Kerap Dirambah, Taman Nasional Kerinci Seblat Restorasi Ekosistem Hutan
Plang ucapan Selamat Datang di TNKS (Foto: Ist)
MerahPutih.Com - Perambahan hutan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak. Kawasan hutan yang rusak memicu berkurangnya sumber air tanah.
Pengelola Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) segera merestorasi ekosistem hutan di lokasi sumber mata air Pincuran Tujuah, Nagari/Desa Adat Taluk Tigo Sakato, Kecamatan Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, yang dirambah pada November 2017.
"Laporan perambahan kami terima pada November 2017 dan sejak itu kami intensif mengawasinya," kata Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Balai Besar TNKS, Sahyudin di Painan, Minggu (18/3).
Ia menambahkan, merestorasi ekosistem hutan dilakukan dengan melakukan penanaman ulang atau reboisasi agar sumber mata air di Pincuran Tujuah tidak mengalami kekeringan sehingga tidak berdampak terhadap masyarakat setempat dan ratusan hektare lahan persawahan.
Terkait kerusakan hutan pihaknya telah menyurati camat dan juga nagari agar bersama-sama dengan TNKS mengajak masyarakat tidak melanjutkan kegiatannya ataupun mengikuti kegiatan pengrusakan.
"Desember 2017 kami telah turun ke lapangan dan kerusakan kawasan mencapai 10 hektare dan dalam waktu dekat kami akan melakukan pengecekan ulang," ujarnya.
Pihaknya telah mengantongi nama-nama masyarakat perusak kawasan dan yang bersangkutan telah dilakukan pemanggilan.
"Oknum masyarakat perusak berjumlah tiga orang dan ketiganya masih kami proses," katanya.
Sahyudin sebagaimana dilansir Antara menambahkan, sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pasal 50 ayat tiga huruf e menyebutkan setiap orang dilarang menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang.
Selanjutnya, kata dia, pada pasal 78 ayat lima disebutkan, barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat tiga huruf e diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak lima miliar rupiah.
Sebelumnya, tokoh masyarakat Nagari Taluk Tigo yang juga mantan wali nagari setempat, Efriadi mendorong agar oknum masyarakat yang merusak itu diberikan sanksi tegas sehingga kegiatan itu tidak terulang.
Apalagi perambah telah merusak pohon berusia ratusan tahun karena sepengetahuannya belum ada warga yang berladang di lokasi dengan maksud agar hutan di sumber mata air tetap lestari sehingga pasokan air tetap tersedia.(*)
Bagikan
Berita Terkait
Kabupaten Agam dan Pesisir Selatan Sumbar Belum Dialiri Listrik, Kapolda: Akses Jalan Terputus dan Potensi Bencana Susulan
Sungai di Agam Sumbar Meluap Lagi, Jembatan Darurat Buatan TNI-Polri Hanyut
Gunung Marapi Sumbar Erupsi, Kabupaten Agam Terdampak Abu Vulkanis
Waspadai Ancaman Banjir Rob Pesisir Sumbar 3-7 Desember
Gubernur Sumbar Instruksikan Manfaatkan Kunjungan Pejabat Pusat untuk Korban Banjir
Sumatra Barat Berangsur Pulih dari Bencana Banjir dan Longsor
23 Orang Tewas 3.900 KK Mengungsi di Sumbar, Daerah Terparah Padang dan Solok
Cuaca Ekstrem dan Bibit Siklon 95B Picu Banjir-Longsor di Sumbar, 13 Daerah Terdampak
Banjir Memutus Lalu Lintas Jalan Nasional di Pasaman Barat, Ratusan Kendaraan Terjebak Lebih dari 12 Jam
Bocah Tewas Tertimbun Longsor di Pasaman Barat Sumbar, Alat Berat Diterjunkan