Menjadi Orang Ketiga, Pilih Maju atau Mundur?


Tidak mudah menjadi orang ketiga. (Foto: womenshealthmag.com)
KERAP dianggap sebagai pengganggu rumah tangga, menjadi orang ketiga tak pernah mudah. Cemburu buta kerap membuat Anda tak sanggup berpikir panjang.
Niat mau meneror orang yang Anda duga ada main dengan pasangan selingkuh, bisa-bisa malah perselingkuhan Anda yang terkuak. Punya mental kuat menjadi kunci. Mental kuat tidak berarti Anda tak pernah menangis.
Orang bermental kuat sah-sah saja menangis. Meski begitu, ia mesti memiliki kekuatan mengendalikan stres agar tidak melakukan hal-hal yang merugikan dirinya dan orang lain.
Ketika terpikir untuk membahayakan jiwa orang lain atau diri sendiri, merasa tidak berenergi, sering sakit kepala, marah, pelupa, cemas, takut, bingung, atau tidak mampu lagi membedakan mana yang benar dan salah, tandanya mental Anda sudah terganggu.
Saat merasa mental tidak cukup kuat untuk menjadi orang ketiga, Anda lebih baik mundur teratur. Sebab, menjadi orang ketiga tidak pernah mudah. Berikut pengalaman perempuan-perempuan yang menjadi orang ketiga.
1. Nyaris menabrak istri pasangan selingkuh
Rumah tangganya yang tengah di ujung tanduk membuat perempuan bernama Suzan (bukan nama sebenarnya) terlibat perselingkuhan dengan orang dalam lingkungan dekat. Bodi sixpack sang pria telah membuat perempuan yang telah 13 tahun menikah ini tergila-gila kepadanya.
Sayang, suatu hari istri kekasih gelapnya mengetahui hubungan mereka. Lalu, melabrak Suzan. Tak terima dilabrak, ia pun berang. Setelah kejadian itu, tanpa sengaja ia melihat istri kekasih gelapnya tengah berkendara di tol. Amarahnya pun kembali membuncah. Kesal, gemas, semua menjadi satu.
Keinginannya saat itu hanya satu: menabrakkan mobilnya ke mobil istri sang kekasih gelap. Sebelum tindakan brutal itu dilakukan, Suzan menelepon kakaknya. Kepada sang kakak, ia bercerita ingin menabrak istri pasangan selingkuhnya. Kakaknya lalu melarangnya. Untung saja Suzan bersedia mengikuti anjuran kakaknya. Jika tidak, bisa-bisa ia terjerat masalah hukum lantaran telah mencelakai orang. Ternyata ponsel amat bermanfaat ya guys, saat menghadapi situasi seperti ini?
2. Menghalalkan berbagai cara
Menikah berpuluh-puluh tahun tak lantas membuat Sarlita (bukan nama sebenarnya) bisa hidup nyaman. Cemburu buta kerap menyerang perempuan yang menjadi istri kedua suaminya itu.
Meski kini sang suami telah berpisah dari istri pertamanya, cemburu tetap mendera. Sampai-sampai ia menghalalkan berbagai cara untuk mempertahankan suaminya agar tetap berada di sampingnya. Padahal, ia telah mendapatkan semuanya. Pria yang ia dambakan dan hartanya.
Melabrak anak kandung dan mantan istri suaminya kerap ia lakukan kala cemburu menyerang. Beberapa tahun lalu, ia pernah mencoba menyadap telepon suaminya. Namun gagal. Bukan cuma itu. Di zaman modern seperti sekarang, ia juga kerap meminta bantuan paranormal untuk mengambil nyawa mantan istri sang suami. Tetapi selalu gagal.
Kepada sahabatnya, ia terang-terangan mengaku penasaran lantaran rencananya itu tak kunjung berhasil. Nah, enggak enak kan jadi orang ketiga? Kalau tidak pandai mengendalikan cemburu, hidupnya selalu diwarnai kegelisahan kayak Suzan.
3. Cemburu salah sasaran
Cemburu lagi-lagi menjadi bumerang bagi orang ketiga. Sebenarnya cemburu merupakan hal wajar. Menjadi istri resmi saja bisa cemburu. Apalagi menjadi kekasih gelap yang tengah berusaha menjadi istri sah.
Saking cemburunya, perempuan bernama Sally (bukan nama sebenarnya) ini selalu memata-matai kekasih gelapnya. Sampai-sampai WhatsApp sang kekasih ia sadap agar bisa memonitor aktivitasnya. Jika ada gejala mencurigakan, ia akan segera menelepon kekasih gelapnya meminta klarifikasi.
Dia juga tak segan-segan mengirim pesan kepada perempuan yang dicemburuinya agar segera menjauhi pria yang menjadi kekasih gelapnya. Padahal perempuan itu belum tentu tengah flirting dengan kekasih gelapnya. Kasus teror salah sasaran ini juga berbahaya karena justru bisa membuat kasus perselingkuhannya tersibak.
Tapi tergantung perempuannya. Malah ada yang sengaja membongkar kasus perselingkuhannya agar istri kekasih gelapnya mundur. Wah, pertarungan sengit nih kayaknya kalau sampai kejadian kayak gini.
4. Menjadi orang ketiga tidak pernah mudah
Berkenalan di Singlemuslim.com mendatangkan berkah bagi Sita (bukan nama sebenarnya). Lewat situs pencari jodoh itu lah, ia berkenalan dengan pria Bangladesh yang kini menjadi suaminya. Namun, rupanya, pria itu telah beristri. Dan Sita baru mengetahuinya menjelang pernikahannya.
Terlanjur sayang, ia memilih melanjutkan pernikahan beda negara itu. Baginya, memutuskan menjadi istri kedua itu sangat sulit dari sisi logika berpikir manusia. Terlepas dari penerimaan masyarakat terhadap orang ketiga (kelompok marginal) yang selama ini ditempatkan pada posisi negatif ‘perusak’, menjadi istri kedua tidak pernah mudah baginya.
Berbagai alasan seperti jarak, waktu, ekonomi, budaya selalu menjadi kerikil tajam yang siap melukai kaki ketika melangkah. Tetapi tujuan Sita menikah bukan bersifat duniawi. Awalnya sulit dan sakit membayangkan suami tengah bersama istri pertama. Ia pun kerap menangis. Namun, selalu ada ruang untuk merasa bahagia. Semua tergantung cara menyikapi hidup serta memahami setiap konsekuensi dan keputusan.
Kala cemburu dan rindu melanda, selalu ada satu hal mengingatkannya untuk selalu bisa dalam batas wajar. Namun, emosi yang campur aduk justru membuatnya berpikir bahwa benar segala sesuatu di dunia bukan miliknya. Baginya, mencinta tidak untuk memiliki. Segala sesuatu yang diberikan Tuhan, termasuk rasa cinta yang tumbuh di antara dia dan suami adalah sesuatu yang harus disyukuri.
Pikiran ini lah yang membuatnya kini bisa menjalankan pernikahannya dengan tenang dan bahagia. Wah, seandainya semua orang ketiga berpikir seperti Sita, mungkin tak akan ada kasus istri kedua melabrak istri pertama dan anaknya, ya?
5. Selalu dimonitor suami
Cantik, gesit, muda, periang. Begitu lah karakter Damayanti. Melihat sifatnya yang periang, siapa sangka ia kerap mengalami hal-hal tidak menyenangkan dari suaminya.
Sebagai istri kedua, malah tak pernah merasa cemburu kepada istri pertama suaminya. Justru, suaminya lah yang amat pencemburu dan posesif. Saking posesifnya, sang suami memasang CCTV di unit apartemen mereka.
Setiap kali Damayanti akan keluar unit, ia harus berpamitan terlebih dahulu kepada suaminya melalui CCTV. Durasi di luar rumah pun mesti disebutkan. Ibarat Cinderella yang terburu-buru pergi lantaran sudah harus segera pulang, Damayanti sering mengalami kejadian seperti itu. Harus tergesa-gesa pulang sebelum waktu yang ia janjikan kepada suaminya tiba.
Jika tidak, suaminya bisa ngamuk. Kalau sudah ngamuk, pintu dan tembok bisa ditendang atau dipukul olehnya. Tapi Damayanti tidak mau ambil pusing. Apa pun perlakuan suaminya kepadanya, ia tetap menjadi sosok periang. Wah, kalau Anda ada di posisi Damayanti, kira-kira tahan atau tidak ya?
Jadi bagaimana guys, kalau Anda memilih menjadi orang ketiga atau tidak? (*)
Bagikan
Berita Terkait
Ajukan Tes DNA untuk Tepis Tuduhan Lisa Mariana, RK: Biar Tuntas dan Tak Berlarut-larut

