Membedakan Masa dan Gaya Bangunan Era Kolonial di Tanah Air


Bangunan kolonial Belanda (Foto: Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta/KITLV)
MerahPutih Budaya - Nusantara telah melewati berbagai masa, di antaranya sejarah panjang kolonialisme. Penjajahan Belanda yang mencapai lebih 350 tahun meninggalkan jejak arsitektur selama masa penguasannya atas kekayaan Ibu Pertiwi. Lalu bagaimana cara mengenali, memperkirakan pada tahun berapa sebuah bangunan peninggalan Belanda dibangun?
Arkeolog Universitas Indonesia Candrian Attahiyat mengatakan, untuk memudahkan mengenali bangunan, kita harus mengenali ciri umumnya dahulu, di mana bangunan didesain megah pada zamannya untuk memperlihatkan kekuasaan kolonial. Sedangkan ciri khususnya adalah bangunan yang dibangun sebelum tahun 1905, dan bangunan yang dibangun setelah tahun 1905.
(Ciri-ciri bangunan masa kolonial Belanda. Foto Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta/KITLV)
"Sebelum 1905, bangunan kolonial belum banyak dan masih bergaya klasik, setelah 1905 undang-undang desentralisasi diberlakukan, hingga bangunan kolonial berkembang pesat bergaya art deco," ungkapnya di Museum Nasional Provinsi Banten, Jalan Brigjen KH Syamun No 5, Kota Serang, Banten, Rabu (16/3).
Candrian mengatakan, Belanda membangun banyak gedung untuk menjalankan pemerintahan di 32 kota di Nusantara. Pembangunan yang otonom membuat banyak kota berkembang sangat pesat. Candrian sendiri mengaku masih menyelidiki, mengapa Kota Serang tidak masuk ke dalam bagian gemeente (kota praja) dari sekian banyak kota yang dibangun.
(Lambang-lambang beberapa gemeente/kota praja masa kolonial Belanda. Foto Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta/KITLV)
"Saya belum mengerti, mengapa Kota Serang tidak masuk kota praja hingga tidak banyak bangunan Belanda yang berdiri, padahal Banten dahulu merupakan kerajaan besar," ujarnya.
Menurut klaim pihak Belanda, sebelum tahun 1901 semua gedung yang berdiri hanya untuk kepentingan Belanda saja, sampai masa di mana politik etis diterapkan untuk memperhatikan nasib pribumi yang dianjurkan oleh Conrad Theodore van Deventer. Politik balas budi ini, berpijak pada tiga hal, yaitu irigasi, emigrasi, dan edukasi. (ctr)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Yandri Susanto Bantah ‘Cawe-cawe’ Menangi Istrinya di Pilbup Serang, Datang ke Acara Kepala Desa Sebelum Dilantik jadi Mendes

Piramida Kuno di Meksiko Runtuh, Dianggap sebagai Pertanda Buruk

5 Tempat Paling Ikonik di Olimpiade Paris 2024

Atikoh Ganjar Cek Harga Dan Serap Aspirasi saat Blusukan di Pasar Rau Serang
Rumah Adolf Hitler Jadi Tempat Pelatihan HAM Kepolisian Austria

Telusur Kisah Hotel Royal Ambarrukmo, Lokasi Resepsi Kaesang dan Erina
