Nilai KPU Lakukan Kejahatan di Balik 'Sirekap', Pakar IT: Menutup Informasi Publik

Frengky AruanFrengky Aruan - Senin, 18 Maret 2024
Nilai KPU Lakukan Kejahatan di Balik 'Sirekap', Pakar IT: Menutup Informasi Publik

Pakar Informasi dan Teknologi (IT), yang juga Sekretaris Jenderal Ikatan Alumni Institute Teknologi Bandung (IKA ITB), Hairul Anas Suaidi. (MP/Ponco)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai telah melakukan kejahatan setelah tak lagi menampilkan data perolehan suara Pemilu 2024 dalam bentuk grafik dan tabulasi pada aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).

Menurut Pakar Informasi dan Teknologi (IT), yang juga Sekretaris Jenderal Ikatan Alumni Institute Teknologi Bandung (IKA ITB), Hairul Anas Suaidi, KPU telah menutupi informasi publik. Hal itu disampaikan Anas dalam diskusi publik bertajuk 'Sirekap dan Kejahatan Pemilu 2024, Sebuah Konspirasi Politik' di Sekretariat Barikade 98, Cikini, Jakarta, Senin (18/3).

"Itu bisa berarti dua hal, 1 tidak mengakui sendiri apa yang sudah mereka entri, hasil olah mereka. Itu tafsir pertama tidak mengakui apa yang mereka kerjakan sendiri. Yang kedua mereka menutupi data. Ini menurut saya kejahatan karena ini informasi publik," ujar Anas.

Baca Juga:

Pengumuman Hasil Pemilu 20 Maret, Hampir 5 Ribu Aparat Gabungan Disiagakan

Menurutnya, masyarakat sangat membutuhkan informasi perihal perolehan data perolehan suara sementara para kontestasi Pemilu 2024. Terlebih, tak mungkin masyarakat harus menghitung secara manual apabila ingin mengetahui perkembangannya.

"Masa kita harus membaca satu-satu di 820 ribu lebih TPS dengan mata kita, gitu ya, terus menjumlah sendiri? Itu tidak mungkin. Kita tanya saja kepada ketua KPU-nya, bisa enggak Anda menjumlah ini? Kan enggak bisa," ucapnya.

Walaupun saat ini masih ada data C-1, Anas menilai KPU tetap menutupi informasi. Sebab, angka pada data itupun telah dihapus. Karenanya, banyak opini yang berkembang bila Sirekap tak perlu lagi digunakan karena permasalahan tersebut.

"Makna yang lain banyak, mungkin penggiringan, mungkin penghilangan jejak, kan banyak. Karena dihapus, dan itu kan dibiayai negara untuk fungsi yang tadi terangkan," ujarnya.

Anas mengaku telah memeriksa data itu dengan cara mengumpulkan seluruh data satu per satu, dan dihitung menggunakan metode kualitatif dan kunatitatif. Hasilnya, masih ditemukan adanya dugaan kesalahan pada data yang tertuang di Sirekap.

"Saya sudah melakukan cek sampel, kemudian saya coba di cek sampel yang gagal-gagal itu, saya cek C1-nya dengan mata biasa. Ternyata luar biasa, bahkan ada C1 itu yang diubah. Ada C1 yang pindah lokasi, kemudian angkanya mengikuti TPS yang ditiru itu, dan menguntungkan seseorang tentunya," bebernya.

Kemudian, mengenai kualitatifnya, Anas menyebut telah mencari pola dan algoritmanya. Ditemukan sumber kesalahan bukan pada optical character recognition (OCR).

OCR sendiri merupakan sistem yang berfungsi untuk memindai dari gambar atau foto dari kertas rekapitulasi suara menjadi teks yang nantinya dikonversi dalam bentuk hitungan suara berbasis elektronik. Sehingga, dinilai sudah terjadi kejahatan digital di balik permasalahan di aplikasi Sirekap.

Baca Juga:

Hasto PDIP Kutip Perkataan Budayawan Jerman Saat Diskusi Kejahatan Pemilu 2024

"Nah saya juga melihat ada criminal supreme, jadi ada jejak digital kriminal dalam data yang saya kumpulkan, misal tadi perubahan C1. Kemudian angka-angka yang ditambahkan pada palson tertentu berpola di satu wilayah Bahkan dibasis orang lain," katanya.

Sementara itu, Ahli Rekayasa Perangkat Lunak & Manajemen Universitas Pasundan Dr. Leony Lidya menuliskan karya ilmiah berjudul Sirekap Saksi Bisu Kejahatan Politik 2024. Dia mengatakan banyak logika yang tidak benar dari pengaplikasian teknologi Sirekap.

"Saya sudah juga sudah bilang Sirekap, dia menyimpan banyak barang bukti kejahatan itu sendiri," kata dia dalam diskusi.

Dia menilai aplikasi Sirekap seharusnya meminimalisasi kesalahan atau mempercepat penghitungan suara. Namun faktanya, Sirekap justru bekerja seakan memang untuk memenangkan paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Dia mencontohkan ketika Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menginput dokumen, tetapi datanya ketika ditotal tidak relevan dengan hasil yang ditunjukkan Sirekap.

