlok Akibat EUDR


Pecahan seratus ribu rupiah di atas uang dolar AS, pada pusat uang tunai sebuah bank di Jakarta. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
MerahPutih.com - Uni Eropa telah mengumumkan penundaan penerapan European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang semula 30 Desember 2024 ke tahun depan. Keputusan ini memberikan waktu tambahan bagi negara-negara produsen sawit, termasuk Indonesia untuk lebih mempersiapkan diri dalam memenuhi standar keberlanjutan yang ditetapkan oleh regulasi tersebut.
Kementerian Pertanian memperkirakan Indonesia akan kehilangan 2,17 miliar dolar AS atau Rp30 triliun sampai Rp 50 triliun per tahun jika Indonesia tidak dapat memenuhi regulasi Uni Eropa terkait antideforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR).
Ketua Tim Kerja Pemasaran Internasional Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan, Muhammad Fauzan Ridha mengatakan kontribusi ekspor sawit Indonesia ke pasar Eropa mencapai sekitar 10 persen, menjadikan Indonesia sebagai pemasok kelapa sawit terbesar keempat di Eropa.
“Indonesia akan kehilangan pasar Uni Eropa, dan pada saat yang sama, Uni Eropa diperkirakan akan mengalihkan kebutuhan minyak sawit mereka ke Malaysia,” kata Fauzan dalam diskusi publik Indef di Jakarta, Rabu (23/10).
Baca juga:
Penangguhan EUDR Jadi Jalan Bagi Pemerintah Percepat Perbaikan Tata Kelola Komoditas Sawit
“Meski secara produksi, (Malaysia) masih jauh di bawah kita, hampir setengahnya, tetapi Malaysia secara pengelolaannya bisa dibilang patuh terhadap EUDR,” lanjutnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS), menyebut nilai ekspor kelapa sawit pada 2023 mencapai 25,61 miliar dolar AS. Kelapa sawit juga berkontribusi 10,2 terhadap total nilai ekspor nasional, melampaui kontribusi sektor minyak dan gas bumi. Kementan mencatat total produksi minyak sawit nasional pada 2023 mencapai 51,98 juta ton.
Ia menuturkan, jika akses pasar sawit Indonesia ke Eropa terhambat, maka neraca perdagangan pertanian negara akan mengalami defisit signifikan. Pasalnya, komoditas sawit berkontribusi sebesar 75,8 persen terhadap total nilai ekspor komoditas perkebunan.
Selain berpotensi menurunkan devisa negara, Fauzan menyebut EUDR juga akan mengganggu penyerapan produksi kelapa sawit dari petani kecil, yang menguasai 41,3 persen areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Ia menambahkan aturan baru dari Uni Eropa ini juga berpotensi mengancam keberlangsungan lapangan kerja di sektor perkebunan. Kementerian Pertanian mencatat terdapat 5,5 juta tenaga kerja langsung dan 17 juta tenaga kerja tidak langsung yang terlibat dalam industri kelapa sawit.
“Mereka ini akan terdampak jika penyerapan produk sawitnya terganggu akses pasarnya,” katanya.
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Dibanding Hapus Outsourcing, Pemerintah Diminta Naikkan Standar Pendapatan

PDB Per Kapital Indonesia Diproyeksi USD 30.300 Pada 2045

Pendapatan Devisa Dari Uni Eropa Kemunkinan Anjlok Akibat EUDR

Ciri-ciri Negara yang Mengalami 'Middle Income Trap', Apa Saja?

Sulitnya Pemerintah Samakan Tingkat Pendapatan di Semua Daerah

Pendapatan Negara Turun 7,1 Persen di Mei 2024

Jokowi Larang Pendapatan Negara untuk Beli Barang Impor

Postur APBN 2023: Pendapatan Rp 2.463,02 Triliun dan Belanja Rp 3.061,17 Triliun
