Kuasa Hukum Nur Alam Sayangkan Tuntutan KPK yang Semena-mena


Terdakwa kasus korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam persetujuan dan penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di Sulawesi Tenggara, Nur Alam (kanan). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
MerahPutih.com - Salah satu anggota Tim Penasehat Hukum Nur Alam, Didi Supriyanto menyayangkan pernyataan yang sering dilontarkan KPK melalui Juru Bicaranya pascatuntutan pidana terhadap Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif tersebut. Hal itu, kata Didi akan membangun opini masyarakat dan mencap bahwa Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif tersebut sebagai aktor koruptor besar yang layak dituntut seberat-beratnya.
"Semoga majelis hakim yang mengadili perkara ini tidak tersandera dengan opini tersebut dan akan tetap khidmat serta obyektif didasari dengan hati nurani yang bersih sebagai 'Wakil Tuhan' di dunia dengan memberikan putusan yang seadil adilnya terhadap terdakwa Nur Alam," katanya melalui keterangan tertulisnya yang diterima merahputih.com, Kamis (15/3).
Didi melanjutkan, tuntutan pidana terhadap Nur Alam yang dikatakan sebagai tuntutan yang paling berat dalam sejarah KPK terhadap seorang kepala daerah sangatlah mengusik rasa keadilan dan kebenaran. Karena menurutnya, sesungguhnya tuntutan tersebut banyak mengabaikan fakta-fakta persidangan dan cenderung sewenang-wenangan.
"Fakta-fakta di persidangan membuktikan, bahwa ahli yang menghitung kerugian akibat kerusakan lingkungan, yaitu Basuki Wasis, yang laporannya dipergunakan sebagai salah satu dasar bagi KPK untuk menuntut pidana penjara terhadap Nur Alam selama 18 tahun karena telah merusak lingkungan yang berakibat negara dirugikan 2,7 triliun, tidak dapat mempertanggungjawabkan validitas laporannya," kata Didi.
Ia mengungkapkan, setelah Penasihat Hukum kupas dalam Nota Pembelaan, banyak ditemukan ketidak-akuratan yang disajikan dalam laporannya yang terungkap di persidangan. Salah satunya adalah, Basuki Wasis menilai kerusakan tambang ketika masa tambang itu masih berlangsung karena diminta menghitung oleh KPK. Sedangkan, kata Didi, menurut aturan dan teorinya, penilaian itu dilakukan pascatambang atau ketika masa tambang telah berakhir.
Ia melanjutkan, terhadap kesesatan yang disajikan dalam laporannya tersebut, Nur Alam telah menuntut Basuki Wasis melakukan perbuatan melanggar hukum di Pengadilan Negeri Cibinong dengan register perkara nomor 47/Pdt.G/2018/PN.Cbl.
"Tuntutan ini merupakan kasus tuntutan kesekian kalinya yang dilakukan oleh seorang Terdakwa terhadap Basuki Wasis, sebelumnya Basuki Wasis juga pernah dituntut oleh seorang terdakwa terkait dengan hasil laporannya sebagai ahli yang salah. Hal ini menunjukkan tidak kredibelnya ahli, namun tetap digunakan KPK," kata Didi.
Didi juga menjelaskan, fakta lain yang terbantahkan di muka persidangan adalah soal kewenangan BPKP yang menghitung kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,5 triliun. Dalam hal ini BPKP telah melanggar sejumlah peraturan perundangan yang menentukan bahwa instansi yang berwenang melakukan perhitungan kerugian keuangan negara Adalah BPK, yaitu antara lain: (i) Pasal 23 E (1) UUD 1945 (ii) UU No 15 Tahun 2006 tentang BPK; (iii) UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; (iv) Perpres No 192 Tahun 2014 Tentang BPKP; (v) SEMA No 4 Tahun 2016. BPKP juga melanggar asas asersi, sebagaimana diwajibkan menurut Peraturan BPK No 1 Tahun 2017.
"Kerugian negara yang dihitung oleh KPK hanyalah berdasarkan potential loss dan bukan berdasarkan factual loss. Padahal berdasarkan putusan MK, ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 telah mengalami perubahan prinsipil dari delik formil menjadi delik materiil yang membawa konsekuensi harus ada kerugian negara secara nyata dan bukan sekedar potensi kerugian," katanya.
Selain itu, kata Didi, penuntut umum KPK dalam Surat Tuntutannya setelah dicermati dibuat tidak berdasar fakta yang terungkap di persidangan bahkan cenderung manipulatif. Sebagai contoh, dalam analisa yuridisnya, Penuntut Umum membuat berdasarkan analisa fakta yang ada dalam Surat Tuntunan, yang ternyata menyimpang dari fakta di persidangan.
"Sebagaimana dikutip Penuntut Umum dalam Surat Tuntutannya sendiri, di antaranya tercantum dalam analisis yuridis halaman 750 poin 9 dan analisa fakta halaman 547-548 Surat Tuntutan Penuntut Umum, yang pada pokoknya menyebutkan rekomendasi Bupati Buton dan Bombana dibuat dengan tanggal mundur (backdate)," katanya.
Sementara, kata Didi, dalam fakta persidangan halaman 58, 60-61, 70 pada Surat Tuntutannya menyatakan bahwa surat rekomendasi Bupati Bombana dibuat pada tanggal 24 November 2009 dan rekomendasi Bupati Buton dibuat pada November 2009. Dengan demikian, analisa fakta dan analisa yuridis menyimpang dari fakta persidangan yang sama-sama tercantum dalam surat Tuntutan Penuntut Umum.
"Demikian juga yang terjadi pada uraian analisa yuridis, Penuntut Umum yang didasarkan pada 'fakta yuridis' pada halaman 747-762 Surat Tuntutan yang menyimpulkan adanya backdate terkait dengan penerbitan SK Pencadangan Wilayah adalah bertentangan dengan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan antara lain keterangan Ikhsan Rifani yang pada pokoknya telah mencabut keterangannya sebagaimana dimaksud dalam Surat Tuntutan halaman 106 namun tetap dijadikan dasar sebagai “fakta yuridis” oleh Penuntut Umum di dalam menguraikan analisa yuridisnya yang notabennya sebenarnya hanya menduplikasi atau meng-copy paste Surat Dakwaan," katanya. (*)
Baca juga berita terkait di: KPK Tetapkan Nur Alam Tersangka Kasus Izin Pertambangan
Bagikan
Berita Terkait
Khalid Basalamah Penuhi Panggilan KPK, Jadi Saksi Kasus Korupsi Kuota Haji Kementerian Agama

Nadiem Makarim jadi Tersangka, Bukti Gurita Korupsi sudah ‘Mencengkeram’ Sistem Pendidikan di Indonesia

Awal Kasus Korupsi Pengadaan Laptop Terbongkar, Dari ‘Kesepakatan’ Nadiem dengan Google

Bantah Lakukan Korupsi, Nadiem: Integritas Nomor 1, Tuhan Pasti Melindungi Saya

Nadiem Tersangka Pengadaan Laptop, Kejagung Bongkar Kejanggalan Proyek Digelar Tertutup meski Gunakan Anggaran Negara

Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Nadiem Makarim Langsung Dipenjara di Rutan Salemba

KPK Periksa Eks Direktur Keuangan Telkom terkait Kasus Digitalisasi SPBU Pertamina

Penuhi Panggilan KPK, Ilham Habibie Tanggapi soal Mobil Mercy Warisan BJ Habibie

Eks Ketua Banggar DPR Ahmadi Noor Supit Terseret Korupsi Proyek Mempawah

KPK Panggil Khalid Basalamah Terkait Korupsi Kuota Haji
