Metode Kognitif Sederhana untuk Koreksi Salah Ketik


Ada dua jenis kesalahan dalam menulis yang cenderung dilakukan, kesalahan kontekstual dan nonkontekstual. (Foto: freepik/wayhomestudio)
SEPERTI kebanyakan orang, kamu mungkin dapat mengingat satu kali atau beberapa kali kesalahan penulisan yang kemudian disadari. Mungkin kamu menggunakan kata yang salah (misalnya, 'ketika' yang ditulis menjadi 'ketiak'), atau kamu salah ketik atau kesalahan ejaan lainnya (misalnya, mengetik 'hujan' menjadi 'hjuan').
Atau, mungkin ponsel kamu secara otomatis mengganti kata yang dimaksudkan untuk digunakan dengan yang kamu pasti tidak pakai, seperti 'datang' akibat autocorrect menjadi 'dating'.
Baca Juga:

Jika pernah mengalami salah paham yang memalukan, tentunya kamu ingin berusaha menghindari salah ketik. Dua peneliti di Universitas Flinders baru saja menerbitkan sebuah penelitian yang membahas masalah tersebut.
Lebih khusus lagi, mereka memeriksa apakah dua pendekatan pengeditan yang berbeda bermanfaat dalam memungkinkan orang untuk memperhatikan berbagai jenis kesalahan ketik, dan seberapa banyak kiat koreksi kesalahan ketik akan memenuhi ekspektasi seseorang.
Seperti yang dicatat oleh para peneliti, ada dua jenis kesalahan dalam menulis yang cenderung dilakukan orang. Jenis pertama disebut sebagai "kesalahan nonkontekstual." Misalnya, jika kamu pernah salah mengetik sebuah kata sehingga akhirnya hilang satu huruf atau mengandung huruf tambahan yang seharusnya tidak ada (misalnya, 'menganggu' atau 'menggngagu' alih-alih "mengganggu"), kamu membuat kesalahan seperti ini karena penulisan kata akan salah dalam kalimat apapun.
Jenis kedua dikenal sebagai "kesalahan kontekstual", misalnya, "Kenapa kamu tidak mau bau?" Kata 'bau' dieja dengan benar dan tidak ada kesalahan ketik di sini, tetapi itu bukan kata yang tepat untuk digunakan dalam kalimat ini, karena sebenarnya yang dimaksud 'tau'. Kondisi dalam kalimat menentukan apakah kata tertentu adalah kata yang tepat untuk digunakan.
Seperti yang ditulis pada Psychology Today (2/4), pendekatan penyuntingan yang diuji oleh peneliti adalah: 1) membaca dengan suara keras untuk diri sendiri, dan 2) meninjau bagian dalam font yang memaksa seseorang untuk memperlambat saat membaca, dalam hal ini font jenis sans forgetica.
Baca Juga:

Hasil penelitian menunjukkan bahwa taktik menggunakan font yang lebih padat untuk membaca tidak efektif. Faktanya, ini membuat orang menemukan lebih sedikit kesalahan nonkontekstual daripada proofreading "biasa" (yaitu, membaca dengan tenang untuk diri sendiri).
Terlebih lagi, orang-orang dalam penelitian ini dengan tepat mengantisipasi bahwa pendekatan ini tidak akan menguntungkan mereka. Demikian juga, orang-orang dalam penelitian ini tidak berpikir bahwa membaca dengan keras akan benar-benar membantu mereka menemukan lebih banyak kesalahan daripada proofreading biasa.
Mereka juga tidak mendapatkan kesan bahwa itu membantu mereka saat mereka mencobanya. Namun, pendekatan membaca dengan suara keras membantu, meningkatkan kapasitas orang untuk menemukan kedua jenis kesalahan, yaitu, kontekstual dan nonkontekstual.
Jadi, jika kamu mencari cara praktis untuk memperbaiki kesalahan sebelum orang lain melihatnya, coba baca ulang apa yang telah kamu ketik saat mengucapkannya. Ini akan membantumu lebih baik dalam menghindari salah ketik. (aru)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Ruang Baru, Sumber Inspirasi Anak-anak SOS Children's Village untuk Raih Harapan

Perempuan-perempuan Hebat Berkumpul di Jakarta, Rayakan Kepemimpinan Menginspirasi

Tren Desain Interior di 2024, Kombinasi Kesederhanaan dan Keanggunan

Cara Sederhana Kelola Sampah, Enggak Ribet

Kampanye #IndonesiaAsri Tekankan Gaya Hidup Menjaga Lingkungan

Forum Ekonomi Kreatif FuturaConnectiva 2023 Digelar di Sarinah
Ciptakan Kehangatan Suasana Natal dengan Koleksi 'Vinterfint'

IICS 2023 Mengembangkan Kemampuan yang Terus Bertumbuh

Buku 'Bangkit Lebih Kuat', Upaya Pemulihan Pembelajaran di Indonesia

Konsep Foto Pre-Wedding Minim Risiko tak Mengecewakan
