Sukarno-Hatta "Diculik"


Peristiwa Rengasdengklok. (Sumber: wikipedia.ord)
DERU mobil sedan Fiat hitam memekik keheningan pagi buta Pegangsaan Timur, 16 Agustus 1945. Tiga pemuda bersenjata turun kendaraan. Mereka menjelajah rumah nomor 56.
Saat sang empunya rumah keluar, seorang dari ketiga pemuda sontak mengultimatum. "Bersiaplah, Bung. Waktunya sudah tiba!" kata Sukarni seperti ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
"Ya," jawab Bung Karno dengan sorotan mata memerah. "Sudah tiba waktunya bagiku untuk dibunuh! Jika aku yang memimpin pemberontakanmu ini dan gagal, kepalaku akan dipenggal. Engkau pun juga... begitu yang lain-lain."
Di saat bersamaan, seorang pemuda menghardik sambil megayunkan pedang Jepang. "Itulah sebabnya kami akan melarikan Bung ke luar kota di malam buta ini. Sudah diputuskan untuk memindahkan Bung demi keamanan."
Bukannya melunak, Bung Karno justru semakin kecewa. Katanya, "Oh!" Bagi Bung Karno, langkah yang diambil para pemuda merupakan kesalahan besar. "Tidak mengertikah kalian bahwa pemberontakanmu ini akan menemui kegagalan?" tanya Bung Karno keheranan.
Sementara itu, Sukarni terus mendesak Bung Besar. "Sekarang ini saatnya! Sekarang! Sekarang, selagi moral orang-orang Jepang sedang merosot dan semangat mereka hancur," kata Sukarni.
Bung Karno pun menurut. Saat akan memasuki mobil, ia terkejut melihat Bung Hatta telah lebih dulu ditawan.
Suasana pagi buta di bulan suci Ramadan itu pun menjadi tegang. Baik Bung Karno maupun Hatta menentang tindakan golongan muda untuk dibawa ke Rengasdengklok.
Muhammad Ridhwan Indra dan Sophian Marthabaya dalam bukunya Peristiwa-Peristiwa di Sekitar Proklamasi 17-8-1945 menulis, Bung Karno dan Hatta akhirnya bersedia ikut dengan para pemuda demi menghindari kejadian tak diinginkan. "Sempat terjadi ketegangan antara golongan muda dan Sukarno-Hatta," tulisnya.
Adapun alasan memilih Rengasdengklok menjadi tempat persembunyian Bung Karno dan Hatta tak lain lantaran wilayah tersebut sudah dikuasai tentara Pembela Tanah Air (Peta). Menurut Her Suganda dalam Rengasdengklok Revolusi dan Peristiwa 16 Agutus 1945, Peta memiliki keresidenan Jakarta terbagi dua.
"Daidan (batalyon), Daidan I Jakarta dan Daidan II Purwakarta. Chudan (kompi) Peta yang memiliki asrama di Rengasdengklok termasuk Daidan II Purwakarta," kata Suganda.
Pengamanan Rengasdengklok
Setelah memasuki lokasi terpencil Rengasdengklok, rombongan termasuk Sukarno-Hatta diturunkan di tengah persawahan. Di sana terdapat sebuah pondok bambu berbentuk rumah panggung.
Renacan berubah. Lokasi yang semula menjadi tempat persembunyian tersebut dinilai tak lagi aman. Mereka pun pindah ke sebuah rumah di dekat asrama Peta.
Sepanjang pengamanan tersebut, Sukarno terus menanyakan kabar revolusi besar yang sering digadang-gadang para pemuda.
Pertanyaan Si Bung tak pelak memantik diskusi tajam, terutama berkait proklamasi kemerdekaan.
Bung Karno Naik Pitam
Desakan para pemuda untuk memproklamasikan kemerdekaan saat itu juga membuat Sukarno naik pitam. Bung Karno dan Hatta menolak desakan dari para pemuda. Dwi Tunggal tersebut hanya ingin proklamasi terjadi di Jakarta.
Sekitar pukul 18.00 WIB, Achmad Subardjo datang menemui dan menjemput Sukarno-Hatta di Rengasdengklok. Lima belas menit kemudian mereka kembali pulang ke Jakarta. Perasaan kesal terhadap ulah para pemuda menjadi bekal cerita selama perjalanan.
"Pengamanan" atau sering disebut "penculikan" Sukarno-Hatta ke Rengasdengklok menimbulkan interpretasi berbeda di antara dua golongan, tua dan muda.
Peristiwa "penculikan" tersebut, menurut Ridhwan Indra dan Sophian Marthabaya, jika dilihat dari sudut pandang kepentingan proklamasi hanyalah perbuatan sia-sia.
"Beliau beranggapan bahwa tidak ada hasil yang didapatkan oleh para pemuda dan bangsa dalam hal kemerdekaan dari peristiwa pengamanan Sukarno-Hatta ke Rengasdengklok," tulisnya. (*)
Bagikan
Berita Terkait
Jadi Tamu Utama HUT ke-76 India, Prabowo Ikuti Jejak Sukarno 75 Tahun Silam

Guntur Sebut Pendongkelan Kepemimpinan Sukarno tidak Sah
Ini nih, Menu Sahur Sukarno dan Hatta Jelang Indonesia Merdeka

Piala Bergilir Soekarno Cup Hasil Kontemplasi Prananda dan Diwujudkan Dolorosa Sinaga

Mengagumi Kemegahan Tiga Mobil Dinas Presiden Sukarno
