Korban Dugaan Pemalsuan Surat Jual Beli Vila di Bali Menuntut Keadilan

Andika PratamaAndika Pratama - Selasa, 29 Juni 2021
Korban Dugaan Pemalsuan Surat Jual Beli Vila di Bali Menuntut Keadilan

Ilustrasi penegakan hukum (MerahPutih/Alfi Rahmadhani)

Ukuran:
14
Font:
Audio:

MerahPutih.com- Korban dugaan pemalsuan surat dalam proses jual beli Villa Bali Rich Ubud di Bali, Hartati mengirim surat ke Ketua Mahkamah Agung (MA).

Ia memohon perlindungan hukum dan meminta penggantian hakim yang netral dan tidak berpihak untuk mengadili kasus pemalsuan surat tersebut.

Baca Juga

Kejagung Usut Pemalsuan Paspor Buron Pembalakan Liar Adelin Lis

Dalam suratnya, Hartarti menjelaskan bahwa ia merupakan penjual yang tidak dibayar lunas dan mengalami kerugian besar. Pasalnya, narapidana berinisial A diduga baru melakukan pembayaran down payment (DP) sebesar Rp 1 miliar pada 9 Juli 2015 dari harga jual beli Rp 38 miliar.

"Saya menerima Rp 500 juta dan D menerima Rp 500 juta. D adalah pemegang sekaligus pemilik saham 10 persen juga sudah memberi keterangan di Persidangan bahwa belum menerima pelunasan yang seharusnya Rp 38 miliar," ujar Hartati di Jakarta, Selasa (29/6).

Menurut Hartati, hingga saat ini tidak pernah ada pembayaran sampai dengan pelunasan. Hal itu juga terungkap dalam fakta persidangan di PN Gianyar. Di mana kata Hartati, semua terdakwa yang saat ini sudah menjadi narapidana mengakui dan membenarkan bahwa belum ada pelunasan.

Villa Bali Rich Ubud

Selain itu, Hartati membeberkan kalau para narapidana juga mengakui dan membenarkan RUPS PT BRM pada 21 Desember 2015 tidak pernah ada.

"Sampai dengan saat ini tidak pernah ada pembayaran sampai dengan pelunasan. Semuanya sudah jelas terangbenderang dan sudah terbongkar di fakta persidangan PN Gianyar di mana semua narapidanamengakui dan membenarkan bahwa belum ada pelunasan, juga mengakui danmembenarkan RUPS PT BRM 21 Desember 2015 tidak pernah ada alias palsu," kata Hartati.

Dalam suratnya kepada Ketua MA, Hartarti juga menyambung surat permohonan perlindungan hukum terbuka yang dikirimnya pada 4 Juni 2021 dan 21 Juni 2021.

"Saya sebagai korban yang tentu dalam keadaan kesulitan menyayangkan atas kegundahan gulana yang saya alami kini menjadi kenyataan. Yakni, soal narapidana yang akan dibebaskan pada Juni 2021," tulisnya.

Hal tersebut, tambah Hartarti, diketahui dengan adanya tiga putusan permohonan kembali (PK) pada 24 Juni 2021. Yaitu perkara nomor 24 PK/Pid/2021 atas nama A, perkara nomor 25 PK/Pid/2021 atas nama I HNP dan perkara nomor 26 PK/Pid/2021 atas nama SA.

"Saya hanya seorang rakyat jelata apapun putusan hakim punya kuasa terhadap 3 putusan PK yang dikabulkan," ucap dia.

Sementara itu, berkas perkara PK atas nama narapidana TEA dan narapidana H kata Hartarti, hingga saat ini belum terdaftar register nomor perkara PK. Terkait PK dua narapidana itu, Hartarti meminta ke Ketua MA agar menunjuk hakim yang netral dan tidak berpihak untuk mengadili perkara tersebut.

Ia pun berharap kepada Ketua MA untuk berkenan mendengar penderitaannya selaku korban yang mengalami kerugian besar sebagai penjual, akan tetapi tidak pernah menerima pelunasan, sementara pembeli yang sudah mengakui belum melunasi justru dibebaskan.

"Besar harapan saya kepada Yang Mulia Bapak Ketua Mahkamah Agung RI sebagai puncakperadilan negara tertinggi di Indonesia," katanya

Lebih jauh, Hartati mempertanyakan tiga putusan PK pada 24 Juni 2021 yang menggunakan novum, yaitu dokumen uji otentifikasi tanda tangan yang dibuat atas pesanan narapidana notaris H.

"Saya yang minim pengetahuan tentang hukum, saya penjual yang belum menerima pelunasan sudah pasti saya tidak pernah tanda tangan jual beli saham dan RUPS," ungkapnya.

Dalam surat terbuka ini, juga ditembuskan untuk Presiden RI, Wakil Presiden RI, Ketua DPR RI, Ketua Komisi III DPR RI, Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Kapolri, Menteri Hukum dan HAM, Ketua Komisi Yudisial (KY), Ketua Ombudsman, Ketua Pengadilan Tinggi Bali dan Ketua Pengadilan Negeri Gianyar. (Knu)

Baca Juga

Polisi Bongkar Sindikat Pemalsuan Buku Nikah Jaringan Jakarta-Subang

#Pemalsuan #Pemalsuan Dokumen
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
4 Tersangka Pagar Laut Tangerang tidak Ditahan, Tapi Dicekal Keluar Negeri
Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin bersama tiga orang lain resmi menjadi tersangka dalam kasus pemalsuan SHGB dan SHM terkait pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten.
Wisnu Cipto - Selasa, 18 Februari 2025
4 Tersangka Pagar Laut Tangerang tidak Ditahan, Tapi Dicekal Keluar Negeri
Tradisi
Kades Kohod Arsin Resmi Jadi Tersangka Pemalsuan Sertifikat Pagar Laut Tangerang
Aksi Kades Kohod Arsin bersama rekan-rekannya itu sudah berlangsung sejak Desember 2023 sampai dengan November 2024
Wisnu Cipto - Selasa, 18 Februari 2025
 Kades Kohod Arsin Resmi Jadi Tersangka Pemalsuan Sertifikat Pagar Laut Tangerang
Indonesia
Bareskrim: Pemalsuan SHGB-SHM Pagar Laut Tangerang Sudah Berlangsung Sejak 2021
Praktik pemalsuan pemalsuan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan pagar laut di perairan Tangerang, Banten sudah berlangsung hampir 4 tahun lebih.
Wisnu Cipto - Selasa, 11 Februari 2025
Bareskrim: Pemalsuan SHGB-SHM Pagar Laut Tangerang Sudah Berlangsung Sejak 2021
Indonesia
Periksa 44 Saksi, Bareskrim Sita 263 Warkat Terkait Pemalsuan SHGB-SHM Pagar Laut Tangerang
Bareskrim Polri telah memeriksa 44 saksi terkait kasus dugaan pemalsuan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan pagar laut di perairan Tangerang, Banten itu.
Wisnu Cipto - Selasa, 11 Februari 2025
Periksa 44 Saksi, Bareskrim Sita 263 Warkat Terkait Pemalsuan SHGB-SHM Pagar Laut Tangerang
Bagikan