Menyingkap Mantra Naskah Kuno Kerinci


Ilustrasi orang sedang ritual mantra. (Foto/osissmkn1-sukawati.blogspot.com)
"Izin aku kepada bumi dengan langit, beribu kali ampun guruku sembah, guru sakti guru bertuah sakti, berjulung dijunjung tuah berjulung tiba, jikalau ada suratku salah berkata, beribu tobat aku kepada nabi, beribu ampun guruku sembah, kepada Allah juga kembali."
TULISAN di atas merupakan hasil sebagaian transliterasi dari naskah kuno di Jambi. Mereka menyebutnya Aksara Incung.
Incung merupakan bagian dari kelompok Surat Ulu yang berkembang di Sumatera bagian Selatan. Bila dibandingkan aksara lain di Nusantara, Incung berbentuk lebih sederhana.

"Aksara Incung tergolong lebih sederhana jika dibandingkan dengan aksara Jawa," tulis Ilmuan Filologi Universitas Hawai, Uli Kozok dalam Kitab Undang Undang Tanjung Tanah (naskah Melayu yang tertua).
Westenenk pernah menulis dan mengidentifikasi sebanyak 28 karakter huruf dalam Surat Incung dengan beberapa varian. Setiap konsonan dalam aksara Incung terdiri atas sebuah konsonan diikuti oleh vokal ‘a’.
Mantra Gaib

Serat Incung, Hafiful Hadi Sunliensyar, di dalam beberapa teks terkandung unsur mantra. Bunyi mantra tersebut berbeda-beda sesuai dengan tujuan ritual.
"Ada beberapa mantra dengan berbagai tujuan seperti, mengusir roh-roh jahat, pemujaan leluhur, pengobatan, dan untuk mendapatkan kekuatan gaib," tulisnya dalam jurnal Manassa Manuskripta, halaman 36.
Masyarakat suku Kerinci tempo dulu mengenal 4 jenis mantara, antara lain (Idu Tawar) mantra untuk pengobatan, (Cuco) mantra pengusir roh-roh jahat, (Duwak) mantra untuk kekuatan gaib, dan (Nyeru) mantra berisi pujian terhadap arwah leluhur.
Hadi dalam penelitiannya memakai dua naskah Incung di Museum Siginjei, Jambi. Naskah pertama, dengan nomor inventaris 07.05 ditulis pada dua ruas bambu dengan ukuran panjang 60 cm dan diameter 2.2 cm. Naskah kedua, dengan nomor inventaris 07.07 ditulis pada tabung bambu berukuran panjang 10 cm dan diameter 6 cm.
Dari kedua peninggalan tersebut Hadi menemukan satu teks mantra masing-masing benda. Masing-masing berbunyi;
"Izin aku kepada bumi dengan langit, beribu kali ampun guruku sembah, guru sakti guru bertuah sakti, berjulung dijunjung tuah berjulung tiba, jikalau ada suratku salah berkata, beribu tobat aku kepada nabi, beribu ampun guruku sembah, kepada Allah juga kembali," tulis teks yang telah ditransliterasi dala Incung dengan nomor inventaris 07.07.
"Terberanginlah mula-mula bumi, berjejak. Di bumi mula-mula wujud adalah Salih Iman (nama leluhur). Berjejak arang indah tiada patah. Berkat nenek moyangku. Salih Kunin tolong bantu badan kasihan namanya aku. Wahai bersakti di laut berkat Dewa di gunung berkat Peri di langit. Mintak di bimbing bermain, aku jangan jadi ... Apa sebab karenanya, saya (siyo) itu belum ada tahu, jikalau salah minta ampun sembah ke guru agung Salih Iman Bertapa Dewa dengan sejejak tatah berdiam di alam ambung gamawai." tulis teks dengan nomor inventaris 07.05. (*)
Bagikan
Berita Terkait
Karhutla di Jambi Meluas, Menteri LH Perintahkan Pantau dan Jaga Lahan Gambut

Tas Orang Rimba Jambi Dicolong di RSUD, Duit Rp 45 Juta dan Emas Satu Suku Hilang

Ikuti Jejak Prabowo, Wali Kota Jambi Bakal Gelar Retret Ketua RT Terpilih

Abdullah Sani, Dosen IAIN Sultan Thaha yang Jadi Wagub Jambi

Ritual Penyucian Diri 'Mandi Kasai' dari Sumatra Selatan

Dahau, Ritual Sambut Kelahiran Bayi di Kalimantan Timur

Telan Anggaran Rp 2,7 T, Tol Pertama di Jambi Ditargetkan Selesai Juni 2024

Tiba di Jambi, Anies Diteriaki Presiden

3 Cara untuk Merayakan Hari Kenaikan Isa Almasih

Kondisi Kapolda Jambi Usai Dirawat di Jakarta Pasca-Kecelakaan Helikopter
