Konsumsi Naik di Ramadan 2025, Kontribusi ke Pertumbuhan Ekonomi Rendah


Ekonom Achmad Nur Hidayat/ dok Achmad Nur Hidayat
MERAHPUTIH.COM - EKONOM Achmad Nur Hidayat melihat bulan Ramadan 2025 termasuk yang paling sulit. Menurut Achmad, jika dibandingkan dengan tiga tahun terakhir setelah pandemi COVID-19, kontribusi Lebaran terhadap pertumbuhan ekonomi 2025 diperkirakan lebih rendah.
Dia mencontohkan, pada 2022, momentum Lebaran mendorong pertumbuhan ekonomi kuartal II sebesar 5,4 persen (yoy), didominasi konsumsi rumah tangga. Pada 2023, angkanya turun menjadi 5,1 persen, dan pada 2024 hanya 4,8 persen. “Tahun ini, ekonomi kuartal II 2025 diproyeksikan tumbuh 4,5-4,7 persen, dengan kontribusi Lebaran sekitar 0,8-1 persen,” jelas Achmad dalam keteranganya, dikutip Jumat (21/3).
Achmad melihat penurunan ini disebabkan tiga faktor. Pertama, daya beli yang belum pulih total pasca-PHK massal dan inflasi 2024. Kedua Kebocoran konsumsi ke impor, terutama di sektor fesyen dan elektronik. “Lalu yang ketiga, efektivitas THR yang menurun karena alokasi dana untuk utang dan tabungan,” jelas Achmad.
Dia melihat, meski konsumsi Ramadan 2025 tetap naik, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi terbatas. Hal itu disebabkan struktur ekonomi Indonesia masih bergantung pada belanja pemerintah dan investasi. Kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB hanya 54 persen, turun dari 57 persen pada 2022.
Baca juga:
Ragam Kebijakan Pemerintah Buat Dongkrak Ekonomi di Ramadan 2025
Kebocoran impor mengurangi multiplier effect belanja masyarakat. Setiap Rp 1 juta yang dibelanjakan untuk produk impor hanya menyumbang 0,3 persen ke PDB, sedangkan produk lokal menyumbang 0,7 persen.
Sementara itu, kenaikan harga pangan dan energi membuat proporsi belanja pokok rumah tangga meningkat. Pada 2025, 65 persen pengeluaran keluarga dialokasikan untuk pangan dan transportasi, menyisakan hanya 35 persen untuk belanja sekunder seperti fesyen dan elektronik.
“Akibatnya, meski nominal konsumsi naik, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan,” jelas Achmad yang juga ekonom dari UPN Veteran Jakarta ini.
Achmad meminta pemerintah perlu belajar dari tren ini. Dia menilai penting untuk memperkuat UMKM lokal melalui proteksi dari gempuran impor dan akses pembiayaan murah. Kebijakan THR harus diintegrasikan dengan program pelatihan dan pendampingan keuangan agar masyarakat tidak terjebak utang konsumtif.
“Hal yang terpenting, stabilisasi harga pangan dan energi harus menjadi prioritas untuk menjaga daya beli,” saran Achmad. Ia yakin Lebaran 2025 ini membuktikan bahwa konsumsi musiman tidak cukup menjadi motor pertumbuhan.
“Jika tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas dan perlindungan terhadap industri dalam negeri, momentum Lebaran hanya akan menjadi euforia sesaat, bukan solusi jangka panjang bagi ekonomi Indonesia,” tutup Achmad.(knu)
Baca juga:
Harga Pangan Stabil dan Mencukupi Bisa Bikin Warga di Ramadan dan Idul Fitri Tenang
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
BI Pangkas Suku Bunga, Perbankan Diminta Lebih Giat Salurkan Kredit untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Masih Dalam Tren Melambat, Pertumbuhan Ekonomi Dunia Masih Akan Rendah

Stimulus Ekonomi 8+4+5 Diklaim Gerakan Padat Karya, Daya Beli Warga Naik

Duit Rp 200 Triliun Harus Dinikmati UMKM

Paket Stimulus Ekonomi 8+4+5 Yang Diklaim Bakal Serap Tenaga Kerja dan Beri Jaminan Kontrak Kerja

PCO Ungkap Strategi Ampuh Lewat Paket Ekonomi 2025 untuk Melindungi 'Gig Worker

Prabowo Luncurkan Program Akselerasi Pembangunan: Sarjana Bakal ‘Magang’ di Sektor Industri hingga Memulai Pengembangan Ekosistem Gig Economy

Revisi RKP 2025: Target Ekonomi Baru dan Strategi Penerimaan Negara

Daftar Stimulus Baru Yang Disiapkan Bagi Rakyat, Termasuk Buat Pengemudi Ojol

Tanggapi Ucapan Kontroversial Menkeu Purbaya soal Tuntutan Publik, Ekonom: Demonstrasi Bukan Sekadar Masalah Perut
