Mahmoud Abbas Puji Sikap Rusia dan China Terkait Palestina


Presiden Palestina, Mahmoud Abbas (foto: screenshot afp)
MerahPutih.Com - Di tengah keberpihakan Amerika Serikat terhadap Israel dengan memindahkan kantor kedutaan besarnya ke Yerusalem, justru sikap berseberangan ditunjukkan Rusia dan China. Kedua negara tersebut tetap menghormati Palestina sebagai negara berdaulat.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas memuji sikap Moskow dan Beijing terkait masalah Palestina. Sikap Rusia dan China itu tercermin dalam pernyataan Presiden Vladimir Putin dan Presiden Xi Jinping melalui pembicaraan bilateral kedua negara di Moskow.
Lebih lanjut, Abbas mengatakan sikap yang ditunjukkan Rusia dan China itu dapat membantu pencegahan kemungkinan serangan terhadap aturan hukum internasional serta terhadap Prakarsa Perdamaian Arab, juga hak-hak historis Palestina.

Putin dan Xi sebagaimana dilansir Antara dari Sputnik News, Senin (10/6) menandatangani pernyataan bersama itu di Moskow. Pernyataan tersebut berisi seruan Rusia dan China agar perundingan masalah Palestina-Israel segera dimulai kembali. Mereka juga menyatakan dukungan bagi pembentukan Negara Palestina, yang independen dan berdaulat penuh dalam kerangka perbatasan 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Prakarsa Perdamaian Arab adalah inisiatif yang diajukan oleh Arab Saudi dan didukung oleh Liga Arab pada 2002 serta ditekankan kembali pada 2007 dan 2017.
Prakarsa itu berisi desakan agar Israel menarik secara penuh pasukannya dari wilayah-wilayah yang disengketakan serta memulihkan perbatasan-perbatasan yang ada sebelum Perang Enam Hari pada 1967, sebagai imbalan bagi pemulihan hubungan dengan negara-negara Arab.
Menurut prakarsa tersebut, Israel harus mengakui kedaulatan Negara Palestina, bersama Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, serta memberikan penyelesaian atas masalah pengungsi Palestina.
Hubungan Israel dengan Palestina telah hancur selama berpuluh-puluh tahun.
Palestina selama ini berusaha mendapatkan pengakuan internasional bagi pembentukan negara independen di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur yang sebagian diduduki oleh Israel, dan Jalur Gaza.
BACA JUGA: Di Tengah Tekanan Amerika, Huawei Teken Kerjasama Layanan 5G dengan Rusia
Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 8 Tahun Penjara
Pada 1947, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menentukan suatu rencana yang dapat mengakhiri konflik tersebut, yaitu dengan memberikan sebagian besar wilayah Tepi Barat dan Gaza bagi Palestina. Tapi, Israel menduduki wilayah-wilayah itu 20 tahun kemudian dalam Perang Enam Hari. Israel kemudian mengklaim bahwa pihaknya telah menarik seluruh pasukan dari Gaza pada 2005.
Pemerintah Israel menolak mengakui Palestina sebagai suatu negara, yang independen secara politik dan mendapat pengakuan diplomatik.
Pada saat yang sama, Israel juga terus membangun permukiman-permukiman di wilayah-wilayah yang diduduki kendati PBB sudah menyatakan keberatan atas aksi tersebut.(*)
Bagikan
Berita Terkait
Agresi Israel ke Doha Dinilai Sebagai Ancaman Serius Bagi Stabilitas dan Perdamaian di Kawasan Timur Tengah

NASA Larang Warga Negara China Kerja di Program Antariksa, Antisipasi Tindakan Spionase

Kapal Misi Kemanusiaan ke Gaza Diduga Diserang Drone di Tunisia, Aktivis Selamat

Israel Terus Gempur Gedung Tempat Pengungsian, Dalam Sehari 70 Warga Gaza Tewas

Mikrofon Bocor, Xi Jinping dan Vladimir Putin Terekam Ngobrolin Transplantasi Organ dan Kehidupan Abadi

Presiden Prabowo Tawarkan China untuk Garap Proyek Giant Sea Wall Pesisir Utara Jawa
Bertemu di Beijing, Rusia dan Korut Bakal Tingkatkan Hubungan Bilateral Bikin Program Jangka Panjang

Tokoh Palestina Kecam PBNU Undang Pendukung Israel, Sikapnya tak Bisa Dibenarkan

Ketemu Kim Jong-un di China, Putin Berterima Kasih karena Prajurit Korea Utara Bertempur di Ukraina

Respons Pernyataan Trump, Moskow Sebut Rusia, China, dan Korut Tidak Berkomplot Melawan Amerika Serikat
