Kagumi Pramoedya Ananta Toer, Nur Hidayat Sardini Napak Tilas ke Pulau Buru


Juru Bicara DKPP Nur Hidayat Sardini (MP Foto/Rizki Fitrianto)
MerahPutih Politik - Siapa sangka Juru Bicara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Nur Hidayat Sardini (NHS) memiliki kesukaan membaca dan mengoleksi novel-novel. Selain dikenal sebagai praktisi dan akademisi yang malang melintang dalam urusan politik khususnya pemilu, ternyata sosoknya adalah pecinta sastra Indonesia.
Di jumpai di ruang kerjanga di DKPP, pria berusia 45 tahun menjelaskan bahwa membaca adalah salah satu hobinya yang paling lama. Membaca, sambung NHS sudah dilakukan olehnya sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sejak muda ratusan judul buku sudah dilahap habis olehnya. Mulai dari buku agama, ekonomi, politik, hukum hingga sastra.
Mantan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) periode 2009-2011 menjelaskan hingga kini setidaknya sudah ada lebih dari 5.000 buku berbagai judul yang sudah dibaca olehnya. Sebagian besar buku-buku tersebut adalah buku politik dan hukum, namun ada juga ratusan buku-buku satra.
Salah satu buku sastra yang paling menarik dan kerap dibaca berulang-ulang kali olehnya tetralogi Pulau Buru yang berisi 4 novel legendaris karangan punggawa sastra ternama di tanah air, Pramoedya Ananta Toer.
"Bagi saya Novel Bumi Manusia paling bagus," katanya kepada Bahaudin Marcopolo dan Rizki Fitrianto wartawan Merahputih.com di ruang kerjanya belum lama ini.
Pria yang akrab disapa NHS dengan detail memuji tiap kata dan bait yang ditulis sastrawan yang akrab disapa Pram. Baginya deskripsi yang dituliskan Pram baik kondisi politik di tanah air pada awal abad ke-20 saat detail. Bahkan seolah-olah pembaca bisa hanyut dan berada dalam ruang dan massa tersebut.
"Deskripsinya sangat mendalam detail, dan punya energi. Seolah-olah kita hadir disana," beber NHS.
Ketertarikan akan sosok Pram bukan hanya terbatas pada karya-karyanya saja. Bahkan NHS mengaku dirinya pernah melakukan napak tilas di Pulau Buru, yang merupakan tempat lahirnya novel legendaris tersebut. Di pulau itulah Pram diasingkan rezim Orde Baru.
Selama di Pulau Buru itulah NHS mengaku menyambangi tempat-tempat yang disebut Pram. Sesekali ia bertanya dengan penduduk sekitar soal kondisi Pulau Buru sekitar tahun 1970an. Dari hasil dialognya dengan beberapa penduduk lokal kondisi pulau Buru saat itu belum terjamah manusia, dipenuhi hutan lebat dan banyak sekali binatang buasnya.
"Di sana saya lama sekali. Saya datangi satu persatu tempat pembuangan Pram. Saya rasa disana Pram disikas betul. Bagi saya Pram adalah sastrawan paling bagus ," demikian NHS.
Untuk diketahui saat ini Pulau Buru sudah menjadi Kabupaten sendiri dan menjadi bagian dari Provinsi Maluku Tengah. Sekitar tahun 1973 Pram bersama dengan orang-orang yang dituding simpatisasn Partai Komunis Indonesia (PKI) diasingkan ke pulau Buru.
Meski berada dalam pengasingan bukan berarti menyurutkan Pram untuk terus berkarya. Di pengasingan yang menyakitkan itulah ia berhasil menelurkan 4 buah novel legendaris yang terbit dari tahun 1980 hingga tahun 1988.
Novel pertama adalah Bumi Manusia yang dicetak pada tahun 1980. Novel kedua adalah Anak Semua Bangsa dan terbit tahun 1981. Kemudian novel ketiga berjudul Jejak Langkah yang terbit tahun 1985. Dan novel terakhir adalah Rumah Kaca bagiaan keempat dari Tetralogi Pulau Buru yang terbit tahun 1988. Keempat novel tersebut dilarang beredar oleh Kejaksaan Agung karena dinilai menyebarkan paham komunis.
Keempat novel tersebut berceria soal dinamika politik dan terbentuknya gagasan nasionalisme di Indonesia pada awal abad ke-20. Simbol dari kebangkitan pribumi adalah sosok Minke, seorang anak pribumi yang bersekolah di HBS.
Novel tersebut menjelaskan kondisi nyata penjajahan Belanda kepada bangsa Indonesia. Melalui Minke, Pram ingin menggambarkan bahwa masih sosoknya mampu melawan ketidakadilan bukan hanya kepada kolonial Belanda, namun juga kepada bangsanya sendiri.
Sosok Minke digambarkan sebagai seorang pemuda cerdas. Lewat penanya ia menulis dan menyampaikan kondisi nyata penjajahan Belanda di tanah air. Tulisannya di muat di berbagai surat kabar di tanah air. Pram juga menggambarkan karena sikap kritisnya itulah Minke diasingkan ke Boven Digoel oleh pemerintah Kolonial Belanda.
BACA JUGA:
- DKPP Usulkan Sengketa Pilkada Ditangani 3 Lembaga
- DKPP: Golput Tinggi Bukan Hanya Salah KPU
- KPU Akui Angka Golput Tinggi
- PDIP Akui Masyarakat Banyak yang Golput
- Medan Jawara Golput Pilkada Serentak 2015
Bagikan
Bahaudin Marcopolo
Berita Terkait
Melihat Pementasan Teater Bertajuk Bunga Penutup Abad Alih Wahana dari Tetralogi Buru di Jakarta

Mengintip Sesi Latihan Jelang Pementasan Teater Bertajuk Bunga Penutup Abad

DKPP Ingatkan Potensi PSU Berulang seperti di Pilkada 2024, Minta Integritas Penyelenggara Diperketat

Hentikan Penghitungan Suara Sepihak, Anggota Bawaslu Jaktim Diperiksa DKPP

Eks Komisioner Bawaslu Sebut Proses PAW Harun Masiku Dipantau Hasto

Mendagri Sebut Anggaran Pemungutan Suara Ulang Dapat Dipenuhi dari APBD

DKPP Pecat Anggota KPU Lombok Timur Zainul Muttaqin, Masih Terdaftar Kader PDIP

DKPP Diminta Segera Tindaklanjuti Laporan Sengketa Pilkada Hingga Pileg

Evaluasi secara Tertutup, Komisi II DPR Akui Potensi Pergantian Anggota DKPP

Festival Blora: Se-abad Pramoedya Ananta Toer, Dari Blora untuk Dunia