"Yang enggak logisnya adalah dari Sirekap, scan itu suaranya tidak sama, bahkan jauh terus angka setiap paslon. Itu bisa kalau ditotal, itu juga tidak terjadi namanya validasi," pungkasnya. (Pon)

Baca Juga:

PDIP: Pemilu 2024 Perpaduan Sempurna Kecurangan di Tahun 1971 dan 2009

#KPU #Sirekap #Pemilu
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
MK Tolak Gugatan Rakyat Bisa Pecat DPR, Pilihannya Jangan Dipilih Lagi di Pemilu
MK menyatakan keinginan agar konstituen diberikan hak untuk memberhentikan anggota DPR tidak selaras dengan konsep demokrasi perwakilan.
Wisnu Cipto - Kamis, 27 November 2025
MK Tolak Gugatan Rakyat Bisa Pecat DPR, Pilihannya Jangan Dipilih Lagi di Pemilu
Indonesia
Ketua DKPP Sebut Kritik Media Massa Vitamin yang Menyehatkan
Media massa memiliki peran yang lebih besar yaitu sebagai pencerah bagi masyarakat di tengah serangan hoaks melalui media sosial.
Dwi Astarini - Jumat, 21 November 2025
Ketua DKPP Sebut Kritik Media Massa Vitamin yang Menyehatkan
Indonesia
DKPP Janji Penyelesaian Etik Penyelenggara Pemilu Dijamin Cepat
Prosedur penyelesaian etik di DKPP dirancang untuk menjamin kecepatan, kesederhanaan, dan efektivitas.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 21 November 2025
DKPP Janji Penyelesaian Etik Penyelenggara Pemilu Dijamin Cepat
Indonesia
TII Rekomendasikan 7 Penguatan Demokrasi, Termasuk Pemisahan Jadwal Pemilu
Pemisahan jadwal pemilu bisa mengurangi beban kerja berat seperti yang kita lihat pada Pemilu Serentak 2019 dan 2024
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 13 November 2025
TII Rekomendasikan 7 Penguatan Demokrasi, Termasuk Pemisahan Jadwal Pemilu
Indonesia
[HOAKS atau FAKTA]: Puan Maharani Gandeng Anies Baswedan di Pilpres 2029, Pede Bisa Raih 68 Persen Suara
Ketua DPR RI, Puan Maharani, kabarnya menggandeng Anies Baswedan di Pilpres 2029.
Soffi Amira - Jumat, 07 November 2025
[HOAKS atau FAKTA]: Puan Maharani Gandeng Anies Baswedan di Pilpres 2029, Pede Bisa Raih 68 Persen Suara
Indonesia
[HOAKS atau FAKTA]: Ketua Harian PSI Usulkan Duet Gibran-Jokowi di Pilpres 2029
Beredar informasi yang menyebut Jokowi dan Gibran akan berkontestasi di Pilpres 2029.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 30 Oktober 2025
[HOAKS atau FAKTA]: Ketua Harian PSI Usulkan Duet Gibran-Jokowi di Pilpres 2029
Indonesia
Ketua Komisi II DPR Kritik KPU: Kalau Bisa Pakai Pesawat Biasa, Kenapa Harus Private Jet?
Komisi II DPR mengkritik KPU yang menyewa private jet dibandingkan menggunakan pesawat biasa.
Soffi Amira - Rabu, 29 Oktober 2025
Ketua Komisi II DPR Kritik KPU: Kalau Bisa Pakai Pesawat Biasa, Kenapa Harus Private Jet?
Indonesia
KPK Pelajari Putusan DKPP Usut Pengadaan Pesawat Jet Pribadi KPU RI
Fakta-fakta yang terungkap terkait pengadaan pesawat jet pribadi KPU RI dalam sidang DKPP akan menjadi pengayaan bagi KPK untuk menindaklanjuti laporan koalisi masyarakat sipil tersebut.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 28 Oktober 2025
KPK Pelajari Putusan DKPP Usut Pengadaan Pesawat Jet Pribadi KPU RI
Indonesia
KPU Sewa Jet Pribadi Rp 90 M Saat Pemilu 2024, Komisi II DPR RI Naik Pitam dan Ancam Bongkar Semua Rincian Penggunaan APBN
Catatan agar lebih prudent lagi dalam penggunaan uang negara
Angga Yudha Pratama - Rabu, 22 Oktober 2025
KPU Sewa Jet Pribadi Rp 90 M Saat Pemilu 2024, Komisi II DPR RI Naik Pitam dan Ancam Bongkar Semua Rincian Penggunaan APBN
Indonesia
KPU DKI Sebut Kursi DPRD Bisa Berkurang Jadi 100, Imbas UU DKJ Baru
KPU DKI menyebutkan, bahwa kursi DPRD bisa berkurang menjadi 100. Hal itu imbas dari UU DKJ baru.
Soffi Amira - Kamis, 09 Oktober 2025
KPU DKI Sebut Kursi DPRD Bisa Berkurang Jadi 100, Imbas UU DKJ Baru
Bagikan