Kabari dari Rembang Gelar Kompetisi Desain Motif Batik Lasem


Kabari dari Rembang gelar Lomba Desain Motif Batik Lasem. (foto: dok Kabari dari Rembang)
DALAM kisah perbatikan Indonesia, nama Lasem menjadi salah satu nan mahsyur. Kota di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, ini telah dikenal sebagai penghasil batik sejak abad 18. Sejarah batik Lasem (Laseman) bahkan telah dimulai kala Majapahit hingga era kedatangan Laksamana Cheng Ho ke Nusantara di abad ke-15.
Batik Lasem mencapai masa kejayaan di awal abad ke-19. Motifnya nan unik, mulai dari lok can, burung hong, naga, sekar jagad, buketan, kendoro kendiri, grinsing, kawung, hingga lerek, menjadi penanda akulturasi budaya Jawa, Tionghoa, serta Eropa. Warna-warna berani pada kain batik Lasem, seperti merah darah ayam yang terkenal sebagai getih pitik, biru indigofera, juga cokelat soga/tegeran, telah menarik minat pembeli. Di masa jayanya, batik Lasemdiekspor hingga ke Singapura, Thailand hingga Suriname.
BACA JUGA:
Inovasi Batik Kidang Mas Lasem, Tawarkan Warna Pastel hingga Kolaborasi Metaverse
Sayangnya, dalam perkembangan zaman, batik Lasem berada dalam situasi stagnan. Meski demikian, wastra tradisi ini berkeras bertahan. Riset Yayasan Lasem Heritage, sebuah yayasan berbasis yang bergerak di bidang pelestarian dan pendidikan yang bergerak di Lasem, mengungkap beberapa tantangan sektor batik Lasem. Ketiadaan regenerasi pembatik akibat generasi muda memilih pekerjaan bergaji tetap menjadi salah satu faktor batik Lasem meredup. Selain itu, meningkatkan akses generasi muda pada batik baik sebagai artisannya maupun sebagai konsumen dengan citarasa kekinian nan tetap mengakar pada tradisi batik Lasem juga menjadi tantangan bagi pelestarian wastra ini.
Sebagai jawaban atas tantangan itu, Kartini Bangun Negeri (Kabari) dari Rembang, sebuah inisiatif dari Bank Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Lasem Heritage diresmikan pada 25 Oktober 2022, menggelar Kompetisi Desain Motif Batik Lasem 2023. Kompetisi ini dimulai sejak 5 April hingga 5 Juni.

Kabari dari Rembang ini merupakan program pendampingan untuk mendorong produktivitas para pembatik di Lasem serta berorientasi pada penguatan ekosistem batik Lasem, proses regenerasi, dan diversifikasi produk batik Lasem yang berkonsep ekonomi sirkular nan ramah lingkungan.
“Kompetisi desain motif batik menggunakan warisan budaya dan sejarah Lasem sebagai inspirasi penciptaan karya, menggerakan perekonomian rakyat dan memperkuat tradisi dengan inovasi kreatif serta memberi semangat baru untuk generasi muda dalam merawat warisan budaya,” kata Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan Daerah Jawa Tengah Rahmat Dwi Saputra dalam keterangan resmi yang diterima Merahputih.com.
Rahmat mengatakan kompetisi ini akan turut berkontribusi memperkuat ekosistem batik Lasem dalam konteks ekonomi sirkular, terutama pada masa pemulihan ekonomi mikro pascapandemi.
Dalam kompetisi yang berlangsung selama dua bulan, para peserta tak hanya mendesain motif batik, tapi juga mengimplementasikannya dalam selembar kain. “Biasanya kompetisi desain batik seperti ini dilaksanakan sehari dua hari. Namun kami bersama BI merancang selama dua bulan untuk memberikan kesempatan pada peserta untuk mewujudkan desain mereka,” kata pelaksana kegiatan kompetisi Ernitha Angelia.
BACA JUGA:
Kompetisi dimulai dari seleksi umum konsep desain dan gambar. Enam besar desain akan dipilih dan diberi kesempatan bantuan dana untuk mewujudkan karya mereka. Tujuh juri siap memilih pemenang. “Panjang tahapannya, peserta ibarat membuat proposal pitch deck yang harus menggambarkan hulu hilir, mulai ide hingga rencana pasar yang akan menyerap karyanya. Jadi harus dapat diaplikasikan dan masuk pasar pada akhirnya,” jelas Ernitha.
Para peserta, menurut Ernitha, harus meriset batik Lasem, melihat Lasem dari dekat,termasuk sejarah batik dan kotanya. Mereka kemudia akan memasukkan aspek-aspek itu masuk ke desain batik.

