Nilai KPU Lakukan Kejahatan di Balik 'Sirekap', Pakar IT: Menutup Informasi Publik


Pakar Informasi dan Teknologi (IT), yang juga Sekretaris Jenderal Ikatan Alumni Institute Teknologi Bandung (IKA ITB), Hairul Anas Suaidi. (MP/Ponco)
MerahPutih.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai telah melakukan kejahatan setelah tak lagi menampilkan data perolehan suara Pemilu 2024 dalam bentuk grafik dan tabulasi pada aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Menurut Pakar Informasi dan Teknologi (IT), yang juga Sekretaris Jenderal Ikatan Alumni Institute Teknologi Bandung (IKA ITB), Hairul Anas Suaidi, KPU telah menutupi informasi publik. Hal itu disampaikan Anas dalam diskusi publik bertajuk 'Sirekap dan Kejahatan Pemilu 2024, Sebuah Konspirasi Politik' di Sekretariat Barikade 98, Cikini, Jakarta, Senin (18/3).
"Itu bisa berarti dua hal, 1 tidak mengakui sendiri apa yang sudah mereka entri, hasil olah mereka. Itu tafsir pertama tidak mengakui apa yang mereka kerjakan sendiri. Yang kedua mereka menutupi data. Ini menurut saya kejahatan karena ini informasi publik," ujar Anas.
Baca Juga:
Pengumuman Hasil Pemilu 20 Maret, Hampir 5 Ribu Aparat Gabungan Disiagakan
Menurutnya, masyarakat sangat membutuhkan informasi perihal perolehan data perolehan suara sementara para kontestasi Pemilu 2024. Terlebih, tak mungkin masyarakat harus menghitung secara manual apabila ingin mengetahui perkembangannya.
"Masa kita harus membaca satu-satu di 820 ribu lebih TPS dengan mata kita, gitu ya, terus menjumlah sendiri? Itu tidak mungkin. Kita tanya saja kepada ketua KPU-nya, bisa enggak Anda menjumlah ini? Kan enggak bisa," ucapnya.
Walaupun saat ini masih ada data C-1, Anas menilai KPU tetap menutupi informasi. Sebab, angka pada data itupun telah dihapus. Karenanya, banyak opini yang berkembang bila Sirekap tak perlu lagi digunakan karena permasalahan tersebut.
"Makna yang lain banyak, mungkin penggiringan, mungkin penghilangan jejak, kan banyak. Karena dihapus, dan itu kan dibiayai negara untuk fungsi yang tadi terangkan," ujarnya.
Anas mengaku telah memeriksa data itu dengan cara mengumpulkan seluruh data satu per satu, dan dihitung menggunakan metode kualitatif dan kunatitatif. Hasilnya, masih ditemukan adanya dugaan kesalahan pada data yang tertuang di Sirekap.
"Saya sudah melakukan cek sampel, kemudian saya coba di cek sampel yang gagal-gagal itu, saya cek C1-nya dengan mata biasa. Ternyata luar biasa, bahkan ada C1 itu yang diubah. Ada C1 yang pindah lokasi, kemudian angkanya mengikuti TPS yang ditiru itu, dan menguntungkan seseorang tentunya," bebernya.
Kemudian, mengenai kualitatifnya, Anas menyebut telah mencari pola dan algoritmanya. Ditemukan sumber kesalahan bukan pada optical character recognition (OCR).
OCR sendiri merupakan sistem yang berfungsi untuk memindai dari gambar atau foto dari kertas rekapitulasi suara menjadi teks yang nantinya dikonversi dalam bentuk hitungan suara berbasis elektronik. Sehingga, dinilai sudah terjadi kejahatan digital di balik permasalahan di aplikasi Sirekap.
Baca Juga:
Hasto PDIP Kutip Perkataan Budayawan Jerman Saat Diskusi Kejahatan Pemilu 2024
"Nah saya juga melihat ada criminal supreme, jadi ada jejak digital kriminal dalam data yang saya kumpulkan, misal tadi perubahan C1. Kemudian angka-angka yang ditambahkan pada palson tertentu berpola di satu wilayah Bahkan dibasis orang lain," katanya.
Sementara itu, Ahli Rekayasa Perangkat Lunak & Manajemen Universitas Pasundan Dr. Leony Lidya menuliskan karya ilmiah berjudul Sirekap Saksi Bisu Kejahatan Politik 2024. Dia mengatakan banyak logika yang tidak benar dari pengaplikasian teknologi Sirekap.
"Saya sudah juga sudah bilang Sirekap, dia menyimpan banyak barang bukti kejahatan itu sendiri," kata dia dalam diskusi.
Dia menilai aplikasi Sirekap seharusnya meminimalisasi kesalahan atau mempercepat penghitungan suara. Namun faktanya, Sirekap justru bekerja seakan memang untuk memenangkan paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Dia mencontohkan ketika Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menginput dokumen, tetapi datanya ketika ditotal tidak relevan dengan hasil yang ditunjukkan Sirekap.
"Yang enggak logisnya adalah dari Sirekap, scan itu suaranya tidak sama, bahkan jauh terus angka setiap paslon. Itu bisa kalau ditotal, itu juga tidak terjadi namanya validasi," pungkasnya. (Pon)
Baca Juga:
PDIP: Pemilu 2024 Perpaduan Sempurna Kecurangan di Tahun 1971 dan 2009
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Politik Thailand Kembali Bergejolak, PM Sementara Ajukan Pembubaran Parlemen dan Pemilu Baru

KPU RI Pantau Langsung TPS di Pilkada Ulang Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka

KPU Tunggu Aturan Baru dari DPR dan Pemerintah Terkait Putusan MK tentang Jadwal Pemilu dan Pilkada

Tutup Rakernas, Surya Paloh Targetkan NasDem Masuk 3 Besar Pemilu 2029

NasDem Siap Tantang Partai Besar, Punya Strategi Khusus Rebut Tiga Besar Pemilu 2029

2 Paslon Saling Klaim Menangi Pilkada Papua, KPU: Tunggu Hasil Resmi

DPR Mulai Bahas Pilihan Alternatif Model Pilkada, Usulan PKB Gubernur Ditunjuk Presiden Belum Ada Yang Nolak

Junta Kembali Tetapkan Darurat Militer Jelang Pemilu Myanmar

Legislator Ungkap Keuntungan dari Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal

Partai Tengah Lagi Bikin Strategi Simulasi Pemilu dan Pilkada
