Nelayan di Mauk Beralih dari Potasium Sianida ke Pola Tangkap Rajungan


Nelayan penangkap rajungan di Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang (Foto: MP/Widi)
MerahPutih Megapolitan – Semakin berkurangnya hasil tangkapan, serta pembatasan sistem penangkapan ikan oleh pemerintah, banyak nelayan di Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang beralih menjadi penangkap rajungan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015, peralatan tangkap ikan yang dilarang diantaranya adalah alat tangkap ikan pukat hela (trawl) dan pukat tarik, dan menggunakan bahan kimia yang bisa merusak biota laut, seperti potasium sianida dan sejenisnya.
Sam’un (55), salah seorang nelayan di Desa Ketapang yang beralih menjadi penangkap rajungan mengaku, menangkap rajungan biayanya lebih sedikit, dan mudah ketimbang menangkap ikan. Karena cukup menggunakan jaring-jaring yang sudah dibuat kusus, dan ditebarkan di pinggir-pinggir pulau. Jaring-jaring tersebut diberi pakan ikan petek.
“Kalau nangkap rajungan kan cukup pakai jaring, terus dikasih pakan ikan petek. Sekarang kan banyak aturannya juga, makanya mendingan cari rajungan,” ujar Sam’un kepada merahputih.com, Selasa (26/09).
Aktivitas para nelayan di Mauk, Tangerang (Foto: MP/Widi)
Jaring-jaring untuk menangkap ikan ini sendiri, kata Sam’un, sudah ada yang menyediakan, yaitu para tengkulak yang membeli hasil tangkapannya. Nelayan hanya menyediakan perahu dan pakan, yaitu ikan petek yeng berukuran kecil. Dalam menebarkan jaring rajungan ini, dalam satu perahu, atau satu tim terdiri dari 3 orang.
“Kita mah cuma nangkap aja, nantu sudah ada yang ngambil, pakai mobil boks. Itu yang ngasih jaring ke kita juga,” katanya.
Namun demikian, menangkap ikan dengan menangkap rajungan sangat berbeda. Pada saat musim barat, hasil tangkapan rajungan sedikit, berbeda pada saat musim timur. “Kalau pasa musim timur mah, panen. Bisa semalam dapat 50 kiloan, tapi kalau musim barat, paling 20 kilo sampai 25 kilo. Harga perkilonya Rp 26ribu,” paparnya.
Saat ditanya terkait potasium sianida yang disebut-sebut menjadi penyebab meninggalnya Wayan Mirna Salihin, dan pernah digunakan oleh sebagian nelayan di wilayah tersebut untuk menangkap ikan, Sam’un tidak pernah mengetahui sebelumnya. “Itu mah saya enggak tahu, pokoknya sesudah dilarang, nelayan tidak pakai lagi. Malah sekarang nangkap rajungan aja,” tandasnya.(Wid)
BACA JUGA:
- Potasium Sianida Pernah Digunakan Nelayan untuk Tangkap Ikan
- Ahli Hukum Pidana: Tidak Mungkin Orang Membunuh Tanpa Ada Alasan
- Saksi Ahli: Alat Bukti Elektronik Wajib Memenuhi Empat Unsur
- Ahli Patologi Forensik Permasalahkan Prosedur Penanganan Jasad Mirna
- Ketika Kuasa Hukum Bertanya Kenapa Hani Tidak Meninggal saat Cicipi Kopi Sianida
Bagikan
Berita Terkait
Pemprov DKI Pastikan Nelayan Terdampak Pembangunan Pagar Beton Cilincing Terdata dan Mendapatkan Kompensasi Tepat Sasaran

Kementerian KKP Klaim Tanggul Beton di Cilincing Berizin Lengkap dan Tak Ganggu Nelayan

Rencana Pemerintah Akan Bangun 100 Kampung Nelayan Merah Putih pada Tahun 2025

Komisi IV DPR Desak Menteri KKP Tindak Tegas Praktik Penjualan Pulau Kecil

KKP Turunkan Tim Investigasi untuk Periksa Tambang Nikel yang Merusak Alam di Raja Ampat

Pencabutan Sisa Pagar Laut Tangerang Tetunda, tak Bisa Dilakukan Manual dengan Tenaga Manusia

Pagar Laut Tangerang Tak Bisa Dibongkar Hanya 1-2 Hari, Keselamatan Personel Jadi Alasan

Polemik Pembongkaran Pagar Laut, DPR Instruksikan KKP Koordinasi dengan Institusi Terkait

Kementerian Kelautan dan Perikanan Dinilai Lalai soal Pagar Laut di Tangerang