Diharapkan, kompetisi desain batik Lasem diharapkan mampu menggugah semangat kreatif generasi muda desainer, rumah produksi batik, dan artisan untuk kreatif dengan motif-motif warisan budaya Lasem atau mengombinasikan motif lama dan baru dengan tetap mempertahankan identitas Lasem.
Tujuh juri akan jadi penilai dalam kompetisi ini, yaitu Rahmat Dwisaputra (Kepala KPwBI Jawa Tengah), Ni Ketut Wardani Pradnya Dewi (Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Budaya, Kemendikbudristek), Didiet Maulana (Desainer IKAT Indonesia), Lina Handianto Tjokrosaputro (Batik Keris), Adityayoga (Institut Kesenian Jakarta), Hayuning Sumbadra (Desainer Adra World), dan Yahya Adi Sutikno (Batik White Peony).
Ada beberapa aspek yang akan menjadi pertimbangan juri untuk memilih yang terbaik dari 119 peserta dari Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Sumatra Barat yang telah mendaftar. “Aspek konsep, teknik batik, dan estetik akan dinilai. Paling banyak di indikator estetik yang terdiri dari motif dan warna serta harmoninya. Prinsip-prinsip desain tentunya akan sangat berpengaruh,” ujar Adityayoga.

Teknik batik, menurut Yahya Adi Sutikno, akan menjadi penentu. Menurutnya, desain yang ditampilkan peserta harus bisa diimplementasikan dalam berbagai bentuk, semisal kain, sarung, selendang, ikat kepala, atau tokwi. “Semua ada prinsipnya. Mau menggunakan teknik apa. Apakah tulis atau kombinasi cap dan tulis. Keseuluruhan akan memengaruhi indikator estetik,” jelas Yahya.
Selanjutnya, para peserta diharapkan mampu mengaitkan konsep desain hingga rencana pasar. “Kami melihat aspek keberlanjutannya. Konsep, inspiriasi, narasi, keunikan atau nilai penting karya, dan yang pasti desain tersebut direncanakan untuk pasar apa,” kataHayuning Sumbadra. Hal itu, menurutnya, harus terkomunikasikan dalam konsep desain. Ia mengatakan aspek keberlanjutan itulah yang membuat kompetisi ini istimewa. “Karena desain hingga perwujudannya diharapkan bisa diserap pasar dan bahkan mungkin diproduksi ulang. Apalagi jika mampu mengaitkan dengan konsep keberlanjutan dan pelestarian lingkungan hidup,” imbuhnya.

Nantinya, setelah melewati penjurian, akan terpilih enam karya terbaik. Mereka akan memproduksi desain mereka bersama rumah batik yang ada di Lasem. “Batik Lasem ya salah satu cirinya dibuat di Lasem, melekat identitas geografisnya. Semoga kelak banyak kolaborasi kreatif terjadi di Lasem. Mari kita ikuti prosesnya,” pungkas Ernitha.(dwi)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Giorgio Armani Meninggal Dunia, Selebritas Kenang sang Ikon Fesyen sebagai Legenda

Desainer Legendaris Italia Giorgio Armani Meninggal Dunia

Chloe Malle Resmi Diumumkan sebagai Pengganti Anna Wintour Pimpin Vogue

Moscow Fashion Week Perkuat Relasi dengan Indonesia

Sepatu Nyaman Jadi Tren, Bisa Dipakai di Segala Acara

ASICS Gel Cumulus 16 Dukung Gerak Aktif dalam Balutan Gaya, Dilengkapi Teknologi Terkini untuk Kenyamanan Pengguna

The Best Jeans For Every Body: Koleksi Denim Terbaru UNIQLO Hadir Lebih Lengkap

Tampil di BRICS+ Fashion Summit in Moscow, Indonesia Soroti Industri Manufaktur Berkelanjutan

Adidas Indonesia Rayakan Keberagaman Lewat FW25 Island Series Indonesia Graphic Tees, Bawa Semangat ‘Satu Nusa Satu Bangsa’

Plaza Indonesia Fashion Week 2025: Surat Cinta untuk Mode Lokal