Bareskrim Ambil Sampel Kamis Lusa, Ridwan Kamil Siap Terima Apapun Hasil Tes DNA Anak Lisa

Ridwan Kamil Bersama Lisa dan Anaknya Bakal Jalani Tes DNA di Bareskrim

Kepergok Selingkuh di Konser Coldplay, CEO Astronomer Bakal Kehilangan 35 Juta Dolar AS jika Bercerai

Cinta Segitiga Berujung Bencana! Pria Paruh Baya Tega Bakar Rumah Karena Curiga Istri Seorang Lesbian

Laporan Ridwan Kamil soal Tuduhan Perselingkuhan dengan Lisa Mariana Masuki Babak Baru, Bareskrim Bakal Periksa Sejumlah Saksi

Ridwan Kamil Laporkan Lisa Mariana Menyusul Isu Perselingkuhan, Bareskrim Cari Bukti Pidana

Tempuh Jalur Hukum, Ridwan Kamil Sebut Tuduhan Selingkuh Sangat Merugikan Keluarganya

Dituduh Selingkuh hingga Punya Anak, Ridwan Kamil Laporkan Lisa Mariana ke Bareskrim Polri

Ridwan Kamil Diisukan Selingkuh, Golkar: Urusan Personal, Jangan Mudah Percaya
