MK Gelar Sidang Uji Materiil UU Pers, Ahli Nilai Pasal 8 Belum Jamin Perlindungan Wartawan

Soffi AmiraSoffi Amira - Senin, 10 November 2025
MK Gelar Sidang Uji Materiil UU Pers, Ahli Nilai Pasal 8 Belum Jamin Perlindungan Wartawan

Iwakum hadirkan ahli hukum pidana di sidang materiil UU Pers, Senin (10/11). Foto: Dok. Iwakum

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan perkara uji materiil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Senin (10/11).

Sidang perkara Nomor 145/PUU-XXIII/2025 yang dipimpin Ketua MK, Suhartoyo itu, beragendakan mendengar keterangan dari saksi dan ahli yang dihadirkan oleh Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) sebagai pemohon.

Melalui permohonannya, Iwakum mempersoalkan Pasal 8 UU Pers yang dinilai multitafsir dan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam memberikan perlindungan terhadap wartawan.

Pasal 8 UU Pers menyebut wartawan memperoleh perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya. Sementara, penjelasan pasal tersebut memaknai perlindungan sebagai jaminan dari pemerintah dan/atau masyarakat.

Baca juga:

IWAKUM Hadirkan Saksi dan Ahli dalam Sidang Lanjutan Uji Materiil UU Pers di MK

Menurut pemohon, rumusan ini tidak menjelaskan secara konkret mekanisme perlindungan hukum yang seharusnya diterima wartawan saat menjalankan tugas jurnalistik.

Pada persidangan, Iwakum menghadirkan ahli hukum pidana, Albert Aries. Albert menilai, norma dalam Pasal 8 UU Pers masih terlalu umum dan belum menjamin kepastian hukum.

“Dari analisis ahli, petitum tersebut cukup beralasan, karena norma dalam Pasal 8 UU Pers itu pengaturannya masih terlalu umum dan belum menjamin kepastian hukum, yaitu ‘dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum’,” kata Albert dalam sidang di gedung MK, Senin.

“Sedangkan dalam penjelasannya, yang dimaksud dengan ‘perlindungan hukum’ adalah jaminan perlindungan Pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” sambungnya.

Menurut Albert, penjelasan Pasal 8 dalam UU Pers belum memberikan perlindungan secara spesifik kepada wartawan.

Baca juga:

Iwakum Nilai Keterangan DPR dan Dewan Pers di MK Tak Jawab Substansi Perlindungan Wartawan

“Penjelasan dari Pasal 8 tersebut masih bersifat delegatif dan bergantung pada ‘peraturan perundang-undangan lain’, tanpa menyebut ketentuannya secara spesifik,” ujarnya.

Ia menambahkan, ketentuan yang menyebut “jaminan perlindungan dari pemerintah dan masyarakat” bersifat delegatif dan bergantung pada peraturan lain tanpa ketentuan spesifik.

Padahal, tujuan pembentukan UU Pers pascareformasi adalah menjamin kemerdekaan pers yang profesional, bebas dari campur tangan, dan mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan fungsi sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, serta pembentuk opini publik.

Albert juga menilai, ketentuan yang seharusnya menjadi dasar perlindungan hukum bagi wartawan justru berada pada pasal lain, yakni Pasal 18 ayat (1) UU Pers yang mengatur larangan bagi siapa pun menghambat pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan (3) tentang larangan penyensoran dan pembredelan.

Sebagai perbandingan, Albert menyebut profesi lain memiliki perlindungan hukum yang lebih jelas, seperti advokat dalam Pasal 16 UU Nomor 18 Tahun 2003, anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Pasal 26 UU Nomor 15 Tahun 2006, serta Ombudsman RI dalam Pasal 10 UU Nomor 37 Tahun 2008.

Ketentuan tersebut memberikan imunitas hukum selama pelaksanaan tugas dilakukan dengan itikad baik.

