KPK Panggil Khalid Basalamah Terkait Korupsi Kuota Haji


Arsip - Ibadah Haji. (Kemenag)
MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap pendakwah sekaligus Direktur/Pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour), Khalid Zeed Abdullah Basalamah, Selasa (2/9) hari ini.
Ia akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023-2024 oleh Kementerian Agama (Kemenag).
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," kata Jubir KPK, Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa.
Selain Khalid, penyidik KPK juga memanggil lima saksi lainnya. Mereka yakni, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah; Deputi Keuangan BPKH, Irwanto.
Kemudian, Staf PT Tisaga Multazam Utama, Kushardono; Kepala Cabang Nur Ramadhan Wisata Surabaya Agus Andriyanto; dan Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah (Amphuri), Firman Muhammad Nur.
Baca juga:
Rampung Diperiksa KPK, Eks Menag Gus Yaqut Bungkam soal Aliran Fee Kuota Haji ke Kemenag
Untuk diketahui, KPK telah menaikkan status penyelidikan terkait penentuan kuota haji pada Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023-2024 ke tahap penyidikan setelah menggelar ekspose pada Jumat (8/8).
KPK menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum dalam menangani kasus ini. Artinya, belum ada tersangka yang ditetapkan saat Sprindik diteken. Pihak-pihak yang bertanggung jawab akan dicari dalam proses penyidikan berjalan.
Dalam kasus ini, KPK menduga terdapat penyelewengan dalam pembagian 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia.
Merujuk Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.
Baca juga:
Dengan aturan itu, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus.
Namun dalam praktiknya, kuota haji tambahan sebanyak 20.000 itu justru dibagi dua, yaitu 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Kuota haji tambahan yang dialihkan dari haji reguler ke haji khusus dijual dengan harga Rp 200 juta hingga Rp 300 juta. Bahkan kuota haji furoda dijual hingga menyentuh harga Rp 1 miliar.
KPK menduga ada pemberian fee dari pihak travel haji kepada oknum Kemenag untuk setiap kuota haji khusus yang terjual.
Berdasarkan perhitungan awal KPK, ditemukan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024 mencapai Rp1 triliun lebih.
Baca juga:
KPK Panggil Eks Menag Gus Yaqut terkait Kasus Korupsi Kuota Haji
Sebelumnya, Senin (1/9), Eks Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023-2024.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang karib disapa Gus Yaqut itu diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi selama tujuh jam.
Ini bukan kali pertama Gus Yaqut diperiksa. Eks Ketua Umum GP Anshor itu pernah diperiksa pada 7 Agustus 2025 saat kasus korupsi kuota haji masih berada dalam tahap penyelidikan. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
KPK Tanggapi Pernyataan Mahfud soal Proyek Whoosh: Kasus Korupsi Bisa Diusut Lewat Case Building

Novel Baswedan: TWK KPK Manipulatif, Pimpinan Baru Jangan Lanjutkan Kebijakan Firli

Eks Penyidik KPK Desak Prabowo Aktifkan Kembali 57 Pegawai Korban TWK: Saatnya Buktikan Perubahan!

Uang Korupsi CPO Rp 13 Triliun Dikembalikan ke Negara, Prabowo: Ini Pertanda Baik di 1 Tahun Pemerintahan

Uang Triliunan dari Kasus Korupsi CPO ‘Penuhi’ Ruangan Kejagung, Presiden Prabowo: Ini untuk Renovasi 8.000 Sekolah

KPK Perpanjang Masa Penahanan Mantan Wamenaker Immanuel Ebenezer Alias Noel

Kejagung Terima Pengembalian Hampir Rp 10 Miliar dari Kasus Chromebook, Bukan dari Nadiem Makarim

Uang Dugaan Korupsi Laptop Chromebook Baru Balik Rp 10 M, Padahal Kerugian Capai Rp 1,98 T

Usai Konsultasi ke KPK, Pramono Anung Putuskan Bangun RS di Lahan Sumber Waras pada 2026

KPK Tegaskan WNA yang Pimpin BUMN Tetap Wajib Lapor LHKPN dan Bisa Diusut jika Korupsi
