Pekerja Milenial versus Senior, Babak Baru Drama di Perkantoran


Yang dibutuhkan adalah keterbukaan bukan drama. (Foto: Pexels/rawpixel.com)
DUAPULUH tahun yang lalu, pekerja kantoran diisi oleh generasi tradisionalis (kelahiran 1925 - 1945), baby boomers (kelahiran 1946 - 1964), dan generasi X (1965 - 1979). Hidup dalam dunia analog, para pekerja di masa itu lekat dengan segala sesuatu yang membutuhkan proses. Bagaimana tidak? Hanya untuk bisa berkomunikasi saja dibutuhkan waktu berhari-hari. Selain itu, kentalnya adat ketimuran membuat mereka begitu menghargai pekerja-pekerja yang lebih senior.
Bertahun-tahun kemudian, para tradisionalis mulai meninggalkan ranah profesional. Kepergian mereka dari dunia kerja menghadirkan dua generasi baru; generasi milenial (anak-anak dari generasi baby boomers yang lahir dari tahun 1980an hingga 1990an) dan generasi centennials atau generasi Z (anak-anak dari generasi X yang lahir di akhir 90an hingga 2010).
Baca juga:

Dua generasi ini hidup di era digital. Begitu piawainya mereka mengoperasikan teknologi membuat mereka dijuluki sebagai digital native. Tumbuh dan berkembang bersama dunia digital rupanya turut mempengaruhi ritme kerja mereka di dunia profesional. "Teknologi menawarkan segala hal secara cepat, semuanya serba instan. Itu membuat pekerja milenial enggak suka yang muter-muter. Mereka maunya to the point dan serba cepat," jelas Managing Director TALKINC, Erwin Parengkuan saat ditemui di Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
Dunia digital turut membuat arus globalisasi menghanyutkan pekerja usia muda. Itu juga membawa pengaruh pada cara mereka berkomunikasi. Gaya komunikasi pekerja milenial ini cenderung tanpa basa-basi. Sayangnya, sikap terbuka dan berterus terang tersebut tak selalu dipandang positif oleh rekan kerja mereka yang lebih senior. "Pekerja senior lihatnya anak-anak milenial tidak sopan, cuek, dan lain-lain," tutur Co-founder TALKINC, Becky Tumewu ditemui di tempat yang sama.
Sebaliknya, anak milenial menilai seniornya terlalu lebay, minta dihormati, kaku, dan baperan. Perbedaan cara pandang itu tentu menyebabkan kekacauan di dunia kerja.
"Jika dilihat dari musik saja musik 70an, 80an, 90an dan 2000an berbeda sekali. Itu baru dari selera musik, bagaimana dengan isi kepala? Isi kepala empat generasi ini beda-beda. Itulah yang kemudian menjadi gap dalam dunia kerja," timpal Erwin.
Baca Juga:
Wujud Perlindungan Hukum Tenaga Kerja di Era Revolusi Industri 4.0

Keduanya mengatakan, drama antara generasi milenial dan generasi senior bahkan bisa dimulai dari hal yang sangat sederhana dan sepele. "Misalnya, ada atasan dari generasi baby boomers dan generasi X. Lalu generasi milenial lewat depat mereka pakai headset tanpa menyapa. Si generasi baby boomers dan generasi X merasa tersinggung dan terabaikan. Sementara generasi milenial pikir, "ya ini emang cara saya. Saya seperti ini bukan karena tidak menghargai mereka". Itu baru masalah kecil, belum lagi dari gestur tubuh, cara bicara, hingga komunikasi via whatsapp. Bisa menimbulkan kesalahpahaman," urai Becky mencontohkan.
Respon negatif dari senior mereka, ditanggapi acuh tak acuh oleh para generasi milenial. "Mereka berpikir, "saya tuh datang ke kantor ingin kerja. Kenapa masalah sepele diributkan?"," tambah Erwin.
Tak ingin diintervensi untuk hal-hal sepele biasanya menyebabkan pekerja milenial merasa tak nyaman. Jika dibiarkan, mereka tak segan untuk mengundurkan diri dari kantornya. "Itulah mengapa pekerja milenial suka gonta-ganti pekerjaan. Mereka harus ingat, pekerja tak hanya diminta untuk menyelesaikan segala sesuatu secara cepat tetapi juga santun dan menghargai teamwork," tukas Becky. (avia)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Kurangi Angka Pengangguran, Penyandang Disabilitas di Jakarta Harus Diberi Kesempatan Bekerja

Adian Napitupulu Ajak Koleganya di DPR Verifikasi Data Ekonomi dan Lapangan Kerja Pidato Prabowo
Pemprov Jakarta Gelar Festival Lowongan Kerja Jakarta 19 - 20 Agustus 2025, Ada 40 Perusahaan Buka Lowongan

Wamenaker Noel Pakai Kaus One Piece, Simbol Perlawanan Ketidakadilan

KPK Mulai Bidik Imigrasi Dikasus Praktik Pemerasan Tenaga Kerja Asing

Menperin Klaim Kembangkan Pendekatan Baru Industrialisasi Buat Serap Pengangguran

Hari Pelaut Sedunia 2025 Ambil Tema My Harassment-Free Ship, Sudah Saatnya Kapal Jadi Ruang Kerja Bebas dari Pelecehan

BSU Juni-Juli Cair Sekaligus Rp 600 Ribu, Kemnaker: Wajib Penuhi Syarat Ini!

Datanya Lagi Diproses, Begini Syarat Penerima dan Cara Dapat Subsidi Upah Rp 600 Ribu!

Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk Pekerja dengan Gaji di Bawah Rp3,5 Juta Sebesar Rp150 Ribu