Baca juga:

Pelaku Pembobolan Mobil Ketua Iwakum di Menteng tak Terekam CCTV, Polisi Lakukan Olah TKP

“Profesi wartawan juga berhak atas imunitas profesi (beroeprecht) sebagaimana profesi lain yang diatur undang-undang. Namun, imunitas ini tidak boleh dimaknai sebagai impunitas,” kata Albert.

Ia menekankan, wartawan yang menjalankan profesinya dengan itikad baik sesuai Kode Etik Jurnalistik tidak seharusnya diproses hukum. Sebaliknya, wartawan yang melakukan pelanggaran, seperti pemerasan, fitnah, atau tindak pidana lainnya tetap dapat diproses.

“Pandangan ahli bukan dimaksudkan untuk menjustifikasi oknum wartawan yang melakukan perbuatan melawan hukum, misalnya melakukan pembunuhan karakter seseorang lalu berlindung di balik mekanisme hak jawab, melainkan untuk memastikan bahwa di tengah era post truth, dimana setiap orang tanpa background yang jelas dapat menjadi ‘jurnalis’ dan bisa mempengaruhi masyarakat, maka kehadiran insan pers yang profesional dan berintegritas masih diperlukan sebagai ‘jangkar’ dan ‘watchdog’ di tengah pusaran kekuasaan dan derasnya arus informasi,” kata Albert.

“Sehingga permohonan a quo beralasan untuk dikabulkan, sebagaimana postulat veritas servanda est, kita semua, termasuk wartawan adalah hamba kebenaran,” imbuhnya.

Saksi Ungkap Adanya Kekerasan saat Meliput

Pada sidang ini, Iwakum menghadirkan saksi pewarta foto yang pernah mengalami tindakan kekerasan fisik saat melakukan peliputan di kawasan Kwitang, Jakarta bernama Muhammad Adimaja.

“Saya mengalami pemukulan secara brutal oleh oknum masyarakat di lokasi kejadian. Peristiwa itu bahkan sempat viral, ketika seorang wartawan menginformasikan bahwa saya dan rekan saya dikeroyok,” ujarnya di hadapan majelis hakim.

Adimaja menuturkan, ia tidak hanya mendapat intimidasi fisik, tetapi juga ancaman verbal. Ia menegaskan bahwa tugas pewarta foto adalah mengambil gambar sesuai fakta di lapangan, bukan sesuatu yang direkayasa atau diarahkan.

Ia berharap, perlindungan hukum bagi jurnalis dapat diperjelas agar peristiwa serupa tidak terulang.

“Saat itu kami dianggap sebagai intel atau pelapor. Ada pula upaya untuk merebut kamera, kami dipukul menggunakan kayu, dan bahkan dipaksa jatuh,” tuturnya. (Pon)

#Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) #Mahkamah Konstitusi #UU Pers #Kekerasan Wartawan
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
UU Guru dan Dosen Digugat ke MK, Komisi X DPR Soroti Upah di Bawah UMR
UU Guru dan Dosen digugat ke Mahkamah Konstitusi. Komisi X DPR RI pun ikut menyoroti upah guru dan dosen berada di bawah UMR.
Soffi Amira - Senin, 29 Desember 2025
UU Guru dan Dosen Digugat ke MK, Komisi X DPR Soroti Upah di Bawah UMR
Berita Foto
Wamenkum Edward Omar Sharif Hiariej Diskusi Bareng Iwakum bahas KUHP dan KUHAP
Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej, berbicara dalam diskusi “Kupas Tuntas KUHP dan KUHAP Nasional di Jakarta, Selasa (23/12/2025).
Didik Setiawan - Selasa, 23 Desember 2025
Wamenkum Edward Omar Sharif Hiariej Diskusi Bareng Iwakum bahas KUHP dan KUHAP
Indonesia
Wamenkum Tegaskan KUHP Nasional Tak Berorientasi Balas Dendam, Utamakan Tobat
Saat ini, Lapas di Indonesia dihuni oleh 270.000 narapidana
Angga Yudha Pratama - Selasa, 23 Desember 2025
Wamenkum Tegaskan KUHP Nasional Tak Berorientasi Balas Dendam, Utamakan Tobat
Indonesia
Masih Aman, Pakar Hukum Tata Negara Sebut Anggota Polisi yang Duduki Jabatan Sipil tak Perlu Ditarik
Pakar Hukum Tata Negara, Juanda mengatakan, bahwa anggota polisi yang duduk di jabatan sipil tak perlu ditarik.
Soffi Amira - Minggu, 14 Desember 2025
Masih Aman, Pakar Hukum Tata Negara Sebut Anggota Polisi yang Duduki Jabatan Sipil tak Perlu Ditarik
Indonesia
Buntut Perkap Soal Polisi Isi Jabatan Sipil, Pengamat Desak Prabowo Ganti Kapolri
Perkap mengatur penugasan anggota Polri aktif di 17 kementerian dan lembaga di luar struktur kepolisian itu dinilai tidak mencerminkan penghormatan terhadap putusan MK yang bersifat final dan mengikat.
Alwan Ridha Ramdani - Sabtu, 13 Desember 2025
Buntut Perkap Soal Polisi Isi Jabatan Sipil, Pengamat Desak Prabowo Ganti Kapolri
Indonesia
Perkap Polri 10/2025 Dikritik Mahfud MD, Dinilai Langgar Putusan MK
Mahfud MD menilai Perkap Polri Nomor 10 Tahun 2025 tidak memiliki dasar hukum dan bertentangan dengan UU Polri serta Putusan MK.
Ananda Dimas Prasetya - Sabtu, 13 Desember 2025
Perkap Polri 10/2025 Dikritik Mahfud MD, Dinilai Langgar Putusan MK
Indonesia
MK Tolak Gugatan Rakyat Bisa Pecat DPR, Pilihannya Jangan Dipilih Lagi di Pemilu
MK menyatakan keinginan agar konstituen diberikan hak untuk memberhentikan anggota DPR tidak selaras dengan konsep demokrasi perwakilan.
Wisnu Cipto - Kamis, 27 November 2025
MK Tolak Gugatan Rakyat Bisa Pecat DPR, Pilihannya Jangan Dipilih Lagi di Pemilu
Indonesia
MK Tolak Rakyat Berhentikan Anggota DPR yang Nyeleneh, PAW Tetap Jadi Monopoli Partai Politik
Secara teknis, memberikan hak PAW kepada konstituen sama saja dengan melakukan pemilihan umum ulang di daerah pemilihan
Angga Yudha Pratama - Kamis, 27 November 2025
MK Tolak Rakyat Berhentikan Anggota DPR yang Nyeleneh, PAW Tetap Jadi Monopoli Partai Politik
Indonesia
HGU 190 Tahun Dibatalkan, Basuki Hadimuljono Tegaskan Putusan MK tak Ganggu Kepastian Investasi di IKN
Kepala OIKN, Basuki Hadimuljono menegaskan, bahwa putusan MK soal HGU 190 tahun tak mengganggu investasi di IKN.
Soffi Amira - Selasa, 25 November 2025
HGU 190 Tahun Dibatalkan, Basuki Hadimuljono Tegaskan Putusan MK tak Ganggu Kepastian Investasi di IKN
Indonesia
Iwakum Nilai Kesaksian Pemerintah Justru Ungkap Kelemahan Pasal 8 UU Pers
Iwakum menilai kesaksian pemerintah di MK memperlihatkan kelemahan Pasal 8 UU Pers. Wartawan tidak mendapatkan perlindungan hukum pasti.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 24 November 2025
Iwakum Nilai Kesaksian Pemerintah Justru Ungkap Kelemahan Pasal 8 UU Pers
Bagikan