Ketimbang Naikkan Harga, Pembatasan BBM Bersubsidi Dianggap Lebih Tepat


Ilustrasi kenaikan harga BBM. (Foto: MP/Rizki Fitrianto)
MerahPutih.com - Rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi menuai pro dan kontra.
Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Mulyanto meminta pemerintah tidak menaikkan harga Pertalite dan solar.
Dia mengusulkan agar pemerintah melakukan pembatasan dan meningkatkan pengawasan distribusi dari pada memilih opsi menaikkan harga BBM bersubsidi.
Menurut Mulyanto opsi tersebut cukup realistis untuk mengatasi dilema yang dihadapi pemerintah terkait pengadaan dan pendistribusian BBM bersubsidi.
Baca Juga:
Kenaikan Harga BBM bakal Berdampak pada Pendapatan Pengemudi Ojek Online
Dia juga meminta agar pemerintah harus cepat mengambil keputusan agar tidak ada pihak tertentu yang berspekulasi terkait isu kenaikan harga BBM bersubsidi ini.
“Semakin cepat keputusan tersebut diambil maka semakin baik bagi semua pihak terkait," ujar Mulyanto, Kamis (25/8).
Dia menjelaskan, pembatasan BBM bersubsidi bisa dilakukan untuk kendaraan selain roda dua dan kendaraan umum serta kendaraan pengangkut sembako.
Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan menunjukkan pemerintah dapat mereduksi anggaran subsidi BBM sebesar 69 persen.
Mulyanto mengatakan angka tersebut jumlah yang lumayan banyak. Apalagi untuk anggaran subsidi di tahun 2023 karena pembatasan dapat dimulai sejak awal tahun anggaran.
"Bahkan jika pembatasan BBM bersubsidi itu dikombinasikan dengan tindak pengawasan yang ketat maka efisiensi penggunaan BBM bersubsidi akan semakin maksimal," jelas Mulyanto yang juga politikus PKS ini.
Baca Juga:
Kenaikan Harga BBM Berpotensi Ganggu Perekonomian Nasional
Ia melihat, selama ini sebagaimana dilaporkan Pertamina dan BPH Migas ditengarai terjadi potensi kebocoran BBM bersubsidi dalam jumlah yang cukup besar.
“Kebocoran terjadi ke sektor industri dan pertimbangan, serta terjadi penimbunan dan ekspor ilegal ke negara tetangga,” kata dia,
Jika kebocoran BBM ini dapat dikurangi secara maksimal maka kuota dan dana subsidi yang ada untuk tahun 2022 akan mencukupi.
“Meski tanpa kenaikan harga sekalipun,” tutur Mulyanto.
Lalu, harga minyak dunia akhir-akhir ini terus menurun dari US$ 120 per barel pada puncaknya di bulan Juni 2022, menjadi USD 90 per barel pada bulan Agustus 2022.
Oleh karena itu, Mulyanto berujar, BPH Migas dan aparat penegak hukum harus bekerja ekstra keras agar pengawasan distribusi BBM bersubsidi ini tepat sasaran dan tidak bocor.
Karena, tanpa adanya upaya pembatasan distribusi BBM bersubsidi yang tepat sasaran, diperkirakan kuota BBM akan habis di bulan Oktober 2022.
Sebab, sampai akhir tahun 2022 diperkirakan kebutuhan pertalite mencapai 29 juta kilo liter, sedang solar mencapai 17,5 juta kilo liter.
“Padahal kuota Pertalite dan solar untuk tahun 2022 masing-masing sebesar 23 juta kilo liter dan 15 juta kilo liter,” tutup Mulyanto. (Knu)
Baca Juga:
Jokowi Sebut APBN Surplus, Harga BBM Bersubsidi Harusnya Tidak Naik
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
BBM di SPBU Merek Asing Langka, Pertamina Bantah Lakukan Monopoli

Kementerian ESDM Minta Shell dan BP Kirim Data Spesifikasi BBM untuk Diolah dan Diserahkan ke Pertamina

KPPU Selidiki Kelangkaan BBM Non-Subsidi, Panggil Pertamina Hingga SPBU Swasta

Bahan Bakar di SPBU Shell dan BP Langka, Kualitas BBM Pertamina Justru Jadi Sorotan

ESDM Temukan Jawaban Kenapa Stok BBM SPBU Shell & BP Kosong

SPBU Swasta Berkontribui Alihkan Konsumen BBM Subsidi ke Nonsubsidi

SPBU Shell dan BP Kehabisan Stok BBM, Menteri Bahlil Sarankan Bisa Beli ke Pertamina

Stok BBM di SPBU Shell Kembali Langka, Belum Tahu Kosong Sampai Kapan

Bahaya Tersembunyi di Balik Bensin Tercampur Solar, Siap-Siap Kantong Jebol

Kasus Salah Isi Pertalite Malah Dapat Solar di Kembangan, Pihak SPBU Bisa Dijerat Pasal UU Perlindungan Konsumen
