Ketua Komisi II DPR: Keputusan MA Terkait Status Ahok Tepat
Komisi II DPR (Foto: Twitter @DPR_RI)
Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali menilai tepat keputusan Mahkamah Agung yang menolak untuk memberikan pendapat terhadap status Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama seperti permintaan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
"Saya kira alasan MA benar, mereka tidak mau ganggu proses sidang yang sedang berlangsung," kata Amali di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, (22/2).
Dia mengatakan pascakeputusan MA itu maka diserahkan sepenuhnya kepada Mendagri sehingga dirinya mempersilahkan Mendagri dan jajarannya mengkaji, menelaah dan memutuskannya.
Politisi Partai Golkar itu menilai setiap keputusan harus ada pertanggung jawabannya namun dirinya meyakini Mendagri memiliki alasan kuat mengambil kebijakan tersebut.
"Mendagri dalam berbagai kesempatan sudah menyampaikan bahwa beliau bisa tanggungjawab atas putusan yang diambil," ujarnya.
Sementara itu Mendagri Tjahjo Kumolo di Gedung Parlemen mengaku tidak mempermasalahkan dan menghormati keputusan MA tersebut.
Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan akan mendatangi Mahkamah Agung untuk berkonsultasi terkait gugatan beberapa pihak terkait penonaktifan kembali Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama atau Ahok.
"Saya kira sebagai warga negara, kami ikut saja. Kami hargai semua pendapat, kami rencanakan untuk paling lambat besok (Selasa, 14/2) pagi menyampaikan ke MA," kata Tjahjo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/2).
Hal itu menurut dia terkait gugatan yang dilayangkan Advokat Cinta Tanah Air ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena status Ahok hingga saat ini belum dinonaktifkan.
Tjahjo mengatakan pihaknya akan menginventarisasi persoalan penonaktifan Ahok, seperti penandatanganan surat pemberhentian kepala daerah karena status terdakwa dan kasus yang menggunakan dakwaan alternatif.
Dia menjelaskan selama ini bagi pejabat maupun kepala daerah yang tersangkut hukum dengan dakwaan yang jelas seperti Operasi Tangkap tangan (OTT) langsung diberhentikan.
Dalam perkembangannya, Mahkamah Agung menolak untuk memberikan pendapat terhadap status Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) seperti permintaan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
"Isi suratnya adalah, kami tidak memberikan pendapat karena sudah ada dua gugatan TUN (Tata Usaha Negara) yang masuk ke Pengadilan TUN," kata Wakil Ketua MA bidang Yudisial Syarifuddin di Jakarta, Selasa (21/2).
Dia menjelaskan fatwa itu dikeluarkan karena ada dua gugatan TUN mengenai hal yang sama yang sudah dimasukkan ke TUN. Karena itu menurut dia kalau MA memberikan fatwa maka akan mengganggu indepedensi hakim.
"Kalau kita yang memberi fatwa, seperti kita yang memutuskan, kan pengadilan harus berjalan," tegas Syarifuddin.
Juru Bicara MA, Suhadi mengaku bahwa MA memang mencegah diri untuk mengeluarkan pendapat bila persoalan itu sudah atau berpotensi dibawa ke tahap pengadilan.
Status Ahok yang saat ini masih menjadi gubernur digugat oleh Advokat Muda Peduli Jakarta (AMPETA) pada 13 Februari 2017 ke PTUN Jakarta karena menilai Ahok harus diberhentikan sebagai gubernur.
Selain AMPETA, Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) juga mengajukan gugatan ke PTUN pada 20 Februari 2017 dan menuntut agar Presiden Joko Widodo memberhentikan Ahok sebagai gubernur.
Sumber:ANTARA
Bagikan
Berita Terkait
Dana Rp 234 Triliun Mengendap di Bank, DPR Ingatkan Pemda Segera Realisasikan APBD
DPR Sebut Ibu Kota Politik di IKN tak Sesuai UU, Perlu Kejelasan Hukum
Banyak Kepala Daerah Terjerat Korupsi, Komisi II DPR: Pilkada Harus Lewat DPRD
Komisi II DPR Dukung Syarat Prabowo Teken Keppres Pemindahan ke IKN
Cak Imin Usul Pilkada Dipilih DPRD, Komisi II DPR: Sesuai Koridor Konstitusi
Apresiasi Usulan NasDem, Komisi II Kaji Wacana Penundaan Sementara Pembangunan IKN
Komisi II DPR Dukung HUT ke-80 RI Digelar di Jakarta, Lebih Meriah dan Hemat Anggaran
DKPP Ingatkan Potensi PSU Berulang seperti di Pilkada 2024, Minta Integritas Penyelenggara Diperketat
Martin Tumbelaka: Jangan Sampai Ada Kasus Sambo Jilid 2 di Kematian Brigadir Nurhadi
Kebijakan WFA ASN Perlu Diawasi, Komisi II DPR: Kalau Tidak Bisa Rusak