Judi Online Ancam Kesehatan Mental Generasi Muda, Setara Alkohol dan Narkoba


Judi online bisa mengancam kesehatan mental generasi muda. Foto: Unsplash/Nik
MerahPutih.com - Ketua Umum Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia, Nael Sumampouw menyebutkan, bahwa judi online kini menjadi isu kesehatan global yang serius. Kasus itu setara dengan penyalahgunaan narkoba dan alkohol.
Hal itu merujuk pada publikasi terbaru The Lancet, yang menyoroti dampak judi online terhadap kesehatan mental individu, terutama generasi muda.
“Judi online tidak hanya menjadi masalah di Indonesia, tetapi juga isu global. Cara masuknya yang melalui permainan seperti game membuat anak muda lebih rentan, terutama mereka yang mencari pelarian dari stres atau kesulitan hidup,” kata Nael dikutip dari ANTARA, Sabtu (30/11).
Nael mengatakan, judi online yang mudah diakses dan tidak adanya sanksi sosial, menyamar sebagai aktivitas normatif membuatnya semakin berbahaya.
Baca juga:
Menilik Barang Bukti Sindikat Judi Online Pegawai Kemenkomdigi
Bahkan, para pengguna bisa bermain dari rumah tanpa diketahui lingkungan sekitar. Awalnya, pemain akan diberi kemenangan kecil, kemudian menjadi adiksi melalui mekanisme psikologis, seperti ‘gambler’s fallacy’.
Ia juga menyoroti, jika faktor lingkungan dan psikologis, seperti kurangnya dukungan sosial, pengangguran, dan rendahnya keterampilan, membuat generasi muda lebih mudah masuk dalam kasus judi online ini.
Kondisi tersebut makin diperparah dengan maraknya pinjaman online yang sering digunakan untuk mendukung kebiasaan berjudi.
Dampak terburuk dari adiksi judi online, menurut Nael, merupakan munculnya ‘learned helplessness’, atau perasaan tidak berdaya.
Baca juga:
Kemenag Siapkan 4 Judul Khotbah Jumat Mengenai Judi Online, Bisa Diunduh Siapa Saja
“Ketika usaha tidak membuahkan hasil, anak muda mulai kehilangan harapan dan tidak melihat hubungan antara usaha dan hasil. Ini mematikan potensi, kreativitas, bahkan bisa membawa mereka pada keputusasaan yang ekstrem,” ungkapnya.
Ketidakberdayaan ini dapat menghantui anak muda dari berbagai latar belakang. Bagi mereka yang tidak memiliki dukungan sosial atau sumber daya diri yang memadai, maka perasaan ini bisa berujung pada pemikiran ekstrem, seperti merasa hidup yang tak ada artinya lagi.
Ia juga menyerukan agar negara hadir lebih proaktif. Misalnya, menyediakan layanan rehabilitasi yang mudah diakses di puskesmas atau lembaga lain.
Nael juga mengingatkan, bahwa penanganan ini membutuhkan kolaborasi lintas sektor untuk memberikan solusi yang efektif dan berkelanjutan. (*)
Bagikan
Soffi Amira
Berita Terkait
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Polisi Bandara Soetta Gagalkan Pengiriman 10 WNI ke Kamboja, Direkrut Melalui Iklan di Facebook

Yusril Sebut Prabowo Tegas Berantas Tambang Ilegal hingga Judi Online Tanpa Pandang Bulu

PPATK Tegaskan Cuma Blokir Rekening e-Wallet Terindikasi Judol, Tahun Ini Ada Rp 1,6 T

600 Ribu Penerima Bansos Ternyata Pemain Judi Online, Jutaan Bantuan Salah Sasaran?

Gubernur Pramono Ingatkan Bantuan Sosial dari Pemprov DKI Jangan Dipakai untuk Judol

Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres

Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya

Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui

Penerima Bansos Main Judol Dicoret, DPR Ingatkan Validasi Data
