KPU Harus Buka Opsi Lakukan Pilkada Via Pos


Ilustrasi TPS. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Pilkada pada masa pandemi Covid-19 dinilai memberikan dampak adanya politik uang karena ada kebutuhan ekonomi rakyat yang terdampak pandemi. Selain itu, pilkada akan menjadi ritualitas demokrasi atau prosedural semata, tidak terjadi konsolidasi demokrasi lokal.
Guru besar Fakultas Ilmu Administrasi UI, Prof Dr Eko Prasojo, mengatakan tetapi, jika Pilkada tidak dilaksanakan, maka akan berdampak pada pjs kepala daerah tidak dapat membuat keputusan strategis, di antaranya tentang pemakaian dana negara, organisasi, SDM, program pembangunan mengikuti tahun anggaran 2020, terjadi penundaan berbagai program pembangunan.
Ia menyebutkan, terbuka opsi Pilkada tidak langsung oleh DPRD. Pilkada tidak langsung melalui DPRD sangat dimungkinkan berdasarkan pasal 18 UUD 1945, serta tidak menghilangkan esensi demokrasi.
Baca Juga:
Draf UU Cipta Kerja Berubah, PKS Duga Ada Pasal Gaib
"Namun di sisi lain, pilkada oleh DPRD juga tetap berpotensi money politic oleh politisi dan pengusaha, serta perlu melakukan perubahan UU Pilkada atau melalui Perppu yang membutuhkan waktu,” ujar dia, yang juga merupakan dekan FIA UI.
Sementara itu guru besar FISIP UI Valina Singka Subekti mengatakan, Pilkada serentak sangat kompleks, rumit, dan berbiaya mahal. Pilkada identik dengan kerumunan massa yang melibatkan banyak orang.
Setidaknya terdapat 715 pasangan calon, 106 juta lebih pemilih, ratusan ribu TPS, dan jutaan petugas KPPS. Pilkada dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiologis, ekonomi, kultural.
Ia mengharapkan, bukan hanya sekadar ritual prosedural elektoral tetapi pilkada harus dapat menjamin melahirkan kepala daerah berkualitas untuk menjamin tata kelola daerah yang baik guna mempercepat kemakmuran di daerah.

Valina membuka opsi untuk melakukan penundaan, yaitu opsi penundaan serentak ataupun penundaan secara parsial. Menurutnya, selama melakukan penundaan, dapat dilakukan upaya pengendalian persebaran Covid-19, menyiapkan dasar hukum yang lebih kuat, inovasi pengaturan perpanjangan waktu untuk pemungutan suara.
Selain itu perhitungan rekapitulasi suara secara elektronik, pemungutan suara via pos, kotak suara keliling, inovasi skema sanksi pelanggaran secara tegas dan menimbulkan efek jera, seperti penghentian kampanye atau diskualifikasi apalagi melanggar protokol kesehatan serta memberi pemahaman pada petugas pemilu dan pemilih mengenai pilkada dengan protokol kesehatan.
"Peran KPU sangat penting dalam pelaksanaan Pilkada. Pelaksanaan Pilkada perlu sangat berhati-hati, sehat dan aman jiwa. Untuk itu, perlu dilakukan mitigasi risiko," ujarnya.
Baca Juga:
Kampanye Cagub Kepri Ansar Ahmad Tuai Kritikan
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Mulai 2029, MK: Agar Fokus dan Tak Tambah Beban Kerja

Cabup Pilkada Boven Digul Nomor Urut 3 Diganti, Coblos Ulang 6 Agustus Anggaran Rp 21,2 M

Kreator Digital Diajak Kampanye Lawan Barang Palsu di Asia Tenggara, Libatkan Indonesia hingga Thailand

KPU Tindaklanjuti Putusan MK Soal PSU di 24 Pilkada, Segera Koordinasi dengan Kemendagri

Biar Patuh UU, Komisi II DPR Tawarkan Opsi Pelantikan Pilkada Non-Sengketa MK Tetap Februari

MK Sesuaikan Panel Hakim Sengketa Pilkada Karena Anwar Usman Sakit, Janji Sesuai Tenggat Waktu

Tunggu Putusan MK, Pelantikan Kepala Daerah Diundur Serempak ke Maret

MK Janji Ambil Sikap Jika Ada Yang Ingin Pengaruhi Putusan

28 Petugas KPPS Meninggal Akibat Kelelahan Sepanjang Pilkada 2024

Kantongi Bukti Parcok Cawe-cawe di Pilkada 2024, PDIP Siap Buka-bukaan di MK
